"Saya rasa sudah cukup jelas, dokter."
Tapi sepertinya bukan Aida sasaran yang ingin diajak bicara oleh Silvy. Terbukti dari Silvy yang tersenyum pada pria yang masih berdiri sekitar dua meter dari posisi duduknya.
"Terima kasih sudah mengingatkan, dokter Silvy."
Heish, dokter ini usil sekali dia. Tak tahukah nyawaku sudah di ujung tanduk kalau dia menyinggung Masako? Sungguh keisengan Silvy ini bagai mendorong Aida ketepian jurang, menurut pikiran Aida. Terbayang sudah keributan seperti apan nanti dengan Reiko.
Mana aku belum makan lagi, lelah sekali. Aida berbisik lirih dan memilih tak merespon lagi.
Untung saja Silvy tidak bicara macam-macam lagi. Dia hanya menanyakan hal-hal standar seperti apakah terasa sakit dan bagaimana nanti Aida harus merawat luka-lukanya itu.
"Nah, sudah selesai."
Akhirnya setelah 2 jam kedua dokter itu berhasil menyelesaikan pekerjaan mereka. Ini agak lama karena memang serpihannya halus dan mereka memang berhati-hati sekali. Terutama Alif, dia juga harus membersihkan dulu luka di kaki yang sudah mulai bernanah. Luka robek yang besar itu juga harus dijahit. Entah berapa jahitan di kaki Aida.
"Tolong jangan jalan dulu ya untuk tiga hari ini. Soalnya khawatir nanti robek lagi walaupun ini sudah diperban sih. Tapi usahakan jangan dibebani dengan berat tubuh dulu."
Habislah aku. Matilah aku kalau begini. Apa aku minta mereka untuk menyiapkan perawat ya untukku? bisik hati Aida tapi saat itu juga dia mengurungkan niatnya.
Karena,
Dia pasti tidak akan membiarkan seorang pun tahu kalau pasangan zinanya tinggal di apartemen ini, keluh Aida yang merasa kalau semua keinginannya itu tidak mungkin terwujud.
"Baik dokter Silvy. Tapi apa perbannya itu anti air?"
"Oh iya, pak Reiko. Luka di kaki ini lumayan lebar soalnya, kaki kiri saya jahit tadi delapan jahitan, yang kanan ada tiga jahitan yang dipisah yang lima jahitan yang satu empat jahitan dan yang satunya agak panjang di pinggir ini tujuh jahitan. Makanya perbannya anti air. Jadi kalau mau mandi tidak perlu dibuka tidak apa-apa." Alif yang merespon lebih dulu.
"Tapi yang di tangan ini tidak anti air ya, pak Reiko. Jadi nanti diganti kasanya setiap hari, dua kali sehari setelah mandi."
Luka di tangan tidak separah di kaki dan yang di tangan itu semuanya halus-halus pecahannya. Jadi tidak ada robek tapi di kaki itu ada yang sempat menancap tajam dan ini robeknya lumayan lebar di dalamnya itu pecahan yang kecil-kecilnya yang lumayan banyak. Sehingga tadi memang Alif agak sedikit kesulitan untuk mengoreknya.
"Dan ini masih ada pengaruh anastesinya. jadi enggak akan sakit. Tapi nanti setelah efek biusnya hilang, pasti cenut-cenut lagi. Jadi, untuk menghindari demam dan nyeri, ada obat pereda neyeri dan demamnya. Untuk pereda nyerinya bisa diminum sekarang kalau sudah makan ya. Khawatir tadi perutnya kembung kalau langsung dimakan sekarang."
"Iya dokter terima kasih."
Lagi-lagi Reiko yang merespon karena Aida tak berani mengungkapkan satu kata pun.
Selalu saja Silvy mencari celah untuk mengatakan sesuatu yang memancingnya.
"Kalau begitu, kami pamit dulu ya. Tiga hari lagi kami akan datang untuk mengecek kondisimu ya Aida."
"Baik dokter. Terima kasih ya," ucap Aida karena Silvy kali ini menatapnya dan seakan memang ingin Aida yang merespon.
"Kami pamit dulu Pak Reiko. Saya rasa sudah selesai kecuali kalau suami saya masih ada yang ingin dibicarakan dengan Anda."

ESTÁS LEYENDO
Bidadari (Bab 1 - Bab 200)
Romance"Kamu sudah ga punya dua keistimewaan sebagai wanita! Kamu pikir aku dan keluargaku gila mau menjadikanmu istriku, hmm?" Jika Aida Tazkia bukan anak orang kaya, dirinya juga tak memiliki bentuk tubuh yang sesuai dengan kriteria Reiko Byakta Adiwijay...