2.

24.5K 2.2K 72
                                    








Elio menunduk takut saat mendapat tatapan dari orang asing di depannya. Mereka memutuskan untuk tidak pergi setelah melihat Elio menangis, antara bingung dan ketakutan. "Farel, katakan dengan jujur pada papa. Apa yang terjadi? Kenapa kau sampai kebingungan seperti ini? Astaga, apa demam semalam membuat otakmu bergeser? "

Elio menggeleng ribut, dia sendiri tidak tahu kenapa dirinya berada di sini. Yang Elio ingat hanya kegelapan gudang dan udara dingin malam itu. Elio mendongak saat Leon bangkit dari duduknya. "Aku ada urusan pa, kabari aku jika kak Farel sudah bercerita. Kak Asher, antarkan aku."

"Elio bukan Farel hikss.. Elio ada dimana? Elio tidak di buang kan sama ibu? Ibu panti dimana. Kenapa dia ngebiarin Elio di sini." Elio menangis tersedu. Nada rengekan khas anak kecil terdengar begitu menggemaskan di telinga semua orang jika saja mereka tak lagi di keadaan bingung.

"Elio mau pulang. Paman antarkan Elio pulang." Elio tak tau lagi mau meminta pada siapa. Orang yang pertama kali dia temui telah pergi. Dia meminta pada pria yang terlihat menyeramkan baginya.

"Jangan bercanda Farel! Kau itu Farel, Farel Bram Amadya, bukan Elio! Dan kau tidak akan kemana mana, ini rumahmu, kau harusnya sudah tahu itu kan?! " Elio menangis semakin kencang saat Feliks berbicara dengan nada tinggi. Elio takut, itu mengingatkannya akan kemarahan ibu panti.

Elio mendekat pada Feliks, bersimpuh diantara kaki besar itu. Dia masih menangis, meminta agar Feliks mengantarkannya pulang. "Paman hiks, Elio mohon, antarkan Elio pulang hiks. Ibu pasti akan marah kalau Elio tidak pulang hiks.... El-elio gak mau dikurung di gudang dingin lagi paman hiks Elio mohon hiks, antarkan Elio pulang..... Hiks."

Melihat Elio yang meraung, semua yang ada disana hanya bisa menatap heran.

"Farel.. " Seorang wanita menarik tubuh Elio. Dia menatap wajah yang saat ini memerah lucu. Dia Achera, kakak ipar Feliks menangkup kedua pipi Elio. "Disini rumahmu sayang. Tidak ada yang namanya ibu panti. Sejak lahir kamu tinggal di sini." Achera menjelaskan dengan lembut.

Seolah ia mengerti kebingungan Elio. Ia mengusap air mata di pipi sang keponakan. "Berhenti menangis. Apakah kamu merasa pusing? Kami akan membawamu kerumah sakit, " ucapnya kemudian menoleh kearah suaminya, Xavier.

Seolah mengerti, mereka semua beranjak dari sana untuk membawa anak tengah Amadya itu.



*


Cellin mengelus surai putra tengahnya yang saat ini tertidur karena terlalu lelah menangis. Dia menoleh pada suaminya yang sedari tadi memperhatikan dari jauh. Seakan paham, Feliks mendekat lalu mengelus surai sang istri.

"Jangan khawatir sayang, kau dengar sendiri kan apa kata dokter? Farel seperti ini karena efek demamnya yang terlalu tinggi. Mungkin saat sudah bangun dia akan kembali seperti dulu. " Cellin hanya mengangguk pelan, pandangannya tidak lepas dari Elio yang terlihat menggemaskan dimatanya. Meski dia juga benci dan kesal jika mengingat sifat putra tengahnya sebelum kejadian ini.

"Ya, mungkin saja. Tapi jujur, aku lebih suka melihatnya seperti ini. Dia terlihat seperti anak kecil jika sedang menangis. Baru kali ini juga kan kita melihat sisi lemah Farel? " Feliks mengangguk setuju. Dia mengecup kening istrinya singkat, lalu memandang wajah Elio yang terlihat gelisah.

"Mas, salahkah aku berharap jika Farel tetap seperti ini? Putra kita ini jarang sekali menangis ataupun merengek." Feliks tersenyum tipis. Ia memegang pundak sang istri. Yah, perkataan istrinya tak salah.

Farel adalah pribadi yang cuek dan dingin. Anak tengahnya itu jarang berinteraksi dengan keluarga. Ketika di ajak bicara, Farel akan meninggikan suaranya tak suka.


*

Elio berlari mengejar tali layangan yang terputus. Dia tidak memperhatikan apa yang ada di depannya sampai akhirnya dia menabrak tubuh seseorang. Elio meringis, menyalahkan dirinya yang selalu saja ceroboh. Dia mendongak guna melihat siapa yang dia tabrak, namun, tatapan tajam yang malah menyambutnya.

"M-maaf paman, Elio tidak sengaja. Paman tidak apa apa kan? " pria itu berdengus kesal saat Elio memanggilnya paman. Apa dirinya terlihat sangat tua sampai anak itu memanggilnya paman? "Tck, aku masih remaja, sialan! Bagaimana bisa kau memanggilku paman? Tidak lihat kah jika aku ini masih muda dan juga tampan? " cercanya. Apakah wajahnya memang terlihat setua itu.

Bibir Elio mengerucut. "Habisnya wajah kakak menyeramkan. Seperti paman tadi hmph!" okay, Elio mulai merajuk. Berapa kali dia di marahi. Kenapa semua orang suka sekali marah. Elio ga suka huh!

Dia, Farel.. Hanya bisa mendengus memaklumi bocah di depannya ini. Ia bersedekap dada memandang Elio tajam. "Dengar Elio. Mulai saat ini, kau yang menempati tubuhku!"

Elio yang tadinya menggerutu pun mendongak menatap Farel. "Huh? Maksud kakak, Elio tak paham."

Farel menepuk dahinya pelan. Bagaimana bocah bodoh ini yang menggantikan tubuhnya?

"Kau ini polos atau bego sih? Masa begitu saja tidak mengerti? " berangnya. Dia benar benar tidak habis fikir jika ada orang polos seperti Elio. Bukannya apa, dia sudah sering bertemu orang polos, tapi tidak ada yang se polos Elio.

Farel meraup wajahnya kesal dan duduk di hamparan rumput. Elio yang juga penasaran dengan apa yang Farel ucapkan ikut duduk dihadapan Farel.

"Dengar, bodoh. Kau bukan lagi Elio, melainkan Farel. Tubuhmu sudah membiru karena angin malam. Aku kasihan padamu jadi aku menyeret jiwamu untuk menempati tubuhku. Tubuh itu sepenuhnya menjadi milikmu, jadi jagalah dengan baik. " Elio memiringkan kepalanya. Dia tidak mengerti karena Farel berbicara terlalu cepat. Yang dia tahu hanya satu, jika dirinya sudah mati.

"Kakak berkata panjang dan cepat. Elio tidak mengerti. Tapi apakah Elio sudah mati? Badan Elio membiru? Apakah Elio jadi biru? Bagaimana bisa?" rentetan pertanyaan Elio berhasil membuat Farel kembali meraup wajahnya.

"Oh shit!! Lo kelewat polos apa bodoh sih!" bolehkah Farel membuang Elio ke laut saja. Dari mana munculnya anak bersifat polos nyerempet ke bego ini. Dia masih bertanya tentang mengapa badannya membiru. Ya ampun.

"Dengar Elio, aku mengatakan ini hanya satu kali, jadi pahami dengan benar. Tubuhmu sudah mati, jadi jangan tanya tentang itu lagi. Lalu, kau berada di tubuhku. Aku yakin kau sudah membaca buku 'home for Aqila', dan sekarang kau berada di tubuhku, figuran dalam novel itu. "

Mata Elio tiba tiba basah dengan bibir yang melengkung ke bawah. Dia tidak percaya jika dirinya sudah mati. "Hiks.... Kenapa Elio bisa mati kak? Hiks, Elio kan anak baik, hiks Elio gak nakal, kenapa Elio harus mati? Hiks huwaaa... "

Farel jadi kasihan dengan anak bod- polos di depannya itu. Ia memeluk Elio menenangkannya. Dalam hati dia heran, mengapa Elio masih bertanya kenapa dia bisa mati? Tentu saja karena kedinginan! Apalagi tubuh Elio lemah.

"Aku akan mengirimkan seluruh ingatanku padamu. Setelah ini, kamu akan menjadi Farel bukan Elio mengerti?" ujar Farel yang di angguki Elio. Meski Elio belum paham, tetapi ia mengerti jika dia bukan lagi Elio.

"Jadi sekarang Elio bukan Elio?" tanya Elio. Ingin sekali Farel meremas gemas bocah di pelukannya ini. Tapi nanti tambah nangis. Kan bahaya untuknya.

"Pokonya gitu deh. Sekarang kau tutup mata..  Kamu harus kembali. Ingat, kau bukan lagi Elio!" tekan Farel. Ia menyentuh punggung Elio. Seketika tubuh bocah itu perlahan menghilang di pelukan Farel.

"Aku harap kau bisa menemukan kebahagiaanmu Elio."










Tbc.


200 vote.. Part 3 akan datang.

Became A Favorit Figure - EndWhere stories live. Discover now