Part 11

3.2K 403 44
                                        




Setelah menganggap Ruth bukanlah beban di hidupnya, hari-hari Kendra terasa jauh lebih ringan. Napasnya tak lagi sering tersendat. Suasana hatinya pun selalu cerah ceria, seiring dengan aura positif yang perempuan itu tebarkan di seluruh penjuru rumah.

Semuanya mengalir bak air di sungai, tenang, sejuk, dan menyegarkan. Kendra bahkan dapat menjalani perannya sebagai suami yang baik dengan sangat apik. Malah tampak terlalu natural hingga seakan-akan apa yang dilakoninya bukanlah sebuah drama, seolah mereka merupakan pasangan suami-istri paling harmonis di dunia tanpa kehadiran orang ketiga.

"Luv, hari minggu aku mau ikut lomba tujuh belasan. Kamu ikut juga, ya?"

Dalam rangka memperingati hari kemerdekaan, warga di kompleks perumahan mereka akan menggelar beberapa acara. Diantaranya ada jalan santai, lomba untuk anak dan dewasa, serta malam tasyakuran. Kendra sudah mengetahui hal itu. Seminggu yang lalu, ketua rukun tetangga mendatanginya untuk meminta partisipasinya sekaligus menjabarkan perihal penggunaan dana kas serta sumbangan yang telah disepakati bersama.

"Nggak bisa, Ruth— auw!" Kendra mengelus perutnya yang habis mendapatkan cubitan maut dari perempuan yang bergelayut manja di lengannya.

"My Lady!" ralat Ruth. "Kalau aku panggil kamu Ma Luv berarti kamu wajib panggil aku My Lady. Biar serasi." Dia majukan bibirnya lima senti. Selama satu bulan ini, dia puluhan kali mengulang kalimat itu. Kendra selalu saja lupa.

Perempuan sepaket dengan pemikiran rumitnya kadang mampu membuat laki-laki frustasi. Kendra sampai mendengkus keras karenanya. "Iya ... iya ... My Lady. Aku nggak bisa."

Mata Ruth berkedip-kedip sebelum menyipit. "Kenapa? Hari minggu kan kamu libur."

Lantaran mau melemparkan sederet kata berisi dusta, Kendra palingkan muka kemudian melanjutkan langkah menuju mobil yang terparkir di halaman. "Aku ada janji penting sama pejabat. Kamu tau kan kalau urusan sama mereka, pertemuan agak rahasia." Pertemuannya dengan para manusia berdasi yang memiliki kursi memang biasanya dirahasiakan tapi mengenai penyebabnya Kendra rasa hampir semua orang pasti tahu. Iya, biasanya uang yang akan dipakai untuk membeli barang-barang mewah berasal dari— sepertinya tidak perlu dijelaskan.

Kerap berhubungan dengan para pejabat dan berpangkat, agaknya menjadikan Kendra lihai dalam mencari alasan. Buktinya mudah saja baginya membohongi Ruth.

"Oh ...." Mulut Ruth membulat. Dan setelahnya dia tak berkata apa-apa. Dia tidak mau merengek atau melarang yang pastinya akan dianggap menghambat bisnis suaminya, walau ada terbersit rasa kecewa sebab sempat berharap dapat mencari hiburan bersama-sama.

"Jangan sedih." Kendra sentuh puncak kepala Ruth. "Maaf, ya ...." Masalahnya, dia sudah terlanjur berjanji pada Liza. Sepupu kekasihnya itu menikah dan Kendra berencana menemani Liza di gedung sepanjang acara berlangsung.

Ruth hanya mengangguk. Lengkungan bak bulan sabit di wajahnya hendak tercipta ketika tiba-tiba sapuan hangat terasa membelai bibirnya. Segera ditariknya kerah kemeja Kendra supaya pria itu mengikutinya tanpa melepaskan ciuman mereka. Ruth membawa sang suami bersembunyi di belakang mobil agar tingkah keduanya tak dipergoki oleh warga.

"Dasar anak nakal!" kata Kendra sambil memukul pelan dahi di hadapannya.

Tak mau kalah, Ruth meringis lalu membalas. "Dasar om-om mesum!"

Kendra tergelak selagi membersihkan bekas-bekas ciumannya di sekitar mulut Ruth. Seusai memastikan perempuan itu kembali cantik paripurna, dia berpamitan terus masuk ke dalam kendaraan.

Tok ... tok ... tok ...!

Baru mau menyalakan mesin, kaca di sisi kanannya diketuk. Lekas Kendra menekan tombol supaya jendela tersebut terbuka. Melalui dua alis yang diangkat tinggi, dia seolah bertanya ... ada apa.

KELIRU (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang