chapter 5

417 41 15
                                    

"aku tak percaya dia kakak kembar kita." Ujar Solar bersidekap dada. Matanya meneliti boneka yang tertidur dari atas sampai bawah.

Memang benar, untuk disebut kakak tertua dia terlalu kecil dan lemah. Kira-kira bagaimana reaksinya ya kalau dia tau kami berenam adik kembarnya.

Yah.., ini kisah lama sih. Alasan orang yang disebut 'ibu' itu mampu melahirkan kembar tujuh karena campur tangan ayah. Tanpa sepengetahuan ibu, ayah melakukan berbagai eksperimen pada tubuhnya saat ibu tertidur dan mengandunglah kami tujuh kembar. 

Setelah proses melahirkan yang sulit, kondisi tubuhnya menjadi sangat lemah. Ayah mana peduli dengan kondisi ibu. Baginya, keluarga hanyalah alat. 

Suatu hari, ibu melihat bagaimana tanpa sepegetahuannya ayah sedang bereksperimen kepada kami yang masih balita. Ibu pun protes, ia membawa lari salah satu dari kami. Tentu saja itu adalah Halilintar. Karena ibu tidak bisa membawa kami semua.

Selepas kepergian ibu, ayah tak peduli dan terus melakukan banyak hal pada kami berenam. Menjadikan kami alat tanpa rasa kemanusiaan.

Tujuh tahun kemudian, ayah menyeret ibu kembali. Saat melihat kami, ibu berteriak histeris sambil mencakar-cakar lantai. "Anakku bukan iblis! Anakku bukan monster!"

Ayah bertanya dimana anak yang dibawa oleh ibu tapi ibu tak menjawab dan terus histeris. Kesal akan istrinya, ayah menembak kepala ibu tujuh kali lalu menginjaknya keras hingga kepala tersebut hancur. Tentu ia melakukannya didepan kami yang tak memiliki emosi apapun. Aku maupun yang lain tak peduli dengan nasib wanita menyedihkan tersebut yang mayatnya dijadikan makanan eksperimen Solar.

Setelahnya, kudengar 'dia' berhasil ditemukan oleh ayah di panti asuhan dan dikurung dimansion yang hingga kini dia tempati. 

Tidak seperti kami yang dijadikan moster, ayah menjadikannya boneka tak berdaya yang hanya bisa duduk terkurung. Ayah jatuh hati pada kepolosan boneka tersebut. Agar dia tetap menjadi boneka manis, ayah menghentikan laju pertumbuhannya. Si boneka mengalami pertumbuhan yang sangat lambat hingga fisiknya masihlah anak-anak.

Walaupun setelah ayah mati tidak ada lagi obat untuk menghentikan laju pertumbuhannya. Pertumbuhannya sekarang sudah memasuki tahap remaja awal. Tingginya sudah sekitar 158 cm.

Aku tidak suka ini. Aku tidak suka ia tumbuh dewasa. Maka itu, kubawa Solar kemari untuk menghentikan pertumbuhannya. Aku tidak suka bonekaku tumbuh besar. Aku ingin ia tetap pas dalam pelukkan ku. Kecil dan lembut. Rasanya dapat hancur jika ku gunakan sedikit tenagaku.




Pagi ini boneka terbangun dengan rasa sakit. Seluruh tubuhnya memanas dan ia meringis. Tentu karena obat yang digunakan Solar semalam. Kulit putih itu memerah hingga wajah. Boneka menggigit bibirnya menahan sakit.

Ku masuk kedalam sangkar ruangan boneka. Ku dekati si boneka dan memeluknya. Kurasakan nafasnya yang panas berhembus. Ku angkat boneka ini dari ranjang dan membawanya kedalam kamar mandi. Bathub yang sudah ku isi air dingin menarik atensi bonekaku. Kulepaskan seluruh pakaiannya dan meletakkannya dibathub. Kulitnya yang memerah itu bersentuhan dengan dinginnya air membuatnya merasa sedikit rileks.

Setelah rasa panasnya menghilang, boneka membeku dan menatap patah-patah kearahku. Aku sedikit menyeringai melihatnya. Ia mulai menutupi tubuhnya dengan tangan yang bagiku terlihat sangat bodoh.

"M-mesum!"

Kunaikkan sebelah alisku. Kenapa ia malah malu-malu? Kuperhatikan tubuhnya yang kecil kurus. Aku tidak bisa melihat otot sedikitpun. Pipinya chubby, kulit putihnya tengah memerah, suaranya lucu dan sedikit cempreng, kulitnya halus saat ku sentuh.

"J-jangan sentuh tubuhku!" Marahnya menepis tanganku.

Seringaianku semakin lebar. Ku tarik pergelangan tangannya hingga tubuhnya tertarik kearahku. Kudekatkan wajahku padanya.

"Sepertinya aku juga kepanasan. Bagaimana kalau kita mandi bersama?" Godaku.

Ku lepaskan cekalanku dan mulai membuka satu-persatu pakaianku. Terpampanglah tubuh berototku yang diidam-idamkan kaum hawa. Boneka menganga lebar. Ia menatap iri pada tubuhku.

Aku mulai masuk kedalam bathub besar ini. Boneka terus memperhatikan setiap tindakanku hingga tak sadar aku menariknya kedalam pelukan. Kulit kami bersentuhan, bisa kurasakan panas tubuhnya pada kulitku. Tubuhnya begitu kecil dan lembut. Aku suka.

"Sudah ku duga kamu tidak cocok menjadi seorang kakak. Kamu lebih cocok menjadi mainanku" bisikku pada telinganya.





Gempa menunggu sambil berkacak pinggang. Tingkahnya seperti ibu-ibu yang siap memarahi anak nakalnya. Ku alihkan pandangan kesamping sembari memasang senyum bodoh. Boneka digendonganku bergerak gelisah. Sepertinya waktu mandi kami terlalu lama.

Usai menceramahiku dan boneka, Gempa berlenggang kedapur mengambil makanan. Kulihat Blaze dimeja makan menggerutu lapar dengan Ice yang tertidur juga Solar yang sibuk dengan laporan eksperimennya. Mungkin itu laporan mengenai monster salamander yang baru ia kembangkan akhir-akhir ini. Profesor gila itu sudah melakukan banyak sekali eksperimen yang bagi manusia sangatlah menakutkan. Ia pernah menukar otak manusia dengan otak anjing yang menderita penyakit rabies. Entah apa yang terjadi saat itu aku tidak peduli.

Solar melirik kearah boneka yang sedang duduk dikursi sampingku. Ia memicingkan matanya seraya menaikkan letak kacamata bodohnya.

"Dimana Thorn?" Ujarku.

"Berkebun, dibelakang"

Aku hanya meng'oh'kan saja. Kulihat Gempa menyajikan kalkun panggang dimeja. Alisku mengerut,

"Tumben," 

"Aku kehabisan musuh. Jadi kumasak kalkun saja" ujar acuh tak acuh Gempa.

Kudengar helaan nafas lega dari sebelahku. Itu si boneka. Ia memakan makanannya dengan khidmad. Bibirnya melengkung keatas. Yah.. sesekali tak buruk juga memakan unggas. Tentu si boneka tak tau kalau ini adalah kalkun bertaring dari wilayah eksperimen.

CoppelionWhere stories live. Discover now