terjebak nostalgia

335 35 9
                                    

-----

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

-----

Suara langkah kaki seseorang terdengar menyusuri sebuah lorong. Semakin lama semakin terdengar jelas setiap hentakannya. Pria itu langsung memegang knop dan membuka pintu dengan kencang begitu setibanya di depan control room.

Beberapa orang yang berada di ruangan tersebut menolehkan kepalanya. Memandang Wigar dengan raut bertanya-tanya. Terlihat jelas bagaimana air muka Wigar yang penuh dengan kekesalan dan siap menerkam siapapun yang mengusiknya.

Pria itu mengedarkan pandangan. Mencari sosok yang membuat amarahnya membuncah sejak tiga puluh menit yang lalu. Dan tidak butuh lama, indra penglihatannya menangkap seorang pria jangkung yang kini juga tengah menatap ke arahnya dengan gugup. Seolah mengerti bahwa dirinya lah yang menjadi tujuan Wigar saat ini.

Wigar langsung melangkahkan kakinya. Mendekati dan memukul kencang punggung pria itu. "Anjing! Sakit! Gila lu ya!" seru kesakitan pria yang bernama Sadam itu. Seorang pogram director yang sekaligus menjadi rekan kerja Wigar saat ini.

"Lo yang gila bangsat!" Murka Wigar tak mau kalah. Emosinya benar-benar memuncak. Bahkan pria gondrong itu berkali-kali menyugar rambutnya dan menghela napas kasar. Berharap emosi yang menggebu di dalam dadanya juga turut mereda. "Gara-gara lo gue tadi kena omel sama Luna! Sadar nggak lo tadi hampir bikin opening kacau?!"

Wigar bekerja sebagai floor director di salah satu stasiun TV di Indonesia. Tugas utamanya mengatur dan memastikan acara dapat berjalan dengan baik dan lancar. Pekerjaannya ini banyak berkaitan dengan Sadam selaku program director yang bertugas memberi arahan dari control room pada Wigar tentang apa saja yang harus di atur di studio.

Biasanya arahan itu akan disampaikan oleh Sadam melalui hand talkie. Tapi, hari itu entah apa penyebabnya, arahan dan countdown yang diberikan tidak terdengar oleh tim floor. Sadam yang tidak menyadari itu pun dengan santainya meminta tim switcher untuk memulai opening segment.

Sebenarnya Sadam juga tahu bahwa Wigar akan segera menemuinya. Sebelum ini, pria itu juga sudah memakinya habis-habisan melalui hand talkie. Tapi, Sadam tidak tahu kemarahan Wigar akan seserius ini.

"Ya .. sorry, Gar. Tadi kan gue udah bilang, udah gue countdown kok. Cuma gue nggak tahu kenapa bisa nggak kedengeran di lo." ujar Sadam membela diri.

"Bacot!"

Tanpa menunggu respon Sadam, Wigar langsung meninggalkan ruangan. Tidak peduli dengan tatapan orang-orang di sana. Dia butuh waktu sejenak menenangkan diri.

Wigar menyadari sikapnya kali ini sedikit berlebihan dan terlalu emosional. Kalau boleh jujur, mood Wigar memang kurang baik sejak semalam. Dan dia tidak sadar efeknya akan terbawa sampai ke kantor.

Dia juga sadar hal-hal seperti ini memang lumrah terjadi di pekerjaannya. Namun, sisi emosionalnya sedikit terusik ketika Lunaㅡyang merupakan host di acara ituㅡmemanggilnya ke backstage dan menyalahkannya habis-habisan. Bahkan wanita itu juga tidak mau repot-repot untuk sekedar mendengarkan penjelasan Wigar barang sejenak saja. 



Setelah Kita Delapan Belas Tahun Where stories live. Discover now