14

2 0 0
                                    

Ekspresi wajah terkejut Adnan tidak bisa pria itu sembunyikan setelah mendengar hasil pemeriksaan sang istri yang masih tertidur di atas kasur rumah sakit. "Apa? Istri saya hamil?" tanyanya memastikan.

Dokter yang menangani Qila tersenyum kecil memahami bagaimana Adnan terkejut dengan berita bahagia yang dia sampaikan. "Iya, Pak. Sekali lagi selamat ya."

"Kalau memang benar istri saya tengah hamil, bagaimana dengan kandungannya?" tanya Adnan  mengkhawatirkan istri dan calon anaknya.

"Untuk sekarang, kondisi Istri Bapak baik-baik saja, tapi saya sarankan untuk pasien melakukan USG. Sebelumnya istri bapak belum USG kan?"

Adnan mengangguk pelan dengan pikiran yang masih berantakan. "Iya, saya juga baru tau kalau istri saya hamil."

"Jadi, kapan istri saya bisa di cek kandungannya?" lanjut Adnan. Dia ingin sang istri lebih cepat diperiksa.

"Setelah istri bapak sadar ya, panggil saja kami."

"Baik, Dok."

Saat dokter dan suster yang menangani Qila hendak pergi, mereka melihat mata Qila perlahan terbuka dan mengurungkan niatnya. "Sayang, gimana keadaan kamu?" tanya Adnan setelah mendekatkan diri ke kasur rawat sang istri.

Belum sempat Qila menjawab, Dokter yang menanganinya maju dan kembali memeriksa tubuhnya. "Gimana, Dok? Istri saya sudah bisa USG?"

Pertanyaan Adnan membuat Qila mengerut bingung. Dia yang baru sadar, tidak tau apa yang terjadi dan butuh penjelasan. "Maksud mas apa?"

Adnan menoleh dan mengelus sayang kepala Qila. "Kamu hamil, Qil. Kita sebentar lagi punya anak!"

Karena lamanya proses otak Qila, perempuan itu tidak bisa memahami maksud ucapan suaminya. Hal itu langsung membuat Adnan terdiam sembari kembali bertanya pada Qila.

"Kamu nggak pa-pa, kan?"

Qila menggeleng pelan tanpa menjawab.

"Terus, kenapa kamu diam aja? Kamu nggak suka kalau sebentar lagi kita punya anak? Atau kamu ... ."

"Bukan gitu, Mas," potong Qila cepat. Dia tidak mau suaminya berpikir buruk. Hanya saja dia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi.

"Mohon maaf mengganggu, kalau boleh sekarang kita bisa langsung USG," ucap dokter menengahi pertengkaran suami istri tersebut.

"Iya, Dok. Silakan."

Dua suster yang ada di ruangan Qila langsung mempersiapkan perempuan itu untuk pindah ke ruangan lain dan saat itu Adnan terus menemani sang istri sembari menggenggam tangannya.

Setelah berpindah tempat, kini mereka berada di ruang USG dengan baju Qila yang sudah tersingkap. Memperlihatkan perutnya yang masih cukup rata.

Gel dingin perlahan menyentuh perut Qila dan membuatnya tiba-tiba bergerak pelan. Hal itu membuat Dokter yang menangani Qila tersenyum tipis. "Tenang aja, nggak sakit kok."

Qila mengangguk paham dengan senyum kakunya. Ini kali pertama dia melakukan USG dan dia merasa cukup takut.

Alat lain yang Qila tidak tau namanya kemudian menyentuh perut Qila yang sudah rata dibaluri gel. Mata Dokter yang menanganinya menatap layar monitor dan Adnan juga Qila ikut melakukan hal yang sama.

Walau tidak paham dengan gambar yang ada di sana, Qila tetap memperhatikan dengan saksama dan setelah alat di perut Qila diangkat, Dokter yang menanganinya menoleh menatap sepasang suami istri tersebut.

"Gumpalan kecil itu adalah anak kalian, untuk kondisi cukup baik."

"Syukurlah," jawab Qila dan Adnan bersamaan.

"Jadi, saya sudah boleh pulang kan, Dok?" tanya Qila tiba-tiba dan membuat Adnan langsung menoleh ke arahnya.

"Nggak, kamu nginep dulu di sini. Saya nggak mau kamu kenapa-kenapa."

