tiga

2K 464 18
                                    

"Silu cepatlah, kau harus turun sebentar lagi."
Mama tirinya tersayang mengetuk pintu kamar berulang kali.
"Ini jadi makan malam terakhirmu bersama keluarga Dilnaz sebelum kau dibawa tinggal di rumah suamimu.
Ayolah Silu, semua orang sudah menunggu."

Pintu terbuka, Silu berdiri dengan senyum lembutnya di depan wanita yang dia tidak tau apakah benar-benar tulus padanya atau sama seperti putrinya, hanya bersandiwara tapi semenjak dia tau aslinya Safa, Silu bisa melihat berapa lapis topeng yang dipakai mama tirinya ini.
"Aku sudah siap ma.!" Jawabnya berjalan lalu menutup pintu kamar di belakang punggungnya.

Kening Silva berkerut melihat perhiasan berlian yang dikenakan di leher Silu.
"Apa itu tidak berlebihan.?" Tanyanya pelan.
"Ini hanya makan malam keluarga, kenapa harus pamer seperti itu."
Dia menyentuh perhiasan tersebut.
"Aku tidak pernah melihatnya sebelumnya."

Silu mengangkat bahu.
"Ini diberikan nenek padaku, di simpan dengan dua set perhiasan lainnya sebagai hadiah pernikahanku.!"
Dia berjalan tapi Silva memegang lengannya.
"Sebaiknya disimpan saja. Kalau kau takut, berikan pada mama. Mama akan menolongmu untuk menyimpannya dengan baik."

Silu tersenyum manis.
"Tidak tidak usah. Aku akan sering memakai perhiasan mahal mulai sekarang.
Lagipula aku tidak mau mereka merendahkan keluarga kita."
Dia melepaskan lengannya dari cengkraman Silva.
"Dan Ma, semua perhiasan milikku yang kau simpan tolong keluarkan berikan padaku.
Besok aku akan menikah, aku akan membawanya ke rumah baruku."

"Kenapa.?" Silva kaget.
"Untuk apa membawa perhiasan ketinggalan jaman itu.
Suami orang kaya, harusnya kau memintanya membelikanmu."
Silva memeluk lengan Silu, membawanya berjalan menuruni tangga melingkar.
"Kau bisa mandi berlian setiap harinya.
Ini kesempatanmu, selagi muda dan segar minta apapun dari suamimu nanti saat kau mulai tua dan keriput, belum tentu dia ingat padamu."

"Seperti papa padamu.?" Tanya Silu polos dibuat-buat.

Wajah Silva memerah sekilas.
"Tidak. Papamu bukan seperti itu. Dia sangat mencintaiku. Dia akan memberikan semua yang aku minta."

"Lalu kenapa tidak meminta papa membelikan Safa perhiasan.
Kadang aku jadi malas dan malu memakai perhiasan milikku sebab Safa lebih sering memakainya."
Tembak Silu dengan manis.
"Aku tidak mau orang bilang papa miskin tidak mampu membelikan putri tirinya perhiasan padahal sesungguhnya yang Safa pakai memang milikku yang aku titip padamu."
Silu mengusap rambutnya.
"Tapi tidak apa-apa, tidak masalah sebelumnya bagiku. Cuma aku tidak mau nanti keluarga suamiku salah paham.
Jadi besok setelah acara pernikahannya, tolong antar semuanya padaku ya Ma."
Dirangkulnya lengan sang mama.
"Oh iya sekalian dengan tas tas yang mama pinjam ya.
Aku tidak ingat semuanya, tapi mama pasti tau apa saja yang sudah dipinjam, jadi membalikan padaku."

Silva menepis tangan Silu.
"Baik." Katanya.
"Tapi caramu mengatakannya membuatku terlihat hina."

Silu memasang wajah sedih dan kaget.
"Aku minta maaf, aku tidak bermaksud seperti itu.
Kalau mama marah aku tidak mau papa tau.
Kalau begitu biar aku bicara dengan nenek dan papa, jika mereka bertanya aku akan mencari alasan lain.
Menurut mama apa yang harus kukatakan.?"

Silva terdiam, sedangkan Silu kembali melangkah, menyembunyikan senyum puas karena pada akhirnya setelah dua puluh tahun dia bisa juga membuat panik wanita ini.
Rasanya menegangkan dan berat, Silu bahkan sempat ingin menceritakan masalahnya ini pada teman-temanya tapi kemudian dia mengundurkan niat tersebut karena tau masalahnya mungkin tidak ada apa-apanya dibanding masalah teman-temannya.
Yang punya masalah bukan hanya dia, jangan membuat teman-temannya semakin pusing.

Nenek tersenyum lebar melihat Silu yang muncul dengan gaya anggun.
Memberi kode agar Silu duduk di sebelahnya yang kosong di meja melingkar tersebut.
"Kau cantik sekali sayang."
Katanya melirik pada Safa setelah memuji Silu.

Silu tersenyum.
Dulu dia kasian pada Safa yang selalu mendapatkan sikap sinis dari nenek, sekarang dia merasa bangga sang nenek tak termakan tipu daya ibu dan anak itu, tidak seperti dirinya yang bodoh tapi tentu saja Silu sudah tau nenek juga bukan orang baik.
Jika saja dia tidak pulang dan mendengar semuanya, mungkin tidak lama lagi dia hanya akan tinggal nama saja.

"Besok pernikahanmu, hanya malam ini kau masih cucu kesayanganku.
Setelah ini kau akan jadi milik keluarga Balder, milik suamimu.
Kau harus mendengarkan mereka, menjaga dan merawat suamimu dengan baik."

Meski dia sudah tau bukan kral yang akan menikah dengannya, Silu tetap pura-pura tidak tau.
Dia memilih diam karena nenek jelas bermaksud menipunya.
Sepertinya nenek takut dia akan berbuat nekad dan bodoh jika tau akan menikahi kakak tiri Kral yang misterius yang belum pernah ditemui atau dikenalnya.
Dengan diam Silu, Kral dan Safa juga akan terus tertipu memainkan sandiwara dan akting jelek mereka yang membuatnya mual.

"Nenek tenang saja, aku akan sering-sering datang mengunjungi nenek.
Aku tidak akan melupakan keluarga asliku ketika mendapatkan keluarga baru."
Silu melirik papa, ingin tau apa laki-laki menyadarinya.

"Tentu saja kau harus datang. Kau adalah pengikat dua keluarga."
Bukannya sadar, papa bodoh malah salah paham.
"Suamimu harus dekat dengan kita semua, menganggap kita keluarga agar bisa saling membantu."

Silu tersenyum, mengacung jempolnya dengan gaya bodohnya selama ini.
"Tenang saja." Jawabnya.
"Aku pasti akan sering-sering datang ke sini."
Dia melirik Safa yang sedang menahan senyum.
"Apa Kral menghubungimu, hp ku mati jadi aku tak ,tau kalau dia menelpon.?"

Safa menggeleng.
"Tidak. Mungkin dia juga sibuk dengan pernikahan ini."
Dia melirik nenek.
"Tenang saja semuanya lancar, Kral baik-baik saja."
Seolah dia cucu yang patuh ikut instruksi nenek tanpa membuat Silu curiga.

"Syukurlah" jawab Silu.
"Rasanya sedikit menakutkan dan aku gugup sekali, tidak sabar menunggu besok."
Dia melirik anting yang Safa pakai.
"Oh aku sudah bicara dengan dengan mama tentang semua barangku yang aku titip kan, aku akan membawanya ke rumah suamiku."
Silu melihat mama Silva melangkah lalu duduk di sebelah Safa.
"Kalian bicarakan saja, aku sibuk jadi aku mau tau beres aja."

Mata Safa membesar, dia menoleh pada mamanya.
Silva meremas jemari Safa yang mengepal diatas meja.
"Tenang saja Silu, besok semuanya akan beres, dibawa langsung saat pernikahanmu."

Pernikahan akan diadakan sekali saja, cuma di rumah mempelai laki-laki.
Cukup aneh jika memikirkan Silu lah yang harus datang ke sana, langsung tinggal setelahnya.
Dia tidak mengerti pengaturan dua keluarganya, sudah terlambat untuk bertanya sekarang.
Lagipula jika di tunda, dia takut perutnya semakin besar, semuanya bakal kacau dan tak ada kesempatan untuk balas dendam pada dua ekor monyet itu.!

"Makanlah yang banyak Silu. Malam ini kau harus istirahat agar besok bisa bertahan.
Keluarga Balder tidak akan tanggung-tanggung mengadakan pesta, akan berlangsung seharian.
Jangan tumbang, jangan permalukan keluarga kita."
Nenek mulai mengisi piring Silu dengan sayur dan daging.

Silu tau Nenek mencintainya tapi bagi wanita itu peninggalan suaminya, bisnis yang dibanggakannya adalah segalanya hingga tega menipu cucu yang tak pernah membantahnya.
Dengan pernikahan Silu dan Kaisar, bisnis dan nama keluarga mereka akan semakin besar.
Nenek memanfaatkan perjanjian yang dibuat antara kakek dan kakek Balder tentang pernikahan antara cucu mereka.
Menipu Silu dan membuat Kaisar yang misterius harus kembali ke negara ini untuk menjalani pernikahan.

Silu tidak berniat melibatkan Kaisar, siapapun laki-laki itu.
Begitu niatnya tercapai dan semuanya sudah dihancurkannya, dia akan menceraikan Kaisar, pergi meninggalkan negara ini bersama anaknya.!
Kaisar Balder ataupun Kral Balder tidak akan menjadi pilihan hidupnya.

***************************
(04122023) PYK

Mr. Cold                                    Series Brother in law # 1Where stories live. Discover now