Klimaks

160 10 0
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.








"Kita mau kemana Bi".
Ucap Arin merasa sudah tidak tenang. Firasatnya mengatakan ada hal buruk yang akan terjadi.

"Ada hal yang mau aku bicarakan mengenai hubungan kita".
Ucap Bian santai. Laki-laki tampak fokus mengendarai mobilnya. Sayangnya Arin merasa mobil yang dikendarai Bian semakin mengarah ke daerah jarang penduduk.

"Kita bisa ngobrol di cafe atau restoran. Kenapa harus jauh-jauh".
Arin berusaha tetap tenang. Meskipun jantungnya berdetak tidak kalah cepat.

"Aku butuh suasana tenang. Ngga mau ada orang lain yang ganggu".
Ucap Bian. Kali ini mobilnya masuk ke area hutan. Melihat beberapa pohon mulai ada di sepanjang jalan.

"Bi, aku serius. Kamu mau bawa aku ke mana?"
Arin sedikit mengeraskan suaranya. Tangannya kali ini mengambil handphone di saku celananya secara sembunyi. Dia mengaktifkan sistem pelacak di handphonenya yang dapat diakses oleh beberapa orang terutama Sadam.

"Kamu tenang aja. Aku ngga akan nyakitin kamu. Aku kan sayang sama kamu Rin".
Bian mengelus kepala Arin. Perempuan itu sedikit terkejut, dia menjauhkan handphonenya agar tidak terlihat oleh Bian.

Sayangnya Bian yang peka akan hal itu menyadari apa yang disembunyikan Arin. Laki-laki itu segera merampas handphone milik Arin. Dia menatap tajam pada perempuan yang saat ini terlihat ketakutan.

"Kamu kenapa sih Bi. Aku cuma mau main handphone".
Bian menggeleng. Laki-laki itu membuka jendela mobilnya dan melempar handphone milik Arin hingga terlempar jauh. Arin terkejut melihat itu.

"Bian!"
Teriak Arin. Perempuan itu bahkan sudah berusaha membuka pintu mobil. Usaha yang sia-sia karena Bian sudah menguncinya secara otomatis.

"Jangan teriak!"
Ucap Bian dengan suara lantangnya. Dia menatap tajam pada Arin. Tatapan yang tidak pernah gadis itu dapatkan.

"Kenapa kamu jadi kasar gini sama aku?"
Ucap Arin sedikit gemetar. Dia tidak menyangka laki-laki yang cukup lama menjadi kekasihnya itu bisa bersikap sangat kasar padanya.

Bian terkekeh. Dia menatap Arin dengan pandangan marah. Bahkan tangannya yang masih berada di stir mobil terlihat menegang dengan urat-urat yang terlihat.

"Aku kira kamu udah tau sifatku yang ini, sayang. Ternyata kamu masih belum paham juga ya?"
Ucap Bian. Kali ini sedikit menurunkan nada suaranya. Dia kembali fokus pada jalan yang terlihat semakin gelap.

Arin tidak menjawab. Perempuan itu terdiam takut. Dia hanya berharap Sadam dapat menemukan dirinya. Laki-laki itu sudah memperingatkan Arin untuk tidak bertemu dengan Bian. Tapi Arin pikir itu hanya peringatan biasa. Sadam bilang akan menjelaskannya nanti malam. Nyatanya kini Arin berada di tempat antah berantah bersama Bian.

Arin terkejut. Mobil yang dikendarai keduanya berhenti tepat di depan rumah yang cukup besar. Rumah yang tampak tidak terawat dengan beberapa ilalang yang tumbuh tinggi menutupi rumah itu.

Falling Into You [END]Where stories live. Discover now