PROLOG

1.7K 24 0
                                    

"Mar, nggak bisa gitu dong Mar. Kita udah jalan sebelas tahun. Masa' kamu minta putus gitu aja?" Aku masih berusaha mencerna semua permintaan putus dari cowok di hadapanku ini. Dia dari apa yang aku lihat tidak ada penyesalan dalam perkataannya.

"Udah. Nggak usah kayak gini."

Dia berusaha melepaskan cengkraman tanganku. Memperjelas jarak yang coba dia ciptakan. Sekali lagi dan itu cukup jelas. Dia berusaha untuk pergi. Dari hubungan yang dulu dia ciptakan sendiri. "Mar, kenapa?" tanyaku setengah memohon. "Kenapa harus gini?"

"Ya nggak harus. Emang udah nggak cocok aja," jawabnya tegas. Dia melangkah mundur. "Kita udah selesai. Aku udah ada yang lain."

Jantungku serasa berdetak cukup kencang. Terkejut sekaligus tidak percaya dengan perkataan cowok di depanku. Tidak mudah menerimanya. Apalagi setelah kami saling kenal satu sama lain lebih dari sebelas tahun. Sangat sulit menerimanya. "Siapa?" tanyaku dengan nada bergetar. Dia mungkin menyadarinya. Tapi rasanya tidak pernah peduli.

"Kamu nggak harus tahu. Nggak ada hubungannya sama kita kok."

Benar! Dia bilang tidak ada hubungannya. Tapi aku ingin tahu siapa cewek yang sudah menggantikanku di hatinya.

"Kita gimana?" tanyaku. Mungkin pertanyaan bodoh yang akhirnya mempertegas semuanya.

"Pokoknya aku mau kita putus."

Aku diam.

"Lupain apa yang terjadi sebelas tahun. Mulai sekarang kita selesai. Aku nggak mungkin terus menjalani hubungan ini karena terpaksa."

Air mata yang coba aku tahan akhirnya turun juga. Tidak ada yang bisa menghentikannya. Semuanya sudah selesai.

"Please...." Dengan susah payah aku berusaha mengejar dia. Mengimbangi langkah kakinya yang semakin lebar meninggalkanku. "Mar... Kita bisa bicarain ini baik-baik."

"Udah nggak bisa lagi."

"Ini mudah buat kamu?" bentakku. Dia menghentikan langkah. Berbalik menghadapku dengan mata merah penuh kemarahan.

"Nggak ada yang mudah. Ini juga sulit buat aku. Tetap bertahan sama kamu meskipun nggak cinta itu rasanya sulit. Udah berapa kali aku coba buat suka lagi sama kamu? Malah hasilnya sama. Udah nggak ada lagi perasaan yang musti aku perjuangin lagi buat kamu. Semuanya udah selesai."

Setelah semua kata itu berhasil keluar dari mulutnya. Dia benar-benar pergi. Meninggalkanku sendirian penuh dengan rasa sesak. Orang-orang mungkin memandang dengan iba ke arahku. Tapi rasanya aku udah nggak peduli lagi. Aku berusaha menghubungi siapapun yang bisa aku hubungi. Bahkan untuk melangkah rasanya berat.

"Zy, lo bisa jemput gue nggak?"

****

"Fazwan." Cowok di depanku ini mengulurkan tangan untuk berkenalan denganku. Sementara aku hanya diam, memperhatikannya. "Fazwan Ganendra," katanya lagi. Membuatku pada akhirnya ikut menjabat tangannya.

"Hai. Salam kenal." Mungkin nadaku terdengar angkuh. Meskipun sebisa mungkin aku bersikap ramah dengan cowok di depanku ini. "Nisrina Chandrakanta."

Sejak aku resmi jomblo lima tahun yang lalu, Mama tidak pernah berhenti untuk menjodohkanku dengan siapapun yang dikenalnya. Kali ini putra teman lamanya. Dan aku rasa cowok di depanku ini sudah tahu kalau kami dijodohkan. Sejak tadi dia tidak berhenti tersenyum setiap kali memandangku. Membuatku risih setengah mati.

"Udah tahu kan arahnya kemana?" tanya cowok itu membuatku mendongak lalu mengangguk. "Lalu apa?" tanyanya terus terang.

"Kenapa mau waktu Mama kamu berusaha menjodoh-jodohkan?" tanyaku terus terang. Aku tidak mau hubungan ini semakin rumit dan akhirnya putus di tengah jalan. Seperti yang lalu.

Dia terkekeh. "Ceritanya panjang."

"Cerita aja. Aku nggak bakal kabur kok."

"Ini bukan soal Mamah. Tapi aku sendiri yang minta dikenalkan. Nggak ada hubungannya sama mama. Ini memang mauku," jawabnya.

Aku tidak lagi bisa menjawab.

"Kamu kenapa mau?" Dia balik bertanya.

Jujur saja. Tidak seperti dia yang berasal dari hatinya sendiri, aku di sini karena keinginan Mama. Inilah yang membuatku berpikir cukup lama untuk menjawab.

"Karena Mama kamu?" tebaknya dengan senyum yang sama merekahnya.

Ingin sekali aku mengangguk. Tapi aku urungkan. "Mau kenal," jawabku pada akhirnya. "Siapa tahu berhasil."

"Jadi?"

"Kita jalani aja ya, jangan dulu nuntut macam-macam. Aku nggak mau di antara kita malah saling mengecewakan nantinya."

Dia paham. Lagian kalau dia memang mau serius. Tidak ada salahnya mengujinya dengan hubungan tanpa status seperti ini.

"Oke. Aku ngikut aja. Mudah-mudahan jodoh."

****

~ Sabtu, 16 Desember 2023

Story ini sudah update lebih dulu di Karya Karsa. Bagi kalian yang penasaran langsung saja kunjungi akun KaryaKarsaku ya...

See you next chapter. Semoga kalian suka🤗

Mandatory Love [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang