Chapter 3

86 57 27
                                    

***

"Kenapa ma?" Tanya ku sambil menghampiri mama yang sedang membuat adonan kue di dapur.

"Tolong ambilin mangkuk besar yang ada di rak piring samping ya. Tangan mama kotor soalnya." Jawab mama

"Masya Allah, aku kira minta tolong apa loh ma. Ambil mangkuk aja ma? Atau ada lagi yang perlu di ambil?"

"Udah itu aja."

Aku berjalan menghampiri rak yang ada di samping kulkas. Memang, jarak antara mama dengan rak tidak jauh. Namun, berhubung tangan mama sedang kotor, jadi aku membantunya untuk mengambilkannya. Padahal kenyataannya, mama memang paling suka merepotkan anaknya. Dan bersyukurnya mama adalah, dia memiliki anak yang senang jika di repotkan oleh dirinya.

 Dan bersyukurnya mama adalah, dia memiliki anak yang senang jika di repotkan oleh dirinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ini ma." Ucapku sambil memberikan mangkuknya."

"Makasih gantengnya mama." Jawab mama.

Aku hanya mengangkat halis ku sebagai pertanda bahwa aku menjawab "iya", dan berjalan kembali menuju kamar ku.
Ya, seperti yang kalian tau, Namaku Salman. Umurku 23 Tahun, dan aku bekerja sebagai Karyawan Swasta di salah satu Perusahaan di Riau. Selain itu, aku pun kuliah di salah satu Universitas yang ada di Riau dan memilih mengambil kelas Malam.

Di perkuliahan, aku baru menginjak semester 1, alias Maba di umur 23 Tahun. Itu di karenakan, saat lulus SMK dulu, aku memang tidak berniat untuk kuliah. Setelah lulus, aku langsung bekerja, dan menggantikan posisi sebagai seorang ayah, yang dimana ayahku sudah meninggal saat aku masih di bangku SMP. Dan yang pasti, sebagai anak laki-laki pertama dan aku mempunyai adik perempuan, aku harus mampu menafkahi keluargaku.

Namun, entah mengapa tahun lalu, mama menyuruh ku untuk kuliah. Karena katanya, supaya aku bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Awalnya aku menolak, tapi mama pernah berandai-andai padaku seperti ini:
"Seandainya Allah ngasih kesempatan buat mama, mama pengen liat kamu wisuda dan menyandang gelar sarjana Sall."
Dan dari situ, aku merubah niatku.

***

"Ini tumben banget ya Iren gak bales chat dari ku? Apa aku chat lagi aja ya?"

Aku kenal Iren dari tahun 2019 lalu. Aku kenal dengannya karena kita tidak sengaja bertemu di sebuah grup chat, yang entah aku pun tidak ingat bagaimana awal aku kenal dengannya. Setiap hari aku dengannya selalu bertukar pesan, bercerita tentang bagaimana kabar bumi hari ini. Apakah dingin, atau panas? Atau memperdebatkan hal-hal kecil seperti mengapa bawang merah di sebut bawang merah? Bukankah bawang itu berwarna ungu? Dan hal-hal lain yang selalu kami bahas setiap hari.

Namun, hari ini entah mengapa dia mengabaikan pesan dariku. Padahal aku sudah berinisiatif memberikannya semangat, karena katanya hari ini adalah hari pertamanya masuk kuliah lagi. Aku berusaha untuk tidak memikirkannya, dan akupun mengalihkan diri dengan mengerjakan tugas kuliah yang belum selesai aku kerjakan.

Aku memberanikan diri untuk bertanya pada nya, dan menghubungi dia kembali.

*TING*
*TING*
*suara notifikasi chat

Aku segera membuka dan membacanya. Tapi...

"Loh, kok?" Aku merasa heran, kenapa Iren tidak seperti biasanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Loh, kok?" Aku merasa heran, kenapa Iren tidak seperti biasanya.

"Apa aku ada salah ya sama dia?"

***

"Apa aku salah, jika aku menyukainya ya? Toh, dia juga sama halnya menyukaiku." Gumamku dalam hati.

Setelah aku pulang dan sampai di rumah, pikiranku selalu teringat apa yang di bicarakan oleh Prita pada ku saat makan siang tadi. Aku menjadi bimbang dan juga ragu atas perasaan yang aku alami saat ini.

Aku membuka jendela rumah dan berjalan menuju balkon kamar. Menikmati angin malam yang sejuk dan juga minimnya cahaya membuatku merasa nyaman. Setiap malam, aku suka duduk di balkon kamarku, sambil menikmati secangkir kopi dan membaca buku yang belum habis aku baca. Sambil memandang terangnya bulan malam itu, yang terbayang dal benak ku adalah "dia".

"dia" seperti bulan, indah, juga tak bisa ku genggam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"dia" seperti bulan, indah, juga tak bisa ku genggam. Dan karena dia begitu indah, tidak sedikit yang menyukai keindahannya, termasuk aku.

Aku memandang bulan dengan begitu tenang, dan juga hening. Dalam keheningan itu, aku tiba-tiba berdoa:
"Ya Allah. jika seandainya perasaan hamba terhadap dirinya memanglah salah, hamba memohon kepada-Mu. Engkau lah yang Maha Mengetahui dan Maha Pemilik Hati Manusia, tolong ya Rabb. Hilangkan saja perasaan ini terhadapnya."

*TOKTOKTOK..
*Suara ketukan pintu

"Oyyy bocil, ayo makan. Abang ada bawain martabak telur kesukaanmu." Ucap kakakku.

Ketukan pintu dari kakakku seketika menyadarkan lamunanku. Dia menyuruhku untuk keluar kamar dan duduk bersama di ruang keluarga. Kalurga ku memang seperti itu. Setiap hari, selalu ada rutinitas mengobrol di malam hari bersama-sama. Ayah dan abang yang menceritakan bagaimana kerjaan ia di kantor, keseharian bunda di rumah yang mencoba berbagai resep baru, dan aku yang menceritakan bagaimana keseharian ku saat di kampus.

"Yaaa, sebentar." Jawabku sambil menutup pintu balkon kamar ku, dan berjalan menuju pintu kamar.

Sejenak aku menoleh pada handphone ku yang tergeletak di kasur. Aku harus balas apa ya? Apa dia juga benar menyukaiku? Atau dia memang seperti itu karena hanya aku yang selalu ada untuknya? Tapi, 3 tahun berjalan, mustahil rasanya jika dia tidak menyukaiku. Ahhh... sudahlah, lebih baik curhat sama bunda saja.

***Bersambung***

Cahaya Doa-doa MalamWhere stories live. Discover now