[05. Gara-gara film horor]

7 4 0
                                    

Suasana malam yang cukup terasa sepi, hanya terdengar suara jam dinding yang terus berputar memakan detik.

"Mana tuh si Galen," tanya Darel yang duduk di tepi ranjang. "Jangan-jangan dia main catur sama si poci di dapur!" lanjutnya.

Galvin yang sibuk memainkan hanponenya melirik Darel sekilas lalu menatap ke arah pintu, "Ga ada yang namanya hantu di rumah gue!" sanggah laki-laki itu.

BRAKK!!

Pintu terbuka dengan begitu keras, membuat kedua pemuda itu terperanjat kaget dan nyaris terjengkang.

"Sialan Lo berdua!" Galen meraih bantal guling lalu memukulnya pada kepala Darel.

Galvin siap berlari namun Galen dengan cepat menarik tangan besar itu, "Mau kemana Lo?" Tangan Galen bergerak meraih bantal guling yang sempat ia lemparkan pada Darel.

Bugh!

"Sialan!" Umpat Galvin yang terhuyung ke samping akibat timpukan Galen.

"Kurang ajar Lo berdua, ya!?" celetuk Galen menatap keduanya secara gantian.

Terlihat Darel mengusap-usap kepalanya dengan wajah masam. Sedangkan Galvin sudah tidak lagi berada di sisi ranjang melainkan di atas lantai berduaan dengan guling yang Galen lemparkan.

"Temen gue yang cakepnya tujuh tanjakan, jangan marah-mara kita nobar kartun ya?" Bujuk Darel menggaruk tengkuknya yang melihat Galen masih tersulut emosi.

"Ayolah, Gal. Ga ada hantu di rumah gue," ujar Galvin menenangkan.

"Minta maaf dulu Lo berdua!"

"Maaf," tutur keduanya tak ikhlas.

"Ga ikhlas Lo berdua, dosa tau giniin anak yatim-piatu." Galen mendudukkan dirinya di atas sofa kecil yang terletak di kamar Galvin.

Mata Darel melebar, "Eh, gue minta maaf deh karena udah tinggalin Lo sendiri di dapur," ungkapnya berjalan mendekati Galen.

"Ok, ok. Gue minta maaf," ucap Galvin takut akan dosa dan sumpah anak yatim piatu seperti Galen.

Galen memang sudah tidak memiliki orang tua sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar, laki-laki yang memiliki sifat abstrak dan berisik itu tinggal bersama paman dan bibinya.





~🐼~



Hari-hari kembali berjalan seperti biasanya, tidak ada hal yang lebih menyenangkan daripada makan di kantin bersama circle super berisik seperti Bianca dan para sahabatnya.

"Gimana Lo sama Galvin? Udah ada lampu hijau belum?" tanya Fara.

"Lampu merah kayanya, eh tapi kemarin gue di beliin martabak sama dia!" celoteh Bianca semangat.

"Kayanya bakal ada yang segera jadian nih," sambut Aurell, gadis itu memang sudah tau jika Bianca di beri martabak telur oleh Galvin.

Dari tiga sahabatnya yang lain Aurell memang yang paling dekat dengan Bianca, tak heran jika Bianca bercerita lebih dulu ke dirinya sebelum ke yang lain.

"Mau pacaran gitu maksudnya?" sela Mira, cewe alim yang lengkap dengan sifat lembutnya.

Bianca dan Aurell mengangguk menanggapi.

"Cuma martabak ga usah terlalu berharap, bisa aja secara kebetulan dia udah ga nafsu sama martabaknya makanya di kasih ke elo," imbuh Kanza, tangannya bergerak meraih semangkok bakso yang baru saja di hidangkan oleh ibu kantin.

_Labirin_ (Hiatus)Where stories live. Discover now