02. Tanda Tanya

172 86 257
                                    

"Apa yang membuat khawatir menguasaimu?"

-Dafi Athallah-

----- ----- -----

"Hadwin"

"Hadwin"

"Woi, ngapain lu? Ngalamun?"

Terlihat Hadwin terkejut mendengar kalimatku. Aku menegurnya karena tadi Hadwin terlihat sedang termenung, entah memikirkan apa.

Hadwin meringis. Kemudian berlari meninggalkanku yang terkejut melihat dirinya pergi tanpa menunggu.

"Yah tetapi jangan cepet-cepet begitu, kasihan gue capek ngejar lu"

Kami berdua berlari sebisa kaki kami mampu ke arah kelas 8A, namun saat di depan kelas Hadwin nyaris saja menambrak wanita sekolah yang terlihat ingin menuruni tangga. Hmm, cantik juga cewek itu.

"Ma-maafkan saya, enggak sengaja menabrak. Lain kali saya akan hati-hati."

Dengan wajah menunduk wanita itu mengucapkan maafnya. Hadwin menatap ke arah lain dengan sikap cuek, sebaliknya wanita itu pergi meninggalkan kami.

Suaranya lembut sekali, wajahnya cantik bersinar dengan polesan make up tipis membuatnya tampak memesona. Eh, malah jadi mikirin cewek tadi.

"Bagaimana sih lu? Itu ada cewek minta maaf kok gak lu jawab," selorohku sambil cengengesan. Ini untuk menutupi pikiranku tadi. Ah, sudah malah diingat terus. Malu aku.

"Terserah aku lah, mau njawab apa enggak itu urusan aku"

Hadwin menjawab dengan napas kasar sambil berjalan masuk kelas dan mencari bangku.

Aku tersenyum geli. Sudah kuduga dia akan menjawab seperti itu. Pantas saja banyak cewek yang patah hati. Ampunilah dia, Ya Tuhan.

"Iya iya, begitu saja kesal. Pantas saja dijuluki bad boy sama cewek-cewek."

"Apaan sih, julukan bad boy-ku itu kan cuma karena auraku. Aku tidak bad boy sungguhan," gerutu Hadwin diiringi suara tas yang digeletakkan di bangku dengan kasar.

"Iya iya, sorry. Kamu memang aneh sih."

Kring!Kring!Kring!

***

--Istirahat--

"Ya Tuhan, gue lelah sekali hari ini. Aku ingin pulang lalu tidur."

Ini sekian kalinya ku mengaduh. Namun, kulihat Hadwin mendengus kesal.

Aku punya tanda tanya besar di pikiranku. Apakah Hadwin ada masalah? Akhir-akhir ini kupandang pandangannya tidak dia fokuskan pada pembahasan pelajaran saat itu. Sering juga ku pergoki dia sedang minum obat diam-diam. Apa arti semua ini? Sudahlah, lebih baik aku beli mie ayam dulu.

"Gue mau beli mie ayam dulu ya. Lu mau ikut?"

Dengan cepat Hadwin tampak mengeluarkan dompetnya dari saku. Terlihat dia sedang menghitung isi dompetnya, namun wajahnya memancarkan cahaya lesu. Mungkin sudah selesai menghitung.

"Bagaimana?"

Kepalanya dia gelengkan, "aku gak ikut beli deh."

"Oh. Tunggu sebentar ya," jawabku. Kulangkahkan sepasang kaki ini di lantai yang mengarah ke stand kantin. Kutinggalkan dia sendirian di meja kantin diiringi pikiran berkecamuk di kepala.

[Hiatus] Who Am I ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang