40. Radhit vs Farah

4.3K 256 4
                                    

Radhit memijat pelipisnya tepat setelah direktur keluar dari ruang rapat. Akhir tahun memang membuat kepalanya pusing. Banyak tugas yang masih harus diselesaikan timnya.

"Mas, gue balik dulu, ya," ujar Narendra yang dibalas anggukan oleh Radhit.

Beberapa menit setelahnya, Radhit keluar dari ruang rapat menuju pantry yang berada di lantai tiga. Ia memilih untuk pergi ke ruang baca yang berada di lantai tiga untuk menyelesaikan pekerjaannya.

"Dilabrak? Oci dilabrak? Ngarang lu!" ucapan seorang wanita berjilbab di pantry membuat Radhit menghentikan langkahnya.

"Iya, sama istrinya Mas Azka. Gue lihat dengan mata kepala gue sendiri," ujar wanita berambut pendek.

"Mereka berantem besar? Kok nggak ada info apa-apa," tanya wanita berjilbab.

Wanita berambut pendek menggeleng, "Mereka ngobrol aja, sih, tapi istri Mas Azka kelihatan marah. Apa jangan-jangan bener kalau Mas Azka selingkuh sama Oci," ujarnya.

"Oci kan istri Mas Radhit, mana mungkin berani, sih?"

"Jujur gue pernah denger kalau Mas Radhit tunangan sama sekretarisnya Pak Galang. Siapa tuh namanya? Kamila, ya?" Wanita di depannya mengangguk. "Makanya waktu ada berita kalau Mas Radhit suaminya Oci, gue kaget banget," lanjutnya.

Wanita berhijab meringis, "Cinta segi berapa, sih, ini? Bingung gue. Ada aja kelakuan orang."

Radhit yang berada di balik tembok pantry mengurungkan niatnya dan kembali menuju ruangannya. Oci? Dilabrak? Kenapa istrinya tidak pernah cerita?

Radhit menghela napas lalu duduk dikursi kerjanya. Namun, baru saja duduk telepon di depannya berdering.

"Iya, ada apa?"

Radhit mengerutkan kening bingung saat mendengar ucapan dari resepsionis.

"Siapa? Saya nggak ada janji sama siapapun."

Radhit mengangguk, "Ya udah, nggak papa. Saya ke sana sekarang."

"Apa lagi, sih?" Gerutu Radhit. Ia keluar dari ruangan melewati ruang Oci.

Oci tersenyum ke arah Radhit, tetapi senyumnya pudar saat melihat wajah Radhit yang terlihat kesal. Suaminya tidak menatapnya sama sekali. Entah tidak melihat atau sengaja mengabaikan.

"Mas Radhit lagi puyeng, Ci. Jangan overthinking," ujar Narendra yang melihat Oci mematung setelah diabaikan oleh Radhit.

"Ada apa emangnya?" tanya Oci kepada Narendra.

"Pak bos minta minggu ketiga Desember semua target editor udah kecapai, sedangkan kita masih lumayan banyak kurangnys," ujar Narendra. "Lo tau sendiri kan Mas Radhit nggak mau asal-asalan milih naskah dan nerbitin cuma buat menuhin target," lanjutnya.

"Sorry aja, sih, Ci, tapi menurut gue kita nggak nyapai target karena Mas Radhit terlalu picky padahal minat nerbitin buku sekarang udah nurun banget dari tahun lalu," ujar Narendra. "Ya, walaupun bagus, sih, image kita jadi penerbit yang susah ditembus," lanjutnya.

Oci benar-benar setuju dengan apa yang Narendra katakan. Ia sendiri sudah merasakan beberapa naskah yang ia ajukan kepada Radhit ditolak oleh laki-laki itu. Radhit memang memiliki standard tinggi untuk naskah-naskah yang akan diterbitkan. Itu juga yang membuat novel-novel terbitan mereka selalu best seller dan laku dipasaran.

***

"Siapa yang cari saya?" tanya Radhit ketika ia sampai di meja resepsionis.

Our Traumas [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang