Bab.6 (Bait emosi.)

216 67 80
                                    

Hai ketemu lagi sama Nay😊 sebelum membaca, tolong lihatlah cermin sejenak dan lepaskan senyum kepada bayangan makhluk tuhan paling indah di bumi.











Awan gelap semakin menggulung cakrawala, gemerlap lintang dan juga sinar bulan telah lama hilang. Embusan angin semakin menusuk pori-pori kulit, tubuhku bergidik rasanya dingin sekali. Aku bersedekap dan berjalan menuju motor.

Kata orang, jika bertemu dengan orang random secara tak sengaja bakal asik, pembahasannya. Apa ini? Malah bikin diriku emosi. Aku melempar botol kopi ke sembarang tempat. Sialan! jelek banget malam ini. Suasana hatiku menjadi berantakan. Aku menoleh ke jalan raya, atensiku teralihkan karena deru sebuah motor yang melesat kencang. Itu dia, cowok aneh tadi.

Aku memukul pelan tepi kepalaku. Kenapa tadi aku malah merespons, bahkan duduk di samping dia? Lagian itu orang kenapa sih, gak pakek hodie? Apa jangan-jangan dia buang beneran? Aku memegang kening tak habis pikir. Melenggang pergi memeriksa tempat kami berpisah.

Mataku melebar, seperti dugaanku. Sebuah hodie putih tergeletak di lantai rumput taman. Aku memungut dan membentangkan. Diriku meng-hah, ketika mendapati sebuah logo centang di bagian kiri hodie.

Aku melepas napas pelan. Biar ini model lama, tetep aja merek asli. Gak ada otaknya tuh orang. Entah mengapa setelah diriku mengatakan kalimat tersebut, embusan angin semakin kencang. Tubuhku dibungkus hawa dingin. Aku menatap lamat-lamat hodie tersebut, lalu mengenakannya. Diriku meng-hm. Beneran wangi ternyata, pakek parfum apa dia? Kok bisa awet begini. Aku pun bergegas kembali menuju motor.

Aku menangkring di atas motor Scoopy warna putih. Aku mengenakan helm bogo, menilik ke kaca spion bulat. Mataku beneran bengkak, apa karena keasyikan baca light novel tadi? Aa ... mana tokoh utamanya mati. Mengingat pria aneh tadi dan alur cerita yang sad ending membuat hatiku semakin kesal. Rasanya ingin kutebas semua yang ada di sekitar. Namun, apalah daya, buat apa juga? Mending pulang dan makan.

Motor mulai berderu, masuk ke jalan raya dan melesat kencang menuju rumah. Saat tinggal lima puluh meter ada sebuah plang nama jalan yang bertuliskan 'Gang Kenangan.' Laju motor aku pelankan dan masuk ke dalam gang. Sekitar lima ratus meter telah terlewati. Nampak berjejer sebuah rumah bangsalan berwarna kuning gading. Motor berhenti sejenak pada bangsal pertama dari gang masuk.

Tit... tit... tit.... Suara token listrik diiringi kelip cahaya merah. Astaga, aku lupa. Kira-kira sisah token listrik sisa 300 cukup nggak ya sampai pagi. Diriku melepas helm dan memasukan motor ke dalam rumah.

Aku menekan saklar lampu, sinar terang mencuat, mengusir kegelapan rumah. Sosok yang kupanggil 'Ibu' belum pulang. Ya, dia sedang shift malam. Ibuku berkerja sebagai buruh di pabrik pembuatan plywood. Jika kamu bertanya di mana sosok yang kusebut 'Ayah,' dia telah lama pergi meninggalkan kami berdua saat umurku baru lima tahun.

Apa yang kupikirkan? Aku menutup pintu rumah dan mencabut kunci motor. Ruang ini adalah ruang tamu dan sekaligus ruang keluarga. Rumah ini hanya memiliki satu kamar tidur, dapur kecil dan kamar mandi. Kami pindah ke sini, karena sempat terlilit hutang karena kebodohan Ibuku.

Aku mengempaskan tubuh diatas kasur busa dengan seprai motif bunga. Aneh, mengapa malam ini aku begitu sangat emosional? Aku bangkit dan pergi ke dapur untuk memasak mi rebus. Tidak lupa kuberi telur dan juga potongan cabai. Apakah aku tidak takut gemuk karena makan malam? Maaf ya, Yasinta Magdalena tidak pernah takut dan apa bila sedang bad mood. Aku perlu banyak energi.

Diriku kembali ke kamar setelah urusan perut selesai. Mengambil benda pipih berwarna biru dengan merek Realme di belakang, lalu membuka catatan. Aku harus menulis apa? Diriku meng-hm. Menatap banyak rangkaian diksi dalam bentuk sajak dan juga puisi. Kucoba merangkai ala kadarnya, soalnya aku tak mahir membuatnya.

Gadis Penulis Senja (END.)Where stories live. Discover now