"Kata dokter kondisi aku sama adek bayi nggak pa-pa kok!"

Nada suara manja Qila berhasil membuat Adnan frustasi, dia tidak hanya ingin istrinya cepat sembuh tetapi sang istri malah berpikir yang lain.

"Jadi gimana, Dok?" tanya Qila mencoba mencari pembelaan karena dia tau sang suami sangat keras kepala.

"Alangkah lebih baik, jika Ibu menginap satu hari di sini. Agar kami bisa memeriksa keadaan ibu dan calon anak ibu."

"Tuh, dengerin! Pokoknya kamu nginep hari ini!"

"Ih, nyebelin banget sih!"

Setelah selesai dengan segala pemeriksaan, Qila dipindahkan ke ruang lain.

Selama perjalanan, Qila terus memperhatikan foto USG kandungannya dengan senyum manis di wajahnya.

Saat masuk ke dalam ruang rawat barunya. Qila cukup terkejut karena ruangannya kali ini sangat mewah juga luas.

Sebenarnya dia suka dengan ruangan itu, hanya saja. Dia sedikit merasa kurang nyaman dengan apa yang suaminya lakukan. "Mas, kenapa ruangannya sebagus ini sih? Aku kan cuman satu malem di sini."

Adnan yang baru saja memperbaiki selimut Qila langsung berjalan mendekat ke arah wajah istrinya dan perlahan membelainya. "Nggak pa-pa sayang, saya mau kamu mendapatkan pelayanan yang baik selama di sini."

Qila perlahan mendengus kesal mendengar ucapan suaminya, tetapi tidak mau kembali bertengkar dengannya. "Terserah kamu deh, Mas. Aku capek. Mau tidur."

"Ya udah, kamu tidur aja."

Sesuai perkataannya, Qila perlahan menutup matanya dan tidur dengan pulas. Di sisinya, Adnan terlihat sibuk dengan ponselnya dan tak lama menaruhnya di sisi telinga kanan.

"Iya, Halo," ucap Adnan saat panggilan tersebut di angkat. "Tolong ke sini sekarang, Rumah Sakit Mentari Menyinari. Ruangan VVIP Platinum 1."

Sembari menunggu orang yang dia telepon datang, Adnan kembali sibuk dengan ponselnya. Ada beberapa pekerjaan yang perlu dia urus sehingga mengabaikan waktu yang sudah cukup malam.

Ketukan pelan membuat perhatian Adnan teralihkan, pria itu bangun dari tempat duduknya dan membuka pintu kamar rawat Qila.

"Silakan masuk," ujar Adnan, membiarkan kedua orang yang sebenarnya adalah penjaga Qila masuk ke dalam ruang rawat istrinya tersebut.

Sesampai mereka di dekat Qila, Adnan menghentikan langkahnya dan kemudian membalik tubuhnya penuh. "Tolong jaga Qila, bergantian juga tidak apa. Saya mau istirahat."

"Baik, Pak."

Memahami intruksi yang Adnan berikan, Sela dan Rina mulai membagi tugas. Untuk malam ini, Sela yang menjaga dan bergantian dengan Rina saat pagi menyapa.

Qila menggeliat di atas kasur saat hendak bangun dari tidurnya. Hal itu membuat Rina yang menjaganya sedikit panik dan langsung memanggil pihak rumah sakit.

"Ada yang bisa kami bantu?" tanya salah satu suster yang langsung masuk ke dalam ruang rawat Qila.

"Itu, Sus. Kayanya istri bos saya kurang nyaman dengan tidurnya," jelas Sela singkat dengan suara pelan.

Qila masih memejamkan matanya, tetapi tubuhnya terus bergerak mencari posisi yang nyaman.

Perlahan suster yang datang itu mendekat ke arah Qila dan memperbaiki posisi tidur perempuan itu dengan memberi bantalan di punggungnya.

Untungnya, hal itu berhasil membuat Qila berhenti menggeliat dan kembali terlihat nyaman.

"Terima kasih, Sus."

"Iya, sama-sama. Saya pergi dulu ya."

"Iya, Sus."

Rina menghela napas pelan setelah berhasil membuat Qila nyaman. Kini hanya tinggal dia sendiri menunggu semua orang bangun dari tidur mereka.

***

Diuji Sikap Si Istri KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang