First Kiss

43.4K 130 9
                                    

Setelah Seina berhasil membuka blazernya, terlihatlah di sana lekuk tubuhnya yang seksi, hanya terhalang oleh tank top berwarna merah yang sedikit ketat. Dimas meneguk ludahnya saat memandangi keindahan tubuh Seina yang terlihat mulus dan bersih.

Ditaruhnya blazer itu ke atas meja, Seina pun membenarkan ikatan rambutnya agar tidak menghalangi tangan Dimas nantinya. Dimas hanya menganga melihat keindahan di depan matanya, baru pertama kali ini Dimas melihat tubuh Seina jika sebelumnya Dimas hanya melihat lengannya saja.

"Sudah pak," ucap Seina, seketika Dimas tersadar dari lamunannya dan mengerjap-erjapkan kedua matanya.

"Ah, i-iya, Sei," sahut Dimas dengan gugup.

Selain kulitnya yang putih bersih, Dimas juga melihat buah dada Seina yang begitu padat dan cukup besar, hal itu tentu saja membuat Dimas harus bersusah payah menahan hasrat untuk mendapatkan kepuasan.

"Bapak kenapa?" tanya Seina saat mendapati Dimas yang terdengar gugup.

"Oh, gapapa kok Sei. Ya udah kamu ngadep sana, biar saya pijit."

Seina membelakangi Dimas, dan lelaki itu mulai memijat pundak Seina dengan lembut, sesekali mengelus pelan lengan dan leher jenjang Seina sehingga membuat Seina mengeluarkan desahannya karena merasa keenakan. Itu memang sengaja dilakukan oleh Dimas. Baginya desahan Seina terdengar sangat seksi.

"Ah ... Eh, m-maaf pak, saya nggak sengaja," ucap Seina merasa malu karena sudah mendesah.

"Gapapa Sei, wajar kok. Gimana, pijitan saya enak berarti kan?" goda Dimas, Seina mengangguk dan tersenyum malu-malu.

"Iya pak, ternyata bapak jago mijit juga."

Dimas kembali memijat lembut kedua pundak Seina. Lelaki itu sepertinya sudah tidak tahan melihat lekuk tubuh Seina yang begitu sempurna, juga melihat buah dada Seina yang menyembul seolah meminta untuk dilepaskan dari bra yang dipakai oleh Seina.

Jika saja Dimas tahu dari dulu, mungkin Dimas akan lebih cepat mendekati Seina. Mereka memang sudah dekat, hanya saja kedekatan mereka sebatas bawahan dan atasan saja.

"Sei, kamu udah punya pacar?" tanya Dimas secara tiba-tiba, sontak membuat Seina menoleh sedikit ke arah atasannya.

"Belum pak, kenapa?" tanya Seina balik.

"Ah, baguslah kalo belum punya," gumam Dimas yang masih bisa didengar oleh Seina.

"Bagus kenapa pak?" Seina nampak penasaran.

"Gapapa, jadi kita bisa lebih dekat lagi Sei," ucap Dimas dengan gamblangnya.

Sontak, Seina dibuat kikuk dan kebingungan, tetapi dirinya tidak munafik bahwa Seina merasa senang saat Dimas mengatakan akan lebih dekat lagi dengan dirinya. Seina kembali membelakangi Dimas, dan Dimas kembali memijat pundak Seina.

"Gue gak tahan kalo gini terus," batin Dimas, kemudian dengan nakalnya tangan itu bergerak turun dan melingkar di pinggang Seina.

Dimas memeluk Seina dari belakang, sontak membuat Seina membulatkan matanya sempurna dengan degupan jantungnya yang berdetak kencang. Tatapannya mengarah kepada perutnya yang kini sudah terlingkari oleh tangan kekar Dimas.

"Pak?" panggil Seina.

"Hm?" Dimas menyahut.

"Bapak peluk saya?" Seina masih kebingungan.

Dimas mengangguk di bahu Seina, kemudian menempatkan dagunya di bahu sang sekretaris.

"Iya, Sei. Gapapa kan? Gak bakal ada yang marah kan? Entah kenapa saya pengen banget meluk kamu, rasanya nyaman banget," bisik Dimas. Hal itu membuat Seina merinding, tetapi sejujurnya Seina merasa senang karena Dimas memeluknya, lelaki idamannya itu.

"T-tapi, gimana kalo pacar bapak tau?" Seina sedikit ketakutan.

Dimas tertawa. "Kamu ini, kan saya udah pernah bilang kalo saya belum punya pasangan, jadi kita sama Sei, sama-sama belum punya pasangan. Jadi gak masalah, kan? Atau kamu keberatan saya peluk?" tanya Dimas.

Bukan keberatan, tetapi Seina merasa jantungnya akan jatuh ke atas lantai detik itu juga. Dengan pelan wanita itu menggelengkan kepalanya, Dimas tersenyum melihat itu.

"Sei, gapapa kan saya peluk kamu gini?" Dimas kembali bertanya.

"Gapapa pak, kalo memang bapak merasa nyaman," jawab Seina.

"Nyaman banget. Nggak akan ada yang liat kita disini, aman. Lagian ini perusahaan saya, jadi saya bebas mau ngapain aja," balas Dimas, Seina hanya mengangguk.

"Tapi kamu nyaman juga gak dipeluk gini sama saya? Kalo gak nyaman, saya lepasin." Dimas justru mengeratkan pelukannya di perut Seina.

"Nyaman kok pak," balas Seina, Dimas tersenyum.

Padahal belum lama Dimas memijat pundak Seina, tetapi hasrat ingin memeluknya sungguh hebat. Dimas ingin lebih, tidak hanya sekedar memijat pundak wanita itu, apalagi saat ini Dimas sedang pusing karena gagal mendapatkan tender besar itu.

"Duh, pak Dimas kenapa sih meluk gini? Kan jantung gue jadi gak aman," batin Seina, kemudian meneguk salivanya sendiri.

Dengan penuh kesadaran, CEO perusahaan PT. Dimas Sakti yang nakal itu mencium bahu Seina dengan sensual, hal itu jelas membuat Seina memejamkan matanya dengan degupan jantung yang sangat cepat.

"What? Pak Dimas nyium pundak gue?" batin Seina, lagi-lagi wanita berusaha menelan ludahnya dengan susah payah.

Dimas merasa nyaman memeluk Seina seperti itu, bahkan lelaki itu semakin mempererat pelukannya. Rasanya begitu hangat, apalagi keduanya sedang tidak mengenakan pakaian.

"Sei, beneran kamu belum punya pacar? Atau mungkin lagi deket sama siapa gitu?" Dimas kembali bertanya sembari kembali mencium mesra bahu Seina.

Sungguh wanita itu kebingungan, Seina merasa sangat gugup karena diperlakukan seperti itu oleh atasannya sendiri. Seina memang menyukai Dimas sejak dua tahun ini, lelaki itu memang selalu bersikap baik kepada Seina.

"B-beneran kok pak. Saya belum punya pacar, terus nggak lagi deket sama siapa-siapa juga. Emang kenapa sih pak?" Seina sedikit menolehkan wajahnya ke arah Dimas dengan kekehan kecil yang terukir di bibirnya.

Mendengar itu membuat Dimas semakin mengeratkan pelukannya lantas tersenyum senang. Dimas meraih dagu Seina, lantas memutarkan kepala Seina agar sedikit menghadap ke arah wajahnya sendiri.

Cup!

Satu kecupan singkat nan mesra berhasil mendarat di bibir merah muda Seina, sontak saja membuat Seina membulatkan matanya karena kaget tiba-tiba mendapat serangan ciuman dari atasannya sendiri.

Dimas tersenyum melihat wajah kikuk Seina, lelaki itu kembali meraih wajah Seina dan kembali mencium bibir Seina dengan mesra dan lembut, kali ini cukup lama tidak seperti tadi yang hanya sebuah kecupan singkat.

Merasa nyaman dengan ciuman itu, Seina lantas memejamkan matanya seperti menikmati percumbuan bibir mereka.

•••






DOR! 💣

CEO Nakal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang