30. First Page

105 9 5
                                    

Warning! Ini panjang banget soalnya emang cuma bikin bonus chapter 2 doang.

Naresh pov

"Kalau buat masak air cepet pakai kompor induksi. Tapi kalau buat panggang daging harus pakai kompor gas, hasilnya lebih enak. Bener nggak sih Mas?"

Pegawai itu mengangguk setuju, "Iya Kak bener."

Gue mengamati antara kompor gas dan kompor induksi di depan gue dengan serius lalu noleh ke Masha.

"Gimana yang, kamu pilih yang mana kompornya?"

Dia menipiskan bibirnya membandingkan kompor yang ada di hadapannya, "Nggak ngerti, ambil satu yang mana aja Na." Gue dapat melihat raut frustasi di wajahnya.

"Ey kok asal sih. Tadi loh aku bilang kalau buat rebus air cepet kompor induksi, kalau buat panggang daging enak pakai kompor gas."

Dia memutar bola matanya jengah, "Aku nggak akan sekreatif kamu manggang daging atau masak aneh aneh ala ala chef."

Gue tertawa mengusap rambutnya, "Ya kan aku yang nanti masak. "

"Ya udah terserah kamu kalau gitu pilih yang mana, dapur kan kekuasaan kamu, aku ngikut aja Na." Dia pasrah dan menyerahkan masalah kompor pada saya.

Pegawai itu tersenyum, "Pengantin baru ya kak?"

Gue dan Masha saling berpandangan dan dia mutus kontak mata kami lebih dulu sembunyiin pipinya yang udah merah. Pasti dia malu malu dibilang pengantin baru, padahal mah kita belum sampek ke tahap situ. Dua minggu lagi kami baru melangsungkan pernikahan. Kami sengaja pergi ke swalayan perabotan untuk mempersiapkan mengisi rumah yang akan kami tempati kelak. Ada beberapa perabotan yang perlu kami beli karena sebelumnya gue emang beli rumah itu dalan keadaan kosong.

"Ini ada yang dua duanya gitu nggak mbak?"

"Oh ada kok Kak. Seperti ini barangnya."

Masalah kompor sudah selesai.

"Na, kamu seneng?" Tanya dia melihat gue semangat banget kali ya nyari nyari isi rumah.

"Seneng banget. Aku tuh suka kalau diajak ke tempat kayak gini. Pengen aku beli semua rasanya."

Dia tersenyum lalu melihat lihat rak yang berisi mug lucu lucu.

"Jangan kalap ya, beli apa yang kita butuhin aja."

Gue mengangguk tapi tangan gue udah ambil mug yang barusan sempet dipegang sama Masha.

"Ish, kok ambil itu?" Tanya dia setelah lihat gue naruh dua mug pasangan ke troli.

"Kamu kelihatan suka jadi dibeli aja."

Masha udah menghembuskan nafas panjang lihatin gue, "Baru juga dibilangin."

Gue mengangkat jari gue membentuk huruf v dan nyengir ke dia.

"Oh iya, besok ada pekerja yang mau beresin gorden."

"Gorden mau diapain?" Tanya dia sampai memberhentikan langkahnya.

"Aku bikin otomatis biar enak nggak capek narik narik gorden tiap pagi."

"Astaga Naresh, jadi impian kamu pengen punya rumah canggih tuh nggak bercanda?"

Gue tertawa mengusak puncak kepalanya. Dia lucu banget nanya gitu ke gue sampek matanya membulat.

"Enggak lah, aku mana pernah bercanda sayang. Belakang rumah juga aku udah desain tamannya, kamu udah lihat kan tanahnya cukup luas dan aku udah pesen tukang kebun buat nyariin pohon bunga flamboyan warna kuning sama merah buat ditanem belakang rumah."

Kita Usahakan Rumah ItuWhere stories live. Discover now