Bab 26. Rangkaian Harapan

1.3K 127 49
                                    

Ning, tetaplah jadi purnama.

Yang menggantung tinggi di angkasa.

Hingga sekalut dan secarut apapun hatiku, kepalaku akan tetap tegak menengadah ke sana.

--

Ning, tetaplah benderang.

Menerangi jalanan yang dilalui orang-orang.

Hingga segelap dan sekelam apapun malam, aku akan selalu menemukan jalan pulang.

--

Ning, jika engkau adalah amin-ku, maka tunggu aku sempurnakan iman-ku.

Kafa, dalam naungan kubah masjid Al-Dalhar

---

Kafa mengatupkan buku binder-nya. Malam itu, setelah sekian lama, tiba-tiba ia begitu merindukan sang gadis yang berpendar bak rembulan, Ning Manunal Ahna.

Di bawah baris puisi itu, Kafa menyematkan sebuah foto. Di sana, Kafa, Ning Una, beberapa mentor lain beserta peserta didik MQK-nya tengah mengangkat piala.

Event MQK se-Kabupaten Bantul yang diikuti ratusan santriwan dan santriwati perwakilan tujuh belas pondok pesantren se-Kabupaten Bantul itu sudah berlalu beberapa bulan lalu.

Alhamdulillah, cabang kitab Fathul Qorib, Fathul Mu'in serta beberapa cabang lain berhasil menyabet juara satu dan dua.

Kafa ingat saat itu beberapa kali ia melihat rona bahagia memancar di wajah Ning Una. Gadis itu bahkan sempat tersenyum dan mengucapkan selamat padanya.

Itu adalah terakhir kali Kafa melihat Ning Una. Setelahnya, mereka tak pernah lagi bertemu, bahkan sekedar berpapasan. Entah itu di kampus, maupun di pondok.

Kafa sibuk mengejar mimpi-mimpinya, begitu juga dengan Ning Una.

Ah, Kafa jadi teringat kata-kata Idham dan Reza dulu;

Ning Una itu bidadarinya Al-Dalhar, dia hanya akan turun di saat acara-acara besar saja seperti acara harlah pesantren, haul masyaikh, dan lain-lain.

Ternyata benar, jika tak berkepentingan, susah sekali bertemu atau sekedar berpapasan dengan gadis itu.

Di lantai tiga masjid jami' Al-Dalhar, Kafa tengah sibuk muroja'ah hafalan Al-Qur'an-nya. Tak banyak santri yang tahu jika Kafa menghafal Al-Qur'an. Kecuali Idham dan Reza, kedua pemuda itu bukan hanya tahu kalau Kafa sudah lama menghafal Al-Qur'an, tapi juga tahu kalau Kafa tengah mempersiapkan diri untuk mendapatkan beasiswa S2 ke Timur Tengah. Dan salah satu syaratnya adalah hafal Qur'an minimal lima juz.

Awalnya, Kafa berencana menjadikan Universitas Al-Azhar, Mesir sebagai pilihannya. Namun, dari banyak info yang ia gali, tidak seperti beasiswa S1, sulit sekali mendapatkan beasiswa S2 ke Al-Azhar karena baik Kemenag maupun Duta Besar Mesir di Indonesia tak lagi menyediakan beasiswa tersebut sejak terakhir memberangkatkan mahasiswa pada tahun 2011.

Akhirnya, Kafa mantap memilih Institut Darul Hadis Al-Hasaniyya, Maroko. Meski tembus ke sana tidak akan mudah, karena Institusi tersebut terkenal begitu selektif dalam memberikan muwafaqoh pada mahasiswa asing. Kuotanya pun sangat terbatas. Meski begitu, Kafa yakin semakin sulit dan terjalnya jalan yang ditempuh, semakin berkualitas pula keilmuan dan karakter mahasiswa yang dicetaknya.

"Mas Kafa?" sapa Gus Ula yang tiba-tiba sudah berada di belakang tubuhnya. Setelah bersalaman, pemuda itu mengutarakan maksudnya. "Aku mau nyampain pesan dari Bu Nyai Fatma, beliau meminta sampeyan besok jadi MC di acara haul Al-Maghfurlah Kyai Fardan."

NING, Dan Sebuah Kisah Dalam Hening Where stories live. Discover now