Kemalangan

220 32 2
                                    

"Manusia akan saling mengerti jika sudah mengalami hal yang serupa, aku bukan tidak mengerti, hanya saja aku bukan lagi manusia"
.
.
.

Sukuna tertegun seperdetik dan berlari saat melihat asap yang mengepul di udara, Sukuna melihat rumahnya, "a-ayah.. Ibu!"

Dengan langkah besar menembus rumah, menuju kamar dan tidak menemukan mereka, dengan cepat mencari mereka ke ruangan lain

"A-ayah!! Ibu!!" menutup hidungnya dengan kain dan segera berlarian ke seluruh rumah, namun tidak menemukan siapapun

"Ayah!?! Ibu!! Kalian dimana!?"

Buk!

Seseorang memukul kepalanya, Sukuna terjatuh dan melihat siapa yang memukulnya, sebelum kesadarannya menghioang. Wajah familiar dari pria remaja tersebut, mengingatkan dirinya pada seorang anak yang pernah ia pukul dahulu

Sukuna membuka mata saat mendengar suara-suara seseorang, betapa terkejutnya melihat para warga tengah melihat ke arahnya, Sukuna melihat ke kanan dan kiri, ia baru sadar bahwa tubuhnya terikat di kayu, "apa yang kalian lakukan!! Lepaskan aku"

Berontak Sukuna, berusaha melepaskan ikatannya, "Lepaskan aku, dimana orang tuaku!? Dimana mereka-"

Plak.. Bugh...

"Naikan dia!"ucap seseorang, dan mereka menyingkir dari tubuh Sukuna yang sudah penuh lebam dan luka, Sukuna melihat dari atas, wajah-wajah mereka namun tidak menemukan orang tuanya dalam kerumunan

Enam orang nerpakaian putih mulai duduk melingkari Sukuna dan mengucapkan kalimat-kalimat yang tidak dipahaminya, matanya jatuh ke bawah pada tanah, "Apa.. Kesalahanku!? Aku juga ingin hidup" lirih Sukuna, darah menetes dari mulut dan sudut bibir yang robek, melihat mereka tidak fokus, "Kenapa.. kalian melakukan ini padaku!"

"Kau monster menjijikan, masih bisa berbicara, karna kehadiranmu, desa kami terkena musibah!"ucap seorang pria tua keluarga Fujiwara, di belakang pria tua itu, seorang pria dengan umur yang sama seperti Sukuna tersenyum, ternyata benar orang yang di lihatnya sebelum pingsan, kenohongan ini pasti ulah dia

"Orang tuamu ternyata menyembunyikanmu disini! Dasar kotor"sambung pria tua itu lagi

"..iya, dasar monster!"ucap warga di belakang mereka, melemparkan bermacam-macan tatapan pada Sukuna

"Dimana.. Dimana mereka.."lirih Sukuna terus menerus, ia hanya ingin melihat orang tuanya untuk terakhir kali, ia tidak masalah bahwa setelah ini dirinya meninggal pun, ia ingin mengucapkan banyak hal pada mereka

"Percuma mencarinya, mereka sudah tidak ada di dunia ini.." Sukuna menatap marah mendengar kalimat tersebut, pria tua lainnya mendekat dan tersenyum, "..kau ingin tahu? Apa yang dikatakan mereka terakhir kali, mereka bilang untuk *****"

"Kamo! Berhenti membuang-buang waktu, bakar dia dan lanjutkan mantranya!!"ucap pria tua ketiga, menatap jijik pada Sukuna yang hanya diam menunduk, dengan ekspresinya yang tidak terbaca

Seseorang mulai membakar tiangnya dan api menyebar dengan cepat, orang-orang berbaju putih tersebut masih mengelilingi Sukuna dan membaca mantra-mantra dari mulut mereka

Pikirannya kosong, seolah terhisap masuk ke dalam lubang yang gelap akan kenyataan dirinya tidak akan bertemu mereka dan ucapan terakhir orang tuanya, "hah.. hahh.. Akkkkhhh...!!"

Bersamaan pria tua itu berbalik pergi, altar kayu salib bergetar hebat dan seperti mengundang malapetaka, tangan tambahan Sukuna mulai muncul dan satu wajah lagi yang terlihat mengerikan, mereka yang duduk bertapa mulai menguatkan bacaan mereka untuk menjaga segel

"Terkutuklah Dewa, terkutuk Buddha, terkutuklah dunia dan orang-orang yang mengambil ayah dan ibuku! Aku mengutuk kalian dan bersumpah menjadi iblis untuk menghabisi kalian semua"suara rendah yang penuh amarah

Para warga mulai berlarian dari tempat eksekusi, hanya ada tiga pria tua yang sebelumnya dilihat dan enam orang yang membaca mantra di bawahnya, api terus membakar dirinya, teriakan Sukuna menggema, "kekeke aku.. mengutuk kalian, aku mengutuk.. kalian" ucapnya di sela-sela teriakannya

Di tengah kobaran api yang menyala, hanya terdengar tawa ringkih yang semakin menghilang dan kalimat kutukan yang perlahan tertutup karna riuh mantra. Mereka mengabaikan air mata yang mengalir deras dari mata sang iblis

Sebelum kesadarannya menghilang, Sukuna melihat orang-orang di hadapannya, tubuhnya terbakar dan terasa sangat menyakitkan, namun kematian tidak datang seolah memberi peringatan untuk mengingatnya dengan baik, "aku akan.. membunuh.." Iris matanya mulai memudar, menjelang ajal, sesuatu tiba-tiba terlintas dibenaknya

"..bagaimana kalau kau berteman dengannya!? Yuuji.. aku rasa dia akan senang berteman denganmu"

Sejak angin mulai berhembus dengan dingin, cahaya bulan juga mulai menyinari tempat mereka, para warga mulai meninggalkan tempat eksekusi satu per satu, begitu juga para tetua yang memimpin

Bulan bersinar terang menyinari tempat eksekusi yang tidak tersisa, hanya bekas bekas pembakaran dan debu yang berterbangan

Suara geta terdengar di tengah gelapnya hutan, berhenti di depan sisa-sisa pembakaran, cahaya bulan menyinari wanita berkimono putih tersebut, berjongkok dan mengusap abu sisa pembakaran, mencium hormat abu ditangannya, "senang bertemu dengan anda, Sukuna-sama"

"Saya Uraume bersedia melayani anda" mengambil abu di depannya dan memasukkan ke botol kecil berukuran satu jari dan pergi dari sanasana

Kyoto - Era Heian

Era Keemasan Jujutsu, jaman dimana para penyihir sedang berada di puncaknya, mereka kewalahan saat mendengar seorang penyihir dari tempat yang jauh mulai menyerang penyihir lainnya, belum lagi kutukan yang semakin meningkat secara tiba-tiba selama beberapa bulan terakhir

"Apa kau tahu? Para penyihir mulai berkurang di desa ini"ucap seorang pria di bar

"Ada yang bilang karna muncul kutukan yang kuat, sepertinya kita sedang di hukum oleh langit, ck ck"tanggap temannya khawatir

Dua orang tengah duduk rada jauh dan mendengar dalam diam di balik jubah mereka, meninggalkan uang di meja setelah minuman mereka habis

"Zenin, menurutmu bagaimana?"ucap seorang pria cukup muda dengan luka di salah satu matanya

"Kita harus segera menyingkirkannya, karna dia juga penyihir jujutsu, harusnya ada kelemahan untuknya, Kamo, persiapkan semua penyihir berbakat dibarisan depan, kita akan menyerangnya malam ini"ucap pria bernama Zenin tersebut

Hutan Selatan yang cukup jauh dari pemukiman warga, seorang wanita berambut putih dengan corak merah di tengahnya berjalan ke dalam rumah bergaya jepang lama, menyusuri lorong dan berhenti di depan pintu, mengetuk pelan, "Sukuna-sama, waktunya sudah hampir tiba"

.
.
.
BERSAMBUNG

Jangan Lupa Vote Dan Komentar💜💙💚

Marriage With Devil - Jujutsu KaisenWhere stories live. Discover now