dua puluh lima_ Kisah tanpa ibu

202 24 3
                                    

Toko bunga keluarga Miya. Terpampang jelas namanya, disana ada seorang gadis tengah asik makan mie ayam buatan sang adik.

Klenteengg..

Suara lonceng berbunyi, pertanda afa yang masuk. Atsumu menatap kesumber suara mendapati perempuan cantik sedang tersenyum ke arahnya.

"Mbak Kita assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." bahkan Atsumu saking semangatnya saat bertemu Kita dia duluanlah yang memberi salam. "Asik tuh, buatanya Samu ya?" tanya Kita kala melihat Atsumu sibuk makan.

"Heheh iya mbak, biasalah." jawabnya santai.

Minggu pagi yang cerah.

"Tsumu ada bunga untuk ziarah?" tanya Kita lalu Atsumu menganguk. Masuk ke sebuah ruangan lalu mengambil sekantung bunga mawar yang sudah di persiapkan. "Kamu gak liburan?"

"Males mbak, enakan jaga toko." ucapnya.

"Yaudah, berapa ini?" tanya Kita.

"Spesial buat mbak Kita, gratis."

"Beneran Tsum?"

"Beneran kok mbak, ambil aja." balas Atsumu lalu Kita menganguk sebelum pergi dan berterima kasih.

Kita menelusuri jalanan setapak berhenti di gerbang besar dengan nama 'tpu' itu perlahan masuk kedalamnya.
Kita berhenti di dua makam yang berdampingan.

"Assalamualaikum, ayah ibu Kita dateng." Kita berjongkok diantara dua makam tanpa kramik namun terlihat terawat.
Setelah mengirimkan alfateha dan berdoa Kita menaburkan bunga serta air pada dua makam itu.

"Ibu, Kita rindu." gadis itu berusaha untuk tidak menangis. "Maafin Kita ya bu, Kita emang pembawa sial." ucapnya lagi sembari menangis.

Bukan tanpa alasan gadis ini bahkan sampai sekarang terus terusan menyalahkan dirinya sendiri atas meningalkan kedua orang terpenting dalam hidupnya.

Kala itu saat usia Kita delapan tahun, dia memaksa kedua orang tuanya untuk pergi ke festival yang lumayan jauh dari rumah mereka.
Ibunya menolak, karna dia sangka akan hujan nantinya namun Kita terus merengek ingin pergi.

Ayah Kita yang memang selalu memanjakan anaknya itu kemudian menganguk, menyetujui apa yang Kita inginkan.
Semuanya berjalan lancar. Mereka bertiga menikmati festival dengan senang.

"Kita jangan lupa baca al quran tiap hari ya." ucap sang ibu saat mereka hendak pulang.

Rintik mulai turun membasahi bumi. Kita tertidur di jok belakang jalanan cukup sepi naas nya sebuah Truk melaju dengan kecepatan tinggi tergelincir dari jalanan dan menabrak mobil yang keluarga Kita kendarai. Ibu Kita lekas menarik Kita dalam pelukanya, melindungi gadis kecil itu agar tak terhimpit antara mobil dan truk yang terus menyeret mereka.

Kita melihatnya sang ayah terhimpit disana. Ibu Kita akhirnya membuka pintu menjatuhkan Kita dipinggir jalan membiarkan dirinya ikut terseret beberapa meter bersama sang suami.
Sejak hari itu, Kita yang hanya memiliki luka di kening dan tanganya dirawat oleh keluarga pak Gojo Satoru selaku kakak dari ibu Kita Shinsuke.

"Andai dulu Kita gak keras kepala, andai waktu bisa di putar bu."

"Kita." pangil seorang. Kita menoleh dengan wajah yang memerah menatap Tendou.

"Ten?"

"Mau ngobrol sebentar?" tanya Tendou dan Kita tersenyum. Tendou membawa keranjang bunga, kemungkinan Tendou pun baru selesai berziarah ke makam sang ibu.

Mereka duduk di bangku taman tak jauh dari pemakaman.
Tendou menaruh keranjang bunganya dan menatap Kita dengan tersenyum.

"Lu gak liburan Kit?" tanya Tendou.

Back To Masjid (Haikyuu Religi) √Where stories live. Discover now