Pertemuan Pertama

27 3 4
                                    


Langkah kaki seorang gadis muda plus atribut ospek nya. Suara kaki yang terburu-buru akibat dia kesiangan. Rentetan suara kaleng saling bersenggolan di pinggangnya. Tentu saja semua yang ada di sana mengalihkan atensinya ke arah suara.
.“Sebening Embun!” Pekik suara lantang yang di seberang sana.
Sang pemilik nama pun menghentikan aktivitasnya. Dia pun menoleh kearah hentakan kaki di hadapannya.
“Ini hari ketiga ospek kamu masih terlambat? Apa lagi alasannya? Kesiangan? Tidak dapat angkot? Alasan klasik!”
“Darren kita kasih hukuman apa?” tanya teman yang lain.
“Hmmm apa ya?” mata Darren mengarah ke seorang lelaki yang duduk sambil mengaktifkan laptopnya.
“Kamu lihat cowok baju kuning itu. Nyatakan cinta sama dia dan cium dia!” Embun menoleh kearah sosok yang di tunjuk. Sialnya ada dua pemuda yang memakai kemeja senada. Tentu saja dia pilih yang paling tampan di matanya.
“Apa tidak ada option lain? Masa saya harus menyatakan cinta pada lelaki yang tidak di kenal?” Darren menggelengkan kepalanya. Pemuda itu tetap kekeuh dengan hukuman yang sudah dia berikan.
“Saya tidak....” nyalinya sedikit menciut melihat tatapan tajam dari para senior.

Langkah kaki Embun seperti terseok-seok. Bagaimana mungkin dia harus menyatakan cinta pada orang asing. Lagi-lagi dia bingung lelaki mana yang di tunjuk. Embun memilih lelaki kedua yang sedang asyik pada tumpukan bahan.
“Assalamualaikum, Kak. Maaf mengganggu sebentar.” Sapa embun malu-malu.
“Maaf, saya lagi banyak kerjaan. Jadi saya tidak bisa di ganggu. Kamu mahasiswa baru kan?” Embun mengangguk-anggukkan kepalanya.

Embun menoleh kearah Darren cs. Seakan memberi kode pada dirinya untuk terus melanjutkan rencana. Tangannya menggenggam erat ujung bajunya. Rasa canggung dan grogi menyapa dirinya. Lama dia terdiam. Menarik nafas dalam-dalam.

“Maaf saya banyak pekerjaan...”

“Kak, saya cinta sama kakak. Sejak pertama kali melihat kakak disini jantung saya sudah berdebar. Kakak tahu nama saya Embun, memberikan kedamaian pada setiap orang yang di dekatnya.” Embun melirik nama yang tertengger di kantong jas pemuda.

“Kakak tahu kan, Di mana ada Fajar pasti ada Embun. Nama kita di pertemukan seakan memberi tanda semesta merestui kita.” Darren mendengar ucapan embun hanya bisa melongo.
Pemuda itu terdiam mendengar pernyataan cinta gadis asing di depannya. Entah magnet apa yang membuatnya mengikuti permainan gadis itu. Tubuhnya yang tegap dan tinggi pun kembali melabuhkan ke tempat duduk semula. Bak terkena sihir yang kuat, dia menopang dagunya hanya untuk mendengar gadis itu bicara.

“Bro, bagaimana ini? Masa dia malah nembak asdos. Padahal yang kita suruh bukan kak Fajar. Gawat salah sasaran ini namanya.” Bisik Adol.
“Kayaknya ini seru, Dol.” Kata Darren penuh semangat.
“Seru apanya?”
“Bukankah dia beberapa kali menolak perempuan? Nah kita lihat apa si bening embun ini bisa menggaet asdos kita. Kalau di tolak kan dia yang malu sama satu kampus.”

“Nama kamu siapa?” tanya pemuda itu.

“Embun. Sebening embun, panggil saja aku Embun.” Gadis itu memberikan secarik kertas pada pemuda di hadapannya.

Kakak saya minta maaf. Saya di minta kakak senior untuk menyatakan cinta sama kakak. Tolong jangan di permalukan depan umum. Anggap saja tidak terjadi apa-apa.

Fajar tersenyum kecil membaca surat dari Embun lalu mengembalikan kertas pada gadis itu.
Ada tulisan balasan di belakang kertas yang dia pegang.

“Mulai sekarang kamu jadi pacarku yang sebenarnya. Ucapan itu janji dan janji adalah hutang.”

Embun membulatkan matanya.

Jam istirahat telah tiba. Embun mencari tempat duduk untuk melepas rasa lelahnya. Kejadian tadi dia anggap angin lalu. Toh lelaki yang mengaku pacarnya sudah kembali ke aktivitas semula. Tas berbahan karung berisi beberapa minuman mineral. Sengaja dia bawa lebih dari satu. Takutnya dia susah mendapati kantin. Nyatanya ekspetasinya salah, kantin tetap beroperasi walaupun sedang masa ospek. Beberapa mahasiswa senior sudah memenuhi area kantin. Embun merasa sungkan di dekat mereka. Tak lama ada memegang pundaknya, menuntunnya duduk diantara beberapa senior. Dia adalah Darren. Lelaki yang tadi buat dia malu di depan banyak orang. Hanya karena terlambat datang harus menyatakan cinta pada lelaki asing.
“Aku minta maaf soal tadi, Bun. Sebenarnya kamu tadi salah nembak orang. Yang aku suruh itu Yosep bukan kak Fajar. Tapi Kenapa kamu malah pilih kak Fajar. Dia itu dingin sama semua perempuan. Aku rasa dia suka sesama jenis, buktinya sepanjang dia jadi mahasiswa disini tidak pernah dekat dengan perempuan. Apa dia tadi menolak mu juga?” kata Darren.

“Enggak. Dia tidak menerima ku dan juga tidak menolak ku.” Kata Embun sekenanya.

“Benar kan dugaanku. Itu kak Thalia.” Darren menunjuk gadis yang duduk di seberang mereka.
“Kak Thalia banyak di bantu sama kak Fajar. Sikap kak Fajar seakan kasih harapan gitu. Tapi nyatanya dia di tolak sama kak Fajar. Alasannya satu, dia merasa tidak ada feeling sama kak Thalia. Padahal kurang apa kak Thalia.”
“Tapi benar yang di bilang kak Fajar, hati itu tidak bisa di paksakan. Kalau tetap di jalani yang tersiksa si cewek.” Jawab Embun.
“Oh, kalau dari pikiran cewek mah selalu begitu. By the way pulang nanti boleh kan aku antar. Untuk perkenalan awal kita.”
Embun menggeleng, sudah pasti anak buah papanya yang akan menjemput. Sudah sejak zaman SMP dia di tunggu sama papanya. Kadang papanya menyuruh asisten menjemput dirinya. Sudah hapal di luar kepala sikap papanya yang protektif. Anehnya adiknya lintang tidak pernah di kekang seperti itu. Apa mungkin mereka tidak sedarah. Entahlah Embun enggan berspekulasi.
“ Nanti malam ada acara penutupan ospek. Jadi semua mahasiswa dan mahasiswi baru harus ikut berpartisipasi. Kamu ikut kan?”
“Aku bilang sama papa dulu.” Embun meraih teleponnya mengabari terkait acara di kampusnya.
“Papa tidak akan izinkan kamu ikut. Suka tidak suka kamu tetap pulang ke rumah, nanti papa suruh David buat jemput.”
“Pa, kalau aku tidak ikut nanti bermasalah di akademik kampus. Aku juga tidak enak sama teman yang lain.” Rengek Embun.
“Pokoknya kamu tidak boleh ikut. Mana panitia kampus kamu biar papa yang bicara.” Embun enggan menyerahkan teleponnya pada Darren cs. Yang ada dia di tertawakan sama orang-orang di kampus..

Selesai istirahat mereka pun kembali berkumpul di lapangan. Embun dan beberapa teman seangkatannya sudah berada dalam barisan. Mata Embun menangkap sosok lelaki yang berjalan bersama beberapa mahasiswi. Mereka terlihat akrab, pemuda itu tetap fokus berbicara tanpa melempar pandangan lain.
“Kenapa aku harus peduli sama tuh cowok? Mau dia sama siapa juga bukan urusan aku.” Keluh Embun.
Setelah dia kembali fokus pada kegiatan di lapangan. Mata pemuda itu memandang ke arah gadis yang berada di barisan paling belakang. Senyumnya mengembang lalu masuk dalam ruangan kelas.







Fajar Untuk Embun ( Pindah Ke Noveltoon)Where stories live. Discover now