~Swastamita.~

956 182 173
                                    

Selamat datang di karya buatan Nay. Salam kenal. 😊 By the way, kayak apa hari ini? Kalo Nay alhamdulillah gila sedikit ... aja. 🤭

•Karya ini dibuat dan pertama kali dipublish pada sabtu 18 November 2023.

•Dilarang plagiat, hargai hasil kerja keras Nay.

•Ayo sambung silaturahmi di ig, silakan follow akun : jones_id3 dan jangan lupa dm, gak usah malu. Nay enggak makan orang kok.

•Selamat Membaca♡









Di sebuah rumah kontrakan yang memiliki dua buah kamar, terletak di dalam gang kecil, tak jauh dari pinggir jalan raya perkotaan. Aku tinggal dengan seorang temanku. Ya, kami sengaja tinggal bersama, agar lebih ringan membayar rumah kontrakan ini. Temanku telah lama jatuh ke dalam dunia mimpi di kamarnya, suara dengkurannya sudah seperti musik bagiku di setiap malam, meski terkadang membuat mimpi indahku menjadi buyar. Tidak seperti temanku yang cepat tidur, diriku adalah pencinta malam.

Aku termasuk dari sedikit orang yang suka menikmati kesunyian dan ditemani oleh pikiran kadang di luar nalar. Ini bukan tentang kecemasan masa depan, aku tidak seperti kebanyakan pemuda di usia yang berlebihan memikirkan apa yang belum terjadi dan sedikit mengambil sebuah tindakan. Diriku lebih suka mencoba menafsirkan arti-arti kehidupan, walaupun semua pemikiran itu tak pernah kubagi dengan siapapun.

Perlahan rasa jenuh merayapi jiwaku, kupejamkan mata dan menghirup napas panjang. Daun telingaku menangkap suara dengkuran keras dari kamar sebelah. Suara yang membuat keharmonisan dengan detak jam dinding di ruang tamu. Kulepaskan napas pelan dan menerbitkan senyum tipis, lalu membuka kedua pelupuk mata. Aku bangkit dari pelukan kasur dan melangkah pergi menuju dapur.

Di sebuah ruangan kecil, merupakan dapur dari rumah kontrakan ini, aku menyeduh segelas kopi pahit dan tak lupa menyulut segulung tembakau. Kepulan asap keluar dari rongga mulut dan hidungku, ketika diriku masih asik mengaduk kopi yang terlihat kental dan hitam lekat.

Aku mengambil sebuah langkah menuju teras rumah, tak lupa membawa kopi yang masih terasa panas di tangan. Aku duduk di antara batas teras dan permukaan tanah yang jaraknya hanya dua kilan tanganku. Meletakan kopi di lantai teras semen tak berkeramik. Mengadahkan kepala ke langit malam, para lintang membentuk polanya masing-masing, awan-awan mulai bergeser mengikuti arah angin dan udara malam mulai memadat menjadi embun yang dingin. Ya, malam telah sangat larut, banyak lampu dalam rumah yang telah padam, suara bising jalan raya telah lama lenyap dan sesekali terdengar suara burung cabak kota yang melintas.

Aku meraih ponsel Samsung dari dalam saku celana, lalu mennyalakan data saluler dan mulai berselancar dalam sebuah sosial media. Jempolku menjadi sangat aktif, ketika konten yang tak menarik minat hati melintasi laman utamaku. Sudah setengah jam berlalu, masih belum ada satu pun vidio TikTok yang berhasil menarik minatku. Aku terus mengeser dan memuat ulang laman utama. Saat aku ingin mengakhiri pencarian yang hanya membuang waktuku saja, tanpa sengaja netraku terpukau dengan rangkaian diksi yang berjudul 'Swastamita'. Sebuah sajak berhasil merayuku, kucoba selami setiap bait kalimatnya dan kudapati cerita seseorang yang tersirat dalam metafora senja.

Aku tak mengerti mengapa dua bait sajak itu sangat memikat hati, membuat desir nadi menjadi harmoni dan seakan membuat malah secerah pagi. Rasa penasaran mendorongku menelusuri karya lain miliknya, dalam akun tersebut, banyak sekali bait sajak yang dia ciptakan. Secara perlahan aku membaca dan menafsirkan maksud dari setiap kalimatnya---semampuku. Kegaguman mulai mengisi ruang kosong di dalam hati, karena aku tahu betapa sulitnya membuat kalimat seindah ini.

Betapa beruntungnya---dia. Orang yang menjadi dalang dari setiap bait sajak ini. Aku tak tau mengapa, diriku semakin tenggelam dalam pesona larik diksinya dan tanpa kusadari hatiku jatuh pada penulisnya. Aku terkekeh ketika menyadarinya, bagaimana bisa aku jatuh hati pada seseorang yang tak pernah kulihat dan tak kutahu siapa namanya.

Astaga gila! Kubelai halus suraiku sampai menyentuh tengkuk, meletakan ponsel di lantai dan menyulut segulung tembakau. Kucoba menenangkan diri, melepaskan asap pertama ke udara dan netraku menangkap ribuan konstelasi di angkasa. Aku sungguh tak mengerti, setiap kali benakku mengingat bait sajaknya, entah mengapa kedua sudut bibirku menciptakan senyum seperti bulan sabit. Apakah aku sudah gila? sangkalan dari nalarku, tetapi diksi buatanya semakin bergerilya dalam benakku.

Swastamita yang berarti senja, kata pembuka sajak buatan dirinya. Aku tak sengaja mengikuti akun TikTok miliknya malam itu. Diriku juga membuat seribu alasan, agar hatiku mengikuti akal sehatku. Tak butuh waktu lama, nalarku berhasil melibas habis semua rasa yang muncul dalam sanubari. Namun, siapa sangka, aku kembali tersenyum ketika mengingat rangkaian kata buatannya.

Malam itu aku merenung sejenak. Sosok yang tak kuketahui berhasil merayuku ke dalam romantisme sastra, diriku sempat terjebak dalam abstraknya khayalan. Kusadarkan diri, bahwa semua ini hanya delusi dan hanya penasaran semata. Aku tak tau, apakah si penulis adalah seorang wanita atau pria. Nama pena miliknya, bisa saja bentuk pengelabuhan. Namun, siapa yang akan menyangka. Bahwa malam itu menjadi titik awal diriku, tehayut dalam delusi bait sajak yang entah untuk siapa?

Apakah ini yang di maksud: tiap-tiap tulisan akan menemukan pembaca yang tepat? Tetapi itu hanya menemukan pembaca dan orang yang mengagumi hasil karyanya. Bukan mendapatkan hati dari orang yang memahami kalimatnya. Ini gila!---bukan lagi rasa kagum. Melainkan kemurnian lain yang hadir karena untaian kalimat puitis buatan dirinya.

Bersambung...

NEXT CHAPTER》》

Gadis Penulis Senja (END.)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang