03彡Senja dan Egois

262 54 10
                                    

Merelakan pada awalnya sulit dilakukan. Namun, dengan pengertian semua akan lebih menenangkan—Adnan Ray Akhtar

Adnan menyampirkan tas selempang di bahu kanan. Pagi ini dia buru-buru pergi ke sebuah tempat yang sudah dijanjikan akan bertemu dengan seseorang. “Kak Shei, aku pinjam motornya! Hari ini libur kerja, kan? Nanti aku ganti bensinnya.”

Tak ada sahutan. Pasti Sheila sedang berada di dapur. Sudah membawa kunci motor, cowok itu menunggangi motor Scoopy merah milik Sheila. Tanpa menunggu persetujuan terlebih dahulu dari pemilik, Adnan melajukan kendaraan roda dua itu. Pelan tapi tergesa-gesa. Adnan mengendarai motor dengan kecepatan paling lambat karena sudah sekian lama tidak menggunakan motor jadi agak ngeri mengendarainya. Namun, pikiran menyuruhnya tergesa-gesa cepat sampai tujuan.

“Nah, untung Papa masih di situ.” Adnan meminggirkan motor di sisi jalan dekat jembatan. Ya, dia janjian bertemu dengan Gino Atmajaya dekat jembatan sepi yang jarang dilewati banyak orang. “Pagi, Pa.” Tersenyum lalu menstandarkan motor dan turun tanpa melepas helm.

Gino menepuk pelan sisi helm yang dikenakan Adnan sembari tersenyum. “Lepas. Di sini tidak ada polisi yang akan menilangmu.”

Adnan melepasnya. “Pa, gimana?” tanyanya langsung.

“Apanya yang bagaimana?”

“Ayah. Kira-kira kapan bisa bebas dari penjara?”

“Eum, masih lama. Hukum tetap akan berlaku. Papa gak mau membebaskan Farhan yang sudah keterlaluan melakukan kejahatan dengan uang.”

“Tapi sampai kapan, Pa?” Adnan menunduk sedih. “Ayah harusnya bertanggung jawab membayar hutangnya. Dan juga bertanggung jawab terhadap keluarganya yang kini serba kekurangan.”

“Biar Papa bantu lunasi.”

“Tidak, Pa. Aku takutnya Ibu akan ngelunjak sudah dibantu. Tahu sendiri kan, sifat Ibu bagaimana?”

“Lalu mau kamu bagaimana?”

“Aku akan berusaha meminta Ibu membebaskan Ayah. Cuman Ibu yang bisa membebaskan Ayah dengan melepas tuntutan.”

Gino menghela napas. “Baiklah. Tapi, hari ini kamu pulang terlebih dahulu, ya, ke rumah? Papa sudah pesan sayur capcay kesukaan kamu sama opor ayam.”

“Enggak dulu, Pa. Anan mau langsung ke rumah Ibu. Takut nanti Kak Sheila nyari motornya.”

“Oh, yaudah. Lain kali saja, ya?”

Adnan mengangguk tanda setuju.

•••••

Pikir-pikir Adnan jadi bingung sendiri. Ingin membebaskan Ayah dari penjara urusannya sangat ribet. Hukum, berhadapan dengan Ibu dan penolakan Ibu yang tidak mau Ayah bebas. Aneh memang. Seharusnya Aina membiarkan Farhan bebas dan bertanggung jawab melunasi hutang. Namun, dendam di hati membuat Aina rela berjuang melunasi hutang dan malah memenjarakan Farhan.

Kesalahan Farhan sangat besar. Mengkhianati pernikahan, pengedar narkoba, tidak menafkahi keluarga, dan bermasalah dengan hutang-piutang. Adnan ingin sekali memperbaiki kesalahan Farhan selama ini. Dulu mamanya memang sudah merusak pernikahan Aina dan Farhan. Untuk sekarang, sebagai anaknya, Adnan ingin memperbaiki apa yang sudah rusak.

Dia ingin membuktikan bahwasannya apa yang rusak dapat diperbaiki kembali. Sulit memang hendak memperbaiki. Butuh proses dan usaha untuk mencapainya. Tujuan Adnan kembali lagi ke rumah Ibu hanya ini. Ingin memperbaiki hubungan keluarga.

Adnan memang anak dari wanita pelacur. Diakuinya sebab menerima kenyataan dan takdir menurutnya dapat mendamaikan diri. Mungkin terkadang Adnan tidak terima kalau dihina Aina prihal mamanya yang seorang pelacur. Akan tetapi pada kenyataannya kalau begitu, memang Adnan harus bagaimana? Menyangkal pun kalau kenyataan begitu bisa buat apa?

DERSIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang