Papaku protektif

16 2 0
                                    

Pukul 14.00



Selesai mata kuliah Embun pun pergi ke kantin kampus. Dengan alasan menumpang cuci piring. Tentu saja yang dia bersihkan tempat makan dua tingkat milik Fajar. Tidak enak mengembalikan barang dalam keadaan kotor.

Setelah cuci piring embun pun meninggalkan kantin. Berjalan menuju area gedung belajar. Dia masih buta akses sekitar kampus. Pada akhirnya dia bertanya pada salah satu mahasiswi.

“Kak maaf mau tanya ruangan pak Fajar di mana, ya?” Tanya Embun.

“Owh, Fajar asdos. Kayaknya dia sering di aula kampus. Kan dia juga lagi bimbingan skripsi.” Jelas mahasiswa yang bernama Arif.

“Aula ya? Terimakasih, kak.” Embun pun berjalan menuju aula kampus. Suasana kampus terlihat sepi, masih ada sebagian mahasiswa beraktivitas. Kebanyakan sudah memasuki kuliah sore. Embun mendapati papan nama bertuliskan aula serbaguna. Kepalanya menyembul untuk melihat apa ada kehidupan disana.

“Ramai juga di sini. Baru tahu gedung seperti ini boleh di jadikan tempat nongkrong mahasiswa.” Kata Embun dalam hati.



Langkah kakinya mengitari sekitar aula. Matanya menangkap sebuah taman di belakang aula. Banyak tanaman yang menurutnya unik dan cantik. Dia sudah memasuki area taman, di mana banyak bunga warna-warni. Di tambah ada banyak spot selfie. 

“Kamu harus lebih giat lagi, Nak.  Kamu sudah masuk semester sembilan artinya sudah terlalu tua disini.”  Suara lelaki dewasa terdengar paruh baya.



“Terimakasih atas semangatnya,Pak.”  Fajar dan dosennya berbalik arah. Sesuai tujuan masing-masing.



Fajar melihat embun sedang memandang ke arah taman belakang aula. Perlahan langkah mendekati gadis itu. Kapan lagi bisa bicara sedekat ini.



“Cantik ya, tapi aku merasa lebih indah bidadari di sampingku.”  Embun tersentak mendengar ada bicara kepadanya.



Kini keduanya saling bertatapan. Embun merasa jantungnya berdetak lebih kencang. Apalagi saat Fajar memegang kedua tangannya. Kini jarak mereka sangat dekat. Pesona lelaki itu sangat kuat. Embun memilih membuang muka.



“Papa tidak akan mentolerir siapapun yang melangggar. Kamu dan Lintang tidak boleh mendekat pada pria manapun. Karena hanya papa yang boleh menentukan pasangan kalian.”



Embun segera melepaskan tangan Fajar dengan kasar. Segera dia ingat tujuan utamanya menemui pemuda itu.



“Ini saya mau  mengembalikan tempat makanan anda. Terimakasih atas perhatian dan maaf jangan lagi memberikan saya harapan. Karena saya tidak akan pernah membuka hati untuk anda.” Embun langsung berlari meninggalkan fajar sendirian.



“Tunggu!”Fajar berusaha mengejar Embun.  Mereka sudah berdiri di depan gerbang. Fajar berusaha menahan Embun, sayangnya Embun mengelak.

"Ada apa lagi kak? Saya tidak punya banyak waktu dengan anda." Embun menghempaskan tangan Fajar dengan kasar. Bagai angin berhembus cepat embun segera berlari meninggalkan area kampus.


Embun bersembunyi di balik dinding teras gerbang kampus.  Nafasnya terputus-putus, merebahkan punggungnya di dinding.


“kamu kenapa, Embun?”



“Papa!”



Embun baru saja duduk di kursi mobil. Meletakkan barang bawaan kuliahnya di sebelahnya. Seperti biasa ada Lintang yang dengan segala celotehan, menceritakan permasalahan di sekolah nya. Saat ini Lintang sudah kelas tiga. Adiknya lebih tertarik dengan dunia fashion ketimbang kuliah di universitas akademik.

Akan tetapi Lintang pasti sudah diatur papanya untuk tempat kuliah. Sama seperti dirinya yang mau ambil jurusan psikologi tapi diminta kuliah jurusan manajemen.  Katanya biar ada yang bantu atau gantikan perkejaannya. Papanya sekarang menjabat sebagai general manajer di perusahaan property. Papa punya cita-cita mau buka usaha property setelah pensiun. Dia bahkan bilang mau cari menantu yang bisa jadi asistennya. Untuk menggantikan di usahanya nanti. Tapi bagi Embun obsesi papanya berlebihan. Masa usaha sendiri suruh menantu yang pegang. Kenapa bukan dia dan Lintang saja? Kalaupun bukan anak tehnik sipil paling tidak dia paham manajemennya.

“lintang mana, Pa? Belum di jemput ya? Bukannya sekolah Lintang searah sama kantor papa?” tanya Embun
“Lintang pergi tugas belajar di tempat Rina. Tadi papa yang antar ke rumah Rina. Kamu di depan, Bun. Papa pengen ngobrol tidak enak kalau ngobrol sementara kamu di belakang.”

Embun pun akhirnya pindah ke depan. Sudah duduk manis di samping papanya. Trias menghidupkan mobilnya meninggalkan area kampus. Embun hanya memandang kearah parkiran motor. Memperhatikan sosok yang berjalan kearah parkiran. Ada Kinar teman baiknya berjalan bersama dengan Fajar.

Kinar munafik! Dia yang kemarin mendukung aku membuka hatinya pada kak Fajar. Ternyata dia juga suka sama kak Fajar.
Aduh kenapa juga aku pikirin soal mereka. Lagian juga kak Fajar bukan siapa-siapa aku.

Mobil yang di kendarai Trias dan Embun sudah jauh meninggalkan kampus. Mencoba menghempas pikiran soal Kinara dan Fajar. Toh itu bukan urusan dia. Pandangannya menoleh kearah papa Trias. Lelaki itu masih bungkam padahal tadi bilang ada yang mau di bahas.
“Tadi katanya ada yang mau di bahas? Ada apa, Pa?”

Trias menghentikan laju mobilnya. Mereka berhenti di daerah yang sepi penduduk. Embun masih menunggu. Kalau sampai sejauh ini perjalanannya Embun yakin ada yang sangat penting untuk di bahas.

“Perusahaan tempat papa bekerja sedang ada masalah. Mereka berseteru dengan salah satu pabrik teh di Lembang. Kalau seandainya papa salah satu orang yang mereka PHK kita pindah ke Jakarta. Seperti janji papa mau buka usaha property mandiri.”

“Aku tidak ikut ya, Pa.  Sudah terlanjur nyaman kuliah di sini. Sudah terlanjur nyaman kuliah di sini. Papa tidak lupa kan? Aku dan Lintang sudah beberapa kali pindah sekolah, Karena dinas papa yang terus berpindah-pindah. Kami  capek, Pa. Biarkan aku dan lintang menyelesaikan sekolah disini saja.”



“Papa tidak mau tahu, selesai lintang ujian akhir kita pindah. Papa akan ajukan pensiun lebih cepat. Kalau kamu dan lintang disini siapa yang menjaga kalian? Nanti kalian malah dekat dekat sama laki-laki sembarangan.”

“bisakah papa percaya pada kami. Okelah kalau soal lintang. Tapi aku sudah besar, pa.  Aku juga ingin sama seperti anak yang lain. Punya teman bisa jalan-jalan.  Lintang saja papa masih percaya untuk ke rumah temannya.  Sementara aku mau keluar rumah saja harus di kawal.”

“siapa bilang? Lintang juga papa utuskan orang mengawalnya.  Jadi kalau memang dia belajar pasti akan ada laporannya.”

Embun mendengus kesal.  Dia capek di kuntit orang orang papanya. 







Fajar Untuk Embun ( Pindah Ke Noveltoon)Where stories live. Discover now