[4] Guilty

697 88 4
                                    

Hampir dua jam Liam menangis di pelukan James, dan kini bukan hanya Liam tetapi James sendiri pun ikut meluruhkan air mata, sebab itu satu-satunya cara untuk memendam getir yang ia hadapi kali ini. Ia tidak tahu lagi harus bagaimana, Liam tidak membiarkannya tenang barang semenit saja.

Tangis bocah itu tidak bisa ditukar dengan kalimat-kalimat penenang, tidak juga dengan rayuan, hal tersebut membuat James mulai kehilangan kesabaran.

Pekerjaan rumah belum selesai, Simon akan pulang sebentar lagi, semuanya berantakan dan James belum membuat makan malam. Hugo juga tidak bisa datang membantunya kali ini, James tidak terbiasa menghadapi ini sendirian, ia tidak tahu apa yang Liam mau, membahasakan tangisnya saja James tidak mampu.

Liam merampas waktu James sejak kelahirannya, begitulah yang James pikirkan saat ia tidak berhasil membuat Sang putra diam.

"Liam kumohon, aku tidak tahu apa yang kau mau! Kenapa kau tidak bisa diam?!"

James sudah mencoba membuat susu dan memberikannya pada Liam karena ia tidak memiliki asi, tapi anak itu tidak mau. James kelelahan, ia kewalahan karena tidak ada yang membantunya hari ini.

James juga menerima tiga panggilan dari tetangga yang mengeluh terganggu dengan tangisan Liam, mereka bahkan tidak meminta maaf kalau-kalau James merasa tersinggung dengan keluhan mereka. Apakah mereka pikir dirinya tidak berusaha menenangkan Liam?

Oh astaga, hal ini membuat laki-laki itu semakin stress saja.

"Liam, sudah ya? Ayahmu akan pulang, bagaimana jika dia memarahiku karena aku tidak becus mengurus rumah? Tenanglah, kumohon...."

"Sayang, ada apa?" Tiba-tiba pintu rumah dibuka oleh Simon yang baru saja pulang, ditanya seperti itu justru membuat tangis James pecah. Ia tidak kuat bicara lagi, hal tersebut membuat Simon melempar tas kerjanya ke sofa dan berlari kecil menuju istri dan anaknya.

Pria itu memeluk James, membiarkan yang lebih muda menangis kencang di bahunya, sesekali ia menyelipkan kalimat penenang. Ada dua orang yang menangis sekarang, Simon bingung harus bagaimana sebab ia tidak tahu apa masalahnya.

Sejak sampai di area rumah, ia mendengar tangis Liam dari luar dan melihat para tetangga memandangi rumahnya sembari bergosip, padahal kalau dipikir-pikir ini sudah malam. Apa yang terjadi sebenarnya?

"Simon, Liam tidak mau diam.... Para tetangga menelepon dan memaki-ku karena mereka terganggu...."

Jadi itu masalahnya...

Simon menghela, "Kau sudah mencoba memberinya susu?"

"Sudah.... tapi dia tidak mau dan malah menangis semakin keras, aku tidak tahu harus bagaimana...."

Simon meraih dot berisi susu di meja, matanya melebar merasakan panas yang cukup tajam menyapa telapaknya. Susu ini terlalu panas untuk Liam, pantas saja. Namun bagaimana James tidak menyadarinya?

Pria itu dengan sengaja meneteskan isinya di lengan James, membuat laki-laki tersebut sedikit berjengit dan berteriak kesal. "Apa yang kau lakukan?!"

"Sayang, susu ini terlalu panas, bagaimana kau bisa memberikannya pada Liam? Sekarang berhenti menangis dan duduklah, aku akan buatkan yang baru, untuk sementara gunakan kelingkingmu."

Simon menuntun kelingking James untuk digunakan sebagai pengganti dot saat dirinya akan membuat susu yang baru, dan hal itu berhasil membuat Liam diam. Melihat ini James menjadi sangat kesal, mengapa tidak ia lakukan hal ini dari awal? Dan bagaimana susunya bisa menjadi panas seperti itu?

