58 | Kematian Rusdi

2K 159 12
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE PERHARI
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Acara baru berjalan beberapa saat ketika akhirnya Rusdi benar-benar muncul. Laki-laki itu tampak bersikap seperti biasanya, meski tatapannya diam-diam sesekali terarah kepada Diah. Dia menyapa warga Desa Benowo dan bahkan sempat mengobrol dengan Pak Lurah. Eman dan Laila--yang saat itu duduk di kursi sebagai pendamping pengantin dari pihak Keluarga Prawira--menatap ke arah Diah dan Raga dengan perasaan was-was. Namun Diah sendiri saat itu benar-benar tenang meski tahu bahwa Rusdi beberapa kali menatapnya secara diam-diam.

Yunita telah mendengar soal kedatangan Suaminya ke acara perayaan pernikahan Diah dan Raga. Ia muncul dan mendekat pada Deden yang sedang mengawasi gerak-gerik Rusdi. Zainal dan Fikri mulai mewaspadai setiap gerakan yang mungkin saja akan Rusdi lakukan.

"Bagaimana selanjutnya, Nak? Apakah ada yang harus kita lakukan agar Bapakmu tidak mendekat pada Nak Diah dan Nak Raga?" tanya Yunita, berbisik.

"Diah tadi melarangku melakukan sesuatu terhadap Bapak, Bu. Dia hanya memintaku untuk mengawasinya saja dari jauh. Entah apa maksud dari permintaannya, tapi aku rasa tidak ada salahnya mengikuti permintaan itu saat ini," jawab Deden, ikut berbisik.

Setelah berbincang sejenak dan berbasa-basi dengan beberapa warga, Rusdi pun akhirnya menjatuhkan tatap kepada Rosa yang juga sedang duduk kursi pendamping pengantin. Yunus tahu bahwa saat itu istrinya tengah ditatap oleh Rusdi, namun dirinya tetap tenang seperti biasanya dan sama sekali tidak menunjukkan kemarahan. Irham dan Safira mengawasi dari jauh. Irham sudah siap menghubungi Polisi, jika Rusdi akan bertindak lebih jauh daripada sebelumnya. Mereka sama-sama harus mengantisipasi apa pun hal terburuk yang akan terjadi.

Rusdi kini duduk pada salah satu kursi yang kosong, seraya menatap lurus ke arah Diah secara terang-terangan. Diah membalas tatapannya dan tersenyum ramah seperti biasa. Hal yang tidak pernah Rusdi duga akan terjadi antara dirinya dan Diah, setelah Diah tahu semua kejahatannya selama dua belas tahun terakhir. Ia pikir, Diah akan membalas dendam atas apa yang diperbuatnya terhadap seluruh anggota Keluarga Prawira dan menyerangnya dengan membabi buta di depan banyak orang. Tapi sayang semua itu hanyalah harapan Rusdi semata. Nyatanya Diah tidak melakukan apa-apa terhadapnya dan terus menyapa tamu yang mendekat ke pelaminan saat akan pulang, bersama Raga.

"Apa ini? Kenapa Diah sama sekali tidak melakukan apa-apa setelah aku muncul? Kenapa juga Rosa tampaknya tenang-tenang saja, meski aku datang untuk mengancam keselamatan Putra dan Menantunya? Kenapa semuanya begitu aneh?" batin Rusdi.

Fikri naik ke pelaminan untuk mendekat pada Diah dan menanyakan sesuatu. Diah membisikkan sesuatu pada Fikri, sehingga membuat ekspresi wajah Fikri berubah selama beberapa saat. Sebisa mungkin, Fikri hanya diam saja ketika turun kembali dari pelaminan. Pria itu bahkan tidak memberi tahu pada Zainal mengenai hal yang Diah sampaikan kepadanya. Zainal pun tidak memaksa untuk diberi tahu, karena ia sudah paham bahwa Fikri orang yang sulit membagi sebuah rahasia jika sudah diminta untuk menjaga rahasia.

"Kamu bilang apa pada Mas Fikri, Sayang?" tanya Raga.

"Aku hanya menyampaikan padanya untuk bersiap-siap menantikan yang terburuk, Mas. Karena tidak lama lagi akan terjadi sesuatu pada Pak Rusdi. Dia sudah diikuti oleh sesosok makhluk yang saat ini sedang mengintainya dari kejauhan. Mas Deden tidak menyadari itu, karena dia hanya bisa melihat makhluk halus tanpa bisa merasakan kehadirannya seperti yang selalu aku rasakan," jawab Diah.

"Menurutmu, kenapa Pak Rusdi sampai diikuti dan diiintai oleh makhluk halus itu? Apakah ada alasan tersendiri?" Raga ingin tahu.

