21

1K 29 9
                                    

Runa terdiam sejenak mencerna pengakuan Zia barusan, ia masih tak percaya dengan apa yang di katakan putrinya.

"Kak."

Zia menundukkan kepala, ia tak sanggup melakukan eye contact dengan sang mama.

"Maaf ma."

Runa mengetatkan rahang, bola matanya secara tersirat memercikan api kemarahan kepada Zia. "sejak kapan kak?"

Zia mengepalkan kedua tangannya lalu menelan ludahnya kasar, sebelum kembali bersuara. "kurang lebih setengah bulan ma."

Alina tiba di sebalah Runa, namun wanita itu tak menghiraukan kehadiran Alina. "putusin dia kak."

Zia mengangkat kepalanya lalu menatap Runa dengan sorot mata memohon. "ma. Kakak ngga bisa," lirih Zia.

Runa mundur satu langkah, membuat tangan Zia urung memegangi lengannya. "udah berani kamu ngelawan mama, Zia?"

Alina bersimpuh di depan Runa sambil menundukkan kepala. Hal itu sontak membuat ibu dan anak yang sedang mengapitnya terkejut. "tante saya ngerti mungkin saat ini, tante belum bisa menerima hubungan kami. Tapi saya mohon, beri kami kesempatan untuk saling mencintai tante." 

"Maaf, tapi saya ngga bisa," ketus Runa.

Belum sempat Zia menyentuh lengan Alina untuk menyuruh sang kekasih bangun, Alina justru bersujud sambil memeluk pergelangan kaki Runa. "saya mohon. Jangan pisahkan kami tante, saya ngga bisa hidup tanpa Zia tan." tangis Alina pun pecah, air mata gadis itu membasahi punggung kaki Runa.

"Bangun cantik," ucap Zia memegangi lengan Alina, berusaha menarik sang kekasih dari kaki Runa.

"Saya mohon tante, kasih saya kesempatan untuk memiliki anak tante," ulang Alina lagi.

"Bangun!" seru Runa mengintrupsi Alina.

Alina menarik diri dari kaki Runa, ia mengusap kasar air mata yang tersisa di kelopak matanya. "tante saya mohon, jangan pisahkan saya dengan Zia, sebab Zia sangat berarti di hidup saya tante," ucap Alina sesegukan, namun Runa tak menghiraukan Alina. Ia pergi dari sana tanpa sepatah kata, membuat Alina berdiri dan berniat mengejarnya. "tante…." Zia menahan pergerakan Alina dengan memeluk erat tubuh Alina.

"Kasih mama aku ruang buat ngontrol emosinya dulu cantik, setelah itu baru sama-sama kita temui mama kembali."

Alina membenamkan wajahnya di dada Zia, tubuhnya bergetar, tangis Alina kembali pecah untuk kedua kalinya. "aku takut baby," lirih Alina berbisik.

"Kamu tenang aja ya, aku selalu ada disamping kamu," ucap Zia mengusap punggung Alina menenangkan gadis itu.

Hiks!

Hiks!

Ringtone yang berasal dari ponsel Alina pertanda panggilan masuk, menggema di setiap sudut ruangan. Zia melonggarkan pelukan mereka lalu menatap Alina yang masih menangis. "ponsel kamu bunyi cantik."

Tangis Alina sedikit mereda, Zia membersihkan air mata di wajah Alina lalu mengecup singkat bibir Alina. "jangan nagis lagi ya, udah sana gih. Angkat telpon-nya." Alina pun menyanggupi intruksi Zia sambil sesegukan, gadis itu kembali menghampiri sofa. 

Setiba Alina di sana, ia mengambil benda pipih yang tergeletak di atas sofa lalu mengusap layar benda tersebut ke kanan menggunakan ibu jarinya.

Halo pi

"_"

Ini aku lagi di apartemen pi

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 10 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Unexpected Love ( Tamat ✔ )Where stories live. Discover now