Chapter 3

35 9 0
                                    

Karina baru saja menurunkan standar sepeda berwarna merah muda di sudut toko tersebut. Ia berlari kecil sedikit menjauhi toko lalu menyipitkan bola matanya melihat keseluruhan dekorasi luar toko dengan tema yang baru. Tema yang di pilihnya adalah bernuansa vintage. Setelah merasa puas dengan tata letak dekorasi luar toko, ia berjalan mendekati keranjang bunga dan sedikit merapikan beberapa kelopak bunga mawar merah yang berbeda arah dari yang lain.

Ia segera masuk ke dalam toko tersebut menuju meja kasir untuk merapikan barang-barang yang tergeletak di atas meja. Ia menghela napas seraya membaca buku besar pengeluaran toko yang cukup membuatnya gigit jari. Ia tidak membuka toko sekitar tiga hari saja, sudah membuat keuangannya terdesak. Mungkin, jika tidak ada hutang apapun, hidupnya akan lebih sedikit tenang. Satu hal yang pasti, jika ia terlahir kembali, ia tidak akan pernah mau masuk ke dalam jurang hutang dengan keadaan terdesak sekalipun.

Ia melirik jarum jam dinding toko yang menunjukkan pukul dua siang. Biasanya, beberapa pelanggan akan datang kepadanya dengan pesanan yang tak pernah berubah, namun sudah satu jam lamanya belum ada yang datang. Ia pun membuka layar ponselnya, dan mengangkat sedikit sudut bibirnya saat membaca pesan dari Minjeong yang akan datang pada akhir pekan. Senyumannya sedikit melebar saat ia mengirimkan guyonan untuk minum soju bersama, dan di balas Minjeong oleh gambar stiker pesan yang membuatnya sedikit terhibur. Suara lonceng saat pintu di buka oleh seseorang membuat Karina langsung menoleh dengan senyuman ramah.

"Selamat dat-"

Pupil matanya sedikit melebar mengenali pemilik wajah yang menyeringai tipis kepadanya. Naluri alaminya langsung membuat tubuhnya berjongkok bertamengkan meja kasir. Ia meringis pelan seraya merutuk pria itu di dalam batinnya.

"Hei, Byuntae. Keluar, jangan bersembunyi."

Karina menghela napasnya pelan seraya memasang wajah ketusnya untuk Jeno. Ia tidak mungkin membiarkan wajah malunya di lihat oleh pria itu. Tidak akan pernah. Ia langsung berdiri seraya menunjukkan sebuah pulpen pada Jeno.

"Aku tidak bersembunyi, hanya mengambil pulpen yang jatuh. Kau pikir aku takut padamu?!" Sungutnya.

Jeno menaikkan alisnya sambil menatap raut wajah Karina, "Takut?" Ucapnya dengan menyunggingkan senyuman kecil, walaupun wajah wanita itu terlihat kesal, ia bisa melihat ada sikap kikuk di dalamnya.

"Jeno-ssi, kalau kau ingin membicarakan permasalahan bokongmu, lebih baik di rumah saja, karena aku sedang bekerja, aku harap kau memahami maksudku, terima kasih." Ucapnya dengan nada ramah yang susah payah ia lakukan untuk pria itu.

Jeno mengangguk singkat, "Baiklah, dan juga aku ingin sebuah peraturan baru di rumah, karena bagaimanapun juga aku sudah satu atap denganmu."

"MWOYA?!, SATU ATAP?!"

Sebuah teriakan mengejutkan membuat Karina maupun Jeno melihat seorang pria bertubuh sedikit gempal menghampiri mereka dengan wajah kaget.

"Jangan bilang kau diam-diam sudah menikah, Rina-ya?" Tuduh pria tersebut pada Karina yang hanya menghela napas kasar.

"Aniya, Shindong oppa, mana mungkin aku bisa menikah dengan hutang yang masih menumpuk itu." Jawabnya.

Jeno mengernyit samar seraya menatap Karina yang kini berjalan mendekati pria tersebut. Ia sedikit merasa kikuk saat pria tersebut menyipitkan bola matanya, menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kaki.

"Lalu siapa pria ini?, aku tidak tahu kalau kau punya kekasih." Ucap Shindong.

Karina menggeleng cepat, "Dia penyewa baru kamar rumahku, oppa." Jelasnya seraya memberikan selembar kertas yang berisi daftar barang kebutuhan toko yang harus di bawa oleh Shindong.

ENCHANTEDWhere stories live. Discover now