"Kemungkinan itu adalah akibat terlepasnya aku dari sakit yang dia kirimkan dua malam lalu, Mas. Tapi itu hanya dugaanku saja. Jawaban sebenarnya ada pada Pak Rusdi sendiri. Hanya dia yang tahu dan hanya dia yang bisa menjelaskan."

Rusdi bangkit dari kursi yang didudukinya. Laki-laki itu hendak berjalan menuju pelaminan, agar bisa menyerang Diah dan Raga secara langsung. Namun baru beberapa langkah, ia dihadang oleh Deden dan Yunita. Hal itu membuatnya segera berhenti di tempat seraya menatap ke arah istri dan putranya.

"Bersikaplah seperti biasanya, Pak. Tetaplah tunjukkan bahwa keluarga kita adalah keluarga yang harmonis, meski kenyataannya Bapak telah mengecewakan Ibu dan aku," bisik Deden, datar dan dingin.

"Ayo jalan, Pak. Jangan membuat kita terlihat seperti sedang bermasalah," ajak Yunita, ikut berbisik dan langsung menggandeng lengan suaminya.

Rusdi tidak punya pilihan lain, selain menuruti keinginan Deden dan Yunita. Apa pun yang akan ia lakukan pada Diah dan Raga saat tiba di pelaminan, itu akan menjadi urusan belakangan. Intinya, ia tetap akan berusaha memisahkan Diah dan Raga, meski istri dan putranya harus menyaksikan.

Eman dan Laila berdiri dari kursi pendamping pengantin saat melihat kalau Deden, Yunita, dan Rusdi akan mendekat ke arah mereka. Raga dan Diah maupun Rosa dan Yunus ikut berdiri, karena tahu bahwa mereka juga harus menerima ucapan selamat sekalipun itu adalah ucapan selamat dari Rusdi. Deden berjalan duluan dan bersalaman dengan Eman dan Laila, sementara Yunita dan Rusdi menyusul di belakangnya. Wajah Rusdi begitu datar saat bersalaman dengan Eman, seakan dirinya merasa dikhianati oleh Eman yang telah menyetujui saat Raga akan menikahi Diah.

"Selamat, karena telah membantu menikahkan Putri Keluarga Prawira dengan laki-laki yang berasal dari keluarga yang memusuhi Keluarga Prawira," bisik Rusdi, tepat di telinga Eman.

Eman tidak menanggapi ucapan Rusdi saat itu dan memutuskan untuk tetap diam. Ketika Deden sedang bersalaman dengan Raga dan Rusdi baru akan melangkah bersama Yunita menuju ke arah pengantin, mendadak sesosok makhluk yang sudah mengintai Rusdi sejak tadi menyerang begitu saja dari arah belakang dan berhasil menikam Rusdi tepat pada jantungnya. Diah dan Deden menyaksikan apa yang dilakukan makhluk itu dengan sangat jelas. Sementara yang terlihat oleh orang lain hanyalah Rusdi memegangi dada kirinya, persis seperti orang yang terkena serangan jantung.

"Pak! Kenapa, Pak? Ada apa?" panik Yunita, yang saat itu ada di samping Rusdi dan masih menggandeng lengannya.

Deden dan Raga dengan sigap meraih tubuh Rusdi yang sudah tidak berdaya, begitu pula dengan Eman dan Laila yang berada paling dekat.

"Pak! Mana yang sakit, Pak? Bapak???" tanya Deden, cukup keras.

Tubuh Rusdi mulai mengalami kejang. Laki-laki itu akhirnya mengalami sakaratul maut, setelah menerima serangan dari makhluk tadi. Rosa dan Yunus mendekat pada Diah, sementara Diah kini menatap ke arah Fikri.

"Telepon ambulans, Mas Fikri! Telepon ambulans, cepat!" pinta Diah.

Fikri langsung mengeluarkan ponselnya dari dalam saku dan berusaha menghubungi ambulans. Zainal dan Irham berlari mendekat ke arah Deden untuk ikut melihat apa yang baru saja terjadi pada Rusdi. Tak lama kemudian, Eman berdiri dan menatap ke arah Pak Lurah beserta beberapa warga Desa yang masih berkumpul seperti tadi.

"Pak Rusdi baru saja meninggal dunia, Pak Lurah. Sepertinya Beliau terkena serangan jantung," ujar Eman, menyampaikan.

"Innalillahi wa innailaihi raji'un!!!"

Lantangnya ucapan dari semua warga membuat Deden sadar, bahwa Yunita tidak perlu tahu soal apa yang sebenarnya baru saja terjadi pada Rusdi. Ia menatap ke arah Diah dan Diah langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir secara diam-diam, pertanda bahwa wanita itu akan tutup mulut selama-lamanya.

* * *

KUTUKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang