1| Awal

770 113 53
                                    

Enjoy!
__________________________________________

Halilintar bertemu dengannya sekitar 6 bulan yang lalu. Tahun ajaran baru sudah dimulai sejak 3 minggu sebelumnya, lalu tiba-tiba di tengah pelajaran, datanglah seorang anak pindahan.

Didampingi oleh wali kelas Halilintar, Bu Zila tersenyum ramah meminta izin pada guru mata pelajaran yang tengah berlangsung di kelas tersebut untuk sedikit memberikan waktu pada anak-anaknya berkenalan dengan kawan baru mereka.

Begitu diizinkan, si anak pun maju perlahan-lahan dengan langkah ragu menuju ke depan kelas, diikuti oleh Bu Zila.

Semua siswa menatapnya dengan pandangan penasaran, beberapa terkagum-kagum melihat betapa menggemaskannya murid pindahan tersebut dengan pipi yang luar biasa bulat padahal tubuhnya kurus, beberapa juga ada yang melempar pandangan tidak nyaman dengan kehadirannya.

Memang, selain kedatangan anak baru dapat membuat kelas semakin ramai dan menambah daftar teman, ada juga yang merasa takut tersaingi dalam persoalan peringkat-mencangkup apa saja, peringkat ketampanan, peringkat teman yang paling asyik, peringkat nilai terbagus, dan peringkat-peringkat lainnya.

Sang guru menitahkan si murid pindahan untuk memperkenalkan diri. Namun, sebelum sempat melakukan perkenalan, salah satu anak muridnya mengacungkan tangan tanda meminta izin untuk bertanya.

"Apa kau akan memakai terus earbuds di telingamu selama perkenalan?"

Dan hening.

Tidak ada yang bersuara, bahkan sang murid baru di depan sana kekal tersenyum seperti tak berniat mengeluarkan jawaban untuk rasa penasaran kawan sekelas barunya itu. Orang yang bertanya tadi pun seketika canggung sendiri, merasa telah melakukan kesalahan.

"Um... Mungkin nanti akan dijelaskan. Baiklah, nak, silakan perkenalkan dirimu." Bu Zila menepuk bahu si murid pindahan, dan menyodorkan sebuah spidol padanya.

Murid itu pun mulai menuliskan identitasnya di papan tulis.

Namaku Taufan Cyclone.
Usiaku 14 tahun.
Aku dari Kuala Lumpur.

Sontak ruangan tersebut ramai dengan bisikan dan desis kagum.

"Woah, ada anak KL!"

"Taufan! Boleh sekalian tulis sosial mediamu?"

"Nomor teleponmu juga!"

"Hobimu apa?"

"Minta izin! Mau unyel-unyel pipimu, Taufan!"

"Warna matamu cantik sekali! Apa kau pakai softlens?"

Kelas mulai ribut, memuji dan menanyakan tentang sosok pemuda bermata biru di depan sana yang masih setia mempertahankan senyum ramahnya.

Bu Zila pun menepuk tangannya beberapa kali, meminta perhatian sebab Taufan belum selesai mengenalkan dirinya.

Menyadari bahwa kelas kembali tenang, Taufan lagi-lagi menulis di papan tulis tersebut.

Satu kalimat yang berhasil membuat kelas itu hening seketika.

Bahkan Halilintar yang sedari tadi duduk di belakang dengan acuh tak acuh pun melebarkan matanya.

Maaf semua, aku tidak bisa mendengar kalian, karena aku tuli.

•••

Entah ini akibat satu kalimat perkenalan tadi, atau memang orang-orang menolak untuk berteman dengan orang cacat.

Taufan duduk kesepian di bangkunya kala waktu istirahat tiba.

Betelgeuse [HaliTau]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang