Lagi?

53 12 0
                                    

Pintu ruanganku dibuka dengan paksa. Seorang wanita mengenakan stiletto merah menerobos masuk. Dari suara langkah kakinya, sudah dapat dipastikan siapa dia. Rambutnya bergelombang diikat separuh dengan warna golden brown yang menguasai. Mengenakan dress terbaru keluaran Zara, ia nampak memesona. Tubuhnya yang tinggi sangat serasi dengan wajahnya yang cantik.

"Hei bitch, lo ngamuk-ngamuk lagi ke nyokap? Sekarang udah jadi anak durhaka Lo?"

Aku diam tidak memperdulikan wanita yang sedang mengamuk di hadapanku. Mataku masih sibuk menjelajahi ratusan document yang harus aku review setelah cuti dadakan minggu lalu.

"Punya kuping ga Lo?" Suaranya makin tinggi. Aku tau, ia paling tidak suka untuk diacuhkan.

Aku menutup document yang sedang ku baca lalu menaruhnya di atas meja kemudian melepas kacamata yang sedang ku pakai. Dengan perasaan kesal, ku tatap wajah cantik itu. Dari mata, bibir, hidung, bahkan bentuk tubuh kami mirip, hanya saja aku lebih kurus karena susah tidur.

"Well, mari perjelas masalah yang selama ini terjadi diantara kita!" Ucapku dengan tegas.

Namira memundurkan tubuhnya seakan aku akan segera melayangkan tinjuku ke arahnya.

"Pertama, gw udah melakukan tanggung jawab gw sebagai orang tertua di keluarga kita dengan memberikan elu hidup yang hedon? Lu bisa jajan di mall tidak pernah memikirkan biaya? Lu juga bolak balik biayain cowok padahal duit elu juga minta dari gw!"

"Gausah bawa-bawa tentang cowok gw ya?" Teriaknya ga terima.

"Kenapa? Ga terima karena cowok lu ga modal?" Aku menantang lagi.

"Hey, jangan mentang-mentang Lo punya duit, Lo bisa ngata-ngatain cowok orang ya! Dasar jalang! Kalau sudah ga laku, ya jangan pelit sama keluarga!" teriaknya lagi. Ku pejamkan mataku sejenak.

"Kalau lu mau ngemis, berlakulah seperti pengemis, jangan berlagak seperti penderma!" Sahutku mulai tersulut emosi.

"Bacot!" Katanya lagi sambil  mengangkat tangannya mencoba memukulku. Biasanya aku akan menunduk dan segera mengirimkan sejumlah uang kepadanya. Namun kali ini tidak. Aku akan berubah. Aku sudah muak dengan segala hal tentangnya. Ku dongakkan wajahku ke arahnya dan menantang. Namira mundur, lalu ia mengangkat jari tengahnya ke arahku kemudian ia pergi dan menendang pintu. 

"Dasar perawan tua, pelit, tinggal tulang doang mana ada cowok mau sama dia. Umur sudah tiga puluh tiga, siapa yang mau sama Nadhira si jalang?" Suara teriakan Namira menggema di seluruh kantor ini.

Tubuhku ambruk. Tangan dan kakiku bergetar hebat. Nafasku mulai tidak teratur. Sesaat kemudian Eva masuk membawakan secangkir teh jahe hangat untukku.

"Mba, ayok baring dulu," katanya menuntunku menuju sofa diujung ruangan ini.

"Makasih ya Va," kataku dibalas dengan anggukan kecilnya. Senyum yang selalu terpasang di wajahnya membuatku sedikit bersyukur punya rekan kerja sepertinya.

"Oh iya Mba, tadi kata Pak Vino, Mba Nad ga perlu ikutan monthly meeting. Yang penting PLO untuk project yg Mba pegang, bisa keluar on schedule."

"Va, tadi Mira kenceng banget ya teriaknya?" Tanyaku.

Tak ada jawaban dari Eva.

"Sampai ruangan Pak Vino denger Va?"

"Kata Mila sih kedengaran Mba," jawab Eva ragu-ragu.

Aku tersenyum hambar. Ya Tuhan, rasaku, entahlah.

***

Wanita KeduaWhere stories live. Discover now