I - Diego

19 4 0
                                    


Waktu kesadaranku mulai kembali, hal pertama yang kulihat adalah wajah seorang anak laki-laki berusia 5 tahun, tertidur pulas disebelahku dengan jari jempol dimulutnya. Semalam ia mendatangiku setengah menangis ketakutan karena hujan deras disertai petir yang menyambar diluar dan bertanya apakah ia boleh tidur besamaku. Aku dengan senang hati menerimanya.

It's true that I didn't like his Mother. By that, I mean I hate her. So much. Bagaimana aku tidak membenci Tante Shae? Dia adalah wanita yang merebut Papi, membuat Mami depresi, dan merenggut semua yang kumiliki saat itu. Bahkan ia juga menghancurkan semua mimpi-mimpiku! Tentu saja aku membencinya. And I will never forget pr forgive her for doing that. Aku masih ingat wajah tanpa bersalahnya ketika pertama kali ia muncul di halaman rumahku.

Hari itu dibuka dengan pagi yang cerah dan penuh kehangatan. Mami membangunkanku dengan kecupan hangat serta sebuah donat sisa semalam yang saat itu dihias dengan lilin putih yang biasa digunakan saat mati lampu. Aku tersenyum bahagia. Hari itu usiaku tepat 7 tahun.

Mami mendoaanku segala hal yang baik dan aku mengamini dalam hati. Selanjutnya Mami mengajakku untuk ikut mendekorasi ruang tamu karena sore itu kami akan mengadkan pesta ulangtahunku. Total 35 undangan telah disebar, 34 undangan merupakan seluruh teman sekelasku diekolah dan satunya lagi untuk tetangga sekaligus sahabat terbaikku saat itu, Mars.

Kedua orangtuaku sudah menyiapkan segala keperluan pesta ulangtahunku selama sebulan penuh. Membeli gaun, memesan makanan dan kue, menyiapkan hiasan seperti topi kerucut, balon, kertas krep, dan lain-lain. I was very happy that day, until I realize that Papi isn't there. It was Saturday so, he must be home.

"Papi lagi ada urusan kantor sebentar. Sebelum pesta kamu dimulai, Papi juga sudah pulang. I promise." kata Mami menenagkanku.

Aku menarik napas lega. Lalu lanjut menggunting kertas krep dengan gunting plastik miliku.

Saat aku dan Mami sedang berbincang sambil menggunting kertas krep untuk dekorasi pesta ulangtahunku, bel rumah kami berbunyi. Mami segera pergi keluar dengan dugaan yang memencet bel adalah kurir dari tempat Mami memesan kue ulangtahunku. Mami menyuruhku menunggu, tapi karena aku bukan anak penurut dan penuh rasa ingin tahu, maka aku mengikuti Mami dari belakang.

That's when my endless nightmare started. Berdiri diatas teras rumahku, seorang wanita muda berpakaian formal. Aku tidak tahu berapa umurnya saat itu, mungkin sekitar 25 tahun. Wanita itu sangat cantik, rambutnya menjuntai kebawah serta berkilau ala princess yang kulihat di TV. Ia nyaris sempurna karena pada bagian perutnya sedikit buncit. Bahkan perut Mami lebih rata dibanding dirinya.

"Selamat pagi." Wanita itu menjabat tangan Mami sambil tersenyum ramah. "Saya Shae."

"Pagi," jawab Mami. "Maaf, mau mencari siapa?"

Wanita bernama Shae itu tidak langsung menjawab, melainkan melirikku yang tengah bersembunyi dibalik tubuh Mami. "Bisa bicara sebentar?"

"Silahkan masuk."

Mami mengajak Tante Shae masuk ke dalam rumah kami dan mempersilahkannya duduk diruang tamu sementara Mami berjalan ke dapur untuk membuatkan minuman.

"Wah, ada yang ulangtahun ya?" Tante Shae itu berkata sambil tersenyum lebar, sepertinya bicara padaku karena hanya ada kami berdua di ruang tamu. Tante Shae menatapku lembut. "Kamu yang ulangtahun ya?"

Aku mengangguk malu.

"Yah, Tante nggak tahu kalau kamu ulangtahun hari ini. Kalau tahu, tadi Tante mampir beli hadiah."

RetakWhere stories live. Discover now