Kendra biarkan dering itu lenyap dengan sendirinya. Meski telinganya sangat rindu pada buaian tutur kata sang kekasih hati, tapi di pelukannya sedang ada Ruth, korban kecelakaan yang kesehatannya mesti dia prioritaskan.
"Kenapa nggak diangkat?" Ruth menggumam dengan nada yang tak terlalu jelas. "Mungkin penting."
Punggung Kendra mundur hingga menyentuh sandaran kursinya yang tinggi. Tangan kanannya seperti ada yang menuntun untuk membelai-belai kepala Ruth, sementara yang kiri tengah memegang sebuah kertas. "Nanti kamu keganggu, kami kalo ngobrol lama." Kalau malam-malam begini, biasanya Liza minta ditemani sleep call. Kendra baru akan mematikan sambungan apabila gadis manis itu sudah tertidur, seringnya satu atau dua jam berselang.
"Emang ngomongin apa?"
Banyak. Tentang berbagai kegiatan yang dikerjakan dari pagi sampai malam, juga perihal kerinduan yang tak bertepi. "Calon pembeli." Namun yang Kendra sampaikan pada Ruth, tentu bukan yang sebenarnya.
"Dia pegawai showroom?"
Bukan. Dia pengganti Ruth di rumah ini suatu saat nanti. "Salah satu sales," jawab Kendra menambahi daftar kebohongannya.
Ruth masih terus menimpali meski dengan mata yang terpejam. "Telepon lagi aja. Lagian aku nggak bisa bobok."
"Kenapa?" Dari suaranya saja sudah jelas kalau Ruth mengantuk. Badan yang Kendra pangku ini juga telah melemas.
"Junior kamu bangun, kan? Kerasa gede banget."
Mendelik, Kendra lekas menegakkan punggungnya. Sialan. Kenapa dia bisa sampai lupa kalau dalam posisi seperti ini Ruth pasti dapat merasakan keperkasaannya. "Ekhem." Dehaman itu menjadi satu-satunya balasan yang Kendra keluarkan. Dia malu jika harus mengakui tapi tak mungkin pula dapat menyangkalnya.
"Lagi pengen, ya?" pancing Ruth sembari dengan sengaja membenarkan letak pantatnya. Bukan, bukan menjauh, tapi malah lebih merapat lagi, meniadakan jarak yang tersisa. "Aku siap." Dia tak keberatan sama sekali bila sang suami meminta haknya sekarang juga.
Hasrat Kendra sebetulnya sudah bangkit sejak Ruth meliuk-liuk bak penari balet yang menyebabkan rok mininya berkibar-kibar sehingga pakaian dalamnya tampak mengintip dengan malu-malu. Tapi dia segera mengerahkan seluruh tenaga untuk memasung birahinya.
Tidak boleh ada hubungan intim diantara mereka. Ruth masih sakit dan Kendra telah berjanji akan selalu setia pada Liza.
Ruth lantas sedikit memundurkan kepala terus mendongak. "Kita udah lama nggak gitu, Ken ...," ucapnya seduktif. Telunjuk serta jari tengahnya kemudian tak tinggal diam, merayap menyusuri kulit Kendra dari perut hingga leher.
Berusaha keras supaya tak terpengaruh, Kendra justru mengambil keputusan yang salah dengan memejamkan mata. Niatnya agar tak melihat bibir Ruth yang menggoda, tapi dalam bayangannya dia malah menyaksikan tubuh polos perempuan itu yang terlentang pasrah di atas ranjang.
Bangsat! Kendra memaki pikiran kotornya. Dia lalu bermaksud menurunkan Ruth dari pangkuan ketika nama Liza kembali tertera di layar handphone-nya.
Kendra hendak meraih ponsel yang tergeletak di atas meja, namun upayanya kalah cepat dari tangan Ruth yang telah berhasil menyambar benda canggih tersebut.
"Aku angkat, ya? Kayaknya emang penting sampe telepon lagi."
Tak kehabisan akal, persis sebelum Ruth menggeser tombol hijau, Kendra membingkai wajah oval itu kemudian mencium bibirnya rakus. Sambil menikmati setiap cumbuan yang dia ciptakan, Kendra merebut smartphone dari tangan Ruth dengan mudah lalu menyimpannya di laci.

YOU ARE READING
KELIRU (Tamat)
RomanceTidak ada yang salah, baik dia, kamu, atau pun aku. Masing-masing dari kita hanya terjebak dalam posisi yang keliru.