"Sudah, tidak apa-apa. Duduklah, kau pasti lelah."

——o0o——

Liam akhirnya berhasil ditidurkan setelah meminum susu yang dibuat oleh Simon, James meletakkan bocah itu perlahan ke ranjang bayi lalu sedikit menggoyangkan benda tersebut. Dirasa sudah bisa ditinggal, ia pergi dari kamar dan berniat membereskan rumah meskipun tampaknya sudah larut.

Ia melirik Simon yang sedang menonton TV, "Kau ingin makan apa? Maaf ya, aku belum memasak apapun."

Simon mematikan televisi, pria itu beranjak menghampiri James yang masih setia di tempatnya. Sedikit ia perhatikan wajah Sang istri, pucat dan kelelahan. Dari banyaknya hal yang bisa James jelaskan, mengapa ia malah bertanya tentang makan malam? Simon penasaran namun segan bertanya jika bukan James sendiri yang berniat menjelaskan.

Simon membuka tangan, ia kembali membawa James dalam pelukannya, memberikan raga dan bahu untuk bersandar. James tercekat, pelukan inilah yang ia tunggu selama ini, pelukan yang sempat menjadi belati kini sehangat unggun yang menyala dengan berani. Ia membalas, jemarinya meremas kaus Sang pria; meminta belas kasihnya.

"Lain kali jika kau kesulitan, hubungi aku, dan kalaupun aku tak bisa hadir, setidaknya aku bisa mengirim orang lain untuk membantumu. Liam juga putraku, bukan?"

"Maaf, aku masih kesal padamu, jadi aku meminta bantuan pada Hugo, tapi dia tidak bisa hari ini."

"Kau kesal padaku karena masalah itu 'kan? Kau tidak salah, maafkan aku. Seharusnya aku mengerti kondisimu. Maaf, James." Simon membubuhkan kecupan di leher James dan menduselnya, membuat yang lebih muda bergerak menghindar, James tidak nyaman karena ia sendiri belum mandi, dan Simon tidak suka orang dengan bau badan menyengat.

Yah, meskipun James tidak seperti itu, tetap saja ia tak percaya diri.

"Simon hentikan, aku belum mandi."

"Ayo mandi bersama," ajak Simon, gamblang.

"Aku mau, tapi kau 'kan sudah mandi?"

"Aku tak masalah mandi dua kali."

Pelukan itu terurai, Simon menyambar bibir James yang lunak dan basah, cinta yang layu bagai bunga gugur itu kini mengelopak seperti mawar merah. Simon berusaha membayar dosanya, menebusnya dengan cinta baru, yang lebih besar dan matang.

Namun kali ini tampaknya perasaan menggebu-gebu itu tidak diterima cukup baik oleh James, ia bahkan melepas paksa ciuman mereka dan mendorong Simon menjauh.

"Jika hanya mandi, aku mau. Tapi aku tidak bisa jika untuk urusan lain, aku sangat lelah hari ini," ujarnya. Dengan wajahnya yang sendu ia merayu Sang pria, jemarinya mengusap rahang Simon, menyalurkan iba-nya.

"Tak apa, kita bisa melakukannya lain kali. Aku juga lelah, tapi jujur saja melihat kalian berdua ada bersamaku, itu membayar rasa lelahku."

James tersentuh, matanya berkaca. "Sungguh?"

"Ya, menyadari kau tetap bersamaku membuatku lega. Dan ngomong-ngomong, aku memiliki rencana untuk hari minggu."

"Apa itu?"

"Aku ingin menitipkan Liam pada Mama, karena aku ingin duduk bersamamu, minum kopi, menyandarkan kepalaku di bahumu dan melupakan semua masalah yang ada. Aku ingin menghabiskan waktu berdua denganmu."


——o0o——

hallowwwwww memuaskan tidakk hayoo??

NEXT>>>>

CARDIGAN || JAEMJENOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz