2. Sesuatu dari danau

391 49 14
                                    

Pintu kokoh sebuah kastil tua namun megah itu kini terbuka diiringi dua orang yang masuk ke dalamnya. Terlihat Seungmin yang langsung berjalan lebih jauh ke dalam mendekati sebuah lukisan yang terpampang tepat di tengah dinding ruangan besar itu.

Paman Seo, pria yang selalu berada di sisi Seungmin sepanjang hidupnya, kini hanya bisa menatap ke arah anak itu dengan tarikan nafas panjang.

"Ternyata masih disini."

Binar mata Seungmin kini terlihat membendung air matanya. Potret yang dilihatnya tak lain adalah foto ketika Seungmin kecil mengenakan setelan jas yang duduk di tengah antara ayah dan ibunya. Dengan senyum amat bahagia, ia memegang sebuah sendok emas di tangan kanannya.

"Kalian terlihat mirip." Paman Seo kini menghampiri Seungmin.

"Huh, kau bercanda?" Seungmin meresponnya dengan semirik.

"Anak di foto itu selalu terlihat dengan senyumnya.." Paman Seo kini menatap Seungmin saat menjeda kalimatnya "..sedangkan anak yang ada di hadapanku sekarang, aku jarang sekali melihat itu darinya."

Seungmin yang semula melihat ke arah paman Seo, kini berpaling kembali menatap foto itu.

"Benar, kita adalah orang yang berbeda." ujarnya yang kemudian dibalut keheningan untuk sejenak.

"Seungmin-ah.."

"..kita hidup dalam pilihan setiap saat. Kau yang sekarang, adalah pilihanmu. Kau yang mengambil keputusan untuk hidupmu. Satu hal yang perlu kau ingat. Kematian seseorang itu bukan kehendak dan pilihanmu, tapi takdir yang memang harus kau terima."

Seungmin kembali melihat ke arah paman Seo yang masih menatap foto keluarganya.

"Aku merindukan anak ini. Aku harap dia kembali suatu saat."

Sejenak Seungmin tak merespon ucapan paman Seo. Ia terdiam beberapa saat sebelum akhirnya kembali bersuara.

"Aku lelah, aku akan istirahat sebelum makan malam."

"Nee, selamat istirahat tuan muda."

Ujar paman Seo sembari memperhatikan punggung Seungmin yang kini berjalan menjauh menuju tangga.

-

Seungmin POV

Ruangan sunyi yang ku masuki kini beraroma lembab dan terasa begitu dingin. Aku melihat sekeliling ruangan yang masih tertata rapi di tempatnya dengan barang-barang yang persis sama dengan terakhir kali aku melihat ruangan ini. Entah mengapa, ketika pandanganku mengarah ke sudut ruangan yang menampakkan sebuah rak kecil dengan banyak mainan anak-anak seketika membuat dadaku terasa sesak. Meski begitu, tanpa sadar langkahku kini mendekati sudut itu dan meraih salah satu barang yang ada di sana.

Kotak kayu antik dengan ukiran bunga yang cantik berhasil membuat pandanganku terpaku ckup lama. Sembari teringat kembali semua kenangan dengan benda ini, aku merasa kini kedua mataku berhasil meneteskan air mata.

Aku membukanya perlahan hingga menampakkan sebuah benda berkilau emas. Aku kini tak bisa lagi membendung tangisku saat melihat sendok emas yang ku genggam di foto keluarga kami. Aku berjongkok dan kemudian terduduk lemas sembari terisak di sudut kamarku.

Rasanya sulit mengendalikan diri, aku tak bisa berhenti terisak hingga dadaku benar-benar terasa sesak.

"Eomma..."

Aku memanggilnya di tengah tangisan yang bahkan baru kali ini aku bisa menangis lagi. Hidupku terlalu hambar hingga aku terkadang sulit mendapat emosi dalam diriku, entah saat senang ataupun sedih, aku tak pandai melakukannya. Namun kali ini berbeda, aku benar-benar merindukanmu eomma.

Lonely St Où les histoires vivent. Découvrez maintenant