Kissing

41.8K 163 21
                                    

"Mmph." Lenguhan Seina saat Dimas masih terus saja mencium bibirnya, bahkan saat ini Dimas melumat bibir Seina dengan sensual.

"Balas ciuman saya, Sei," titah Dimas saat bibirnya terlepas sejenak dari bibir Seina.

Seina merasa kikuk. "T-tapi saya gak enak pak. Bapak kan atasan saya."

"Enakin aja, Sei. Untuk sekarang, anggap saya bukan atasan kamu.

Lagi-lagi Seina merasa canggung, tapi lihatlah, lengan kekar Dimas masih memeluk mesra perut ramping Seina, seakan tidak ingin melepaskannya.

"T-tapi pak ..."

"Kalau begitu, anggap ini perintah dari saya sebagai atasan," tegas Dimas.

Lelaki itu berusaha keras agar Seina membalas ciumannya. Seina tersentak, bagaimana bisa atasannya memerintahkan dirinya untuk mencium bibir atasannya itu? Dimas tersenyum smirk melihat raut wajah Seina.

Wanita itu mengangguk kecil. Jauh di lubuk hatinya, Seina memang ingin sekali membalas ciuman dari atasannya itu, apalagi selama ini Seina sudah mengagumi Dimas, dan mungkin inilah saatnya Seina mendapatkan lelaki itu.

Kedua mata Dimas sudah diselimuti oleh kabut nafsu, lantas lelaki itu kembali meraup bibir Seina dengan sensual. Kali ini Seina membalas ciuman atasannya itu karena sedari tadi Dimas berusaha menggigit bibir Seina.

"Ah," desah Seina di sela-sela ciumannya.

Lidah Dimas berhasil masuk ke dalam mulut Seina, dan kini lidah mereka sedang bertarung di dalam sana. Perlahan Seina mulai menikmati ciuman itu sampai akhirnya wanita itu mengalungkan lengannya di leher Dimas.

Merasakan lengan Seina yang melingkar di lehernya membuat Dimas tersenyum di sela-sela ciumannya. Dimas membalikan tubuh Seina agar menghadap kepadanya. Perlahan Dimas menarik tank top merah Seina bagian perut, lantas lelaki itu menyentuh perut Seina.

Seina merasa geli, kemudian melepaskan ciumannya sejenak untuk melihat ke arah perutnya yang disentuh oleh Dimas.

"Pak, geli," ucap Seina, tapi Dimas justru malah mengusap-usap perut Seina dengan sengaja. "Ah," desah Seina saat Dimas terus saja mengusap perutnya dengan sensual.

"Sei, jangan panggil saya pak, panggil saya mas. Oke?" titah Dimas.

Seina menggigit bibir bawahnya saat tangan kekar itu terus mengusap-usap perutnya dengan lembut, Seina seperti kehilangan kesadaran menikmati usapan lembut dari tangan sang atasan.

"Tapi pak, kita kan di kantor. Aahh." Wanita itu meliukkan tubuhnya karena tangan Dimas tidak mau berhenti mengusap perutnya, bahkan Seina mencoba melepaskan tangan Dimas dari perutnya, tapi lelaki itu enggan melepaskan.

"Kalo kita lagi berdua gini, kamu panggil mas aja, kecuali lagi di luar. Ngerti?"

Seina mengangguk saja, dan Dimas tersenyum senang.

Lelaki itu kembali meraup bibir Seina yang sangat menggoda, dan Seina pun sudah tidak canggung lagi, wanita itu langsung membalas ciuman panas sang atasan, tangannya kembali melingkar di leher Dimas.

Ciuman mereka semakin panas, Dimas mengangkat tubuh Seina agar duduk di pangkuannya, dan Seina hanya menurut saja daripada harus berdebat dengan atasannya itu, lagipula Seina sangat menyukai kegiatan ini.

Keringat mulai membasahi tubuh mereka, apalagi keduanya saat ini sedang tidak memakai pakaian, walaupun tubuh Seina masih terbalut tank top.

Kedua lengan kekar Dimas melingkar mesra di pinggang Seina. Decapan bibir mereka terdengar memenuhi seisi ruangan.

Merasa kehabisan napas, Dimas melepaskan ciumannya, tapi lelaki itu tidak ingin melepaskan Seina dari dekapannya, ciuman Dimas turun pada leher jenjang Seina, membuat wanita itu kembali mendesah, Seina terengah-engah karena baru bisa menghirup udara kembali setelah pertempuran bibir mereka.

Dimas mencium, menjilat dan menyesap leher putih Seina. "Mashh, aahh ... jangan digigit, nanti ada bekasnyaaahh," ucap Seina dengan mendesah.

"Nggak sayang, mas nggak gigit kok," sahut Dimas yang kini memanggil Seina dengan sebutan sayang.

Seina hanya diam saja saat Dimas memanggilnya sayang karena kesadaran Seina perlahan menghilang akibat kelakuan atasannya sendiri.

Dimas terus menciumi leher putih Seina, karena memang leher Seina pun sangat harum, dan itu membuat candu bagi Dimas, sedangkan Seina terus meliuk-liukan tubuhnya karena merasa geli bercampur nikmat merasakan bibir atasannya.

Tok tok tok!

"Pak? Pak Dimas? Bapak ada di dalam?"

Deg!

•••••



Dor! Hayo, siapa tuh yang ngetik pintu?

CEO Nakal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang