15. Baru Tahu

63 6 69
                                    

Beberapa saat sebelumnya. Setelah memarkirkn motor, ari justru menguji coba mata batinnya. Sam merasa kalau menunggui Ari adalah suatu hal yang membosankan. Merasa Ari lama, Sam mencoba meninggalkan Ari yang memejamkan mata sambil menelungkupkan tangan. Dengan senyum jail Sam mencoba mengangsur langkahnya hingga dia memasuki sebuah keramaian.

Pelan-pelan Sam mencoba memperhatikan situasi di depannya. Tampak di matanya ada beberapa tenda terbuka yang di bawahnya berisi bapak dan ibu berpakaian formal dan beberapa ibu-ibu berpakaian baju kurung. Sam membaca spanduk tepat di atasnya.

Selamat datang di Festival Bumi Pancapura. Dengan melestarikan budaya kita tingkatkan semangat membangun negeri.

Sam melanjutkan langkahnya. Tampak di podium utama seorang bapak-bapak sedang berpidato. Sepertinya acara ini sedang dibuka langsung. Melihat wajah bapak-bapak yang beberapa bulan yang lalu wajahnya sering muncul di baliho, Sam langsung tahu kalau yang berpidato itu adalah Bupati.

"Bapak dan ibu sekalian. Kita patut bangga karena Kabupaten kita adalah pusat peradaban yang banyak memiliki nilai sejarah dan budaya yang memang seharusnya kita lestarikan dan kita wariskan kepada anak cucu kita. Sebab dari kebudayaan dan sejarah yang kita lestarikan itu akan menjadi ilmu pengetahuan bagi anak cucu kita. Tanpa sejarah, kita tidak akan bisa membangun negeri seperti ini. Lalu bla... bla... bla...." Bupati melanjutkan pidatonya, tetapi Sam tidak menyimak pidato itu lagi.

Sam lebih tertarik untuk duduk di barisan kursi belakang di bawah tenda yang dekat dengan gapura yang sempat dia lewati.

"Ini pasti acaranya tante itu. Tapi dia mana, ya?" ucap Sam sambil celingukan. "Hidupku emang gak jauh-jauh dari tante itu."

Mata sam masih menyisiri penjuru lapangan memastikan dirinya bertemu sang Tante yang sampai sekarang namanya tidak dia ketahui. Perlahan-perlahan akhirnya mata Sam menemukan sosok sang Tante yang duduk di tenda berwarna hijau tua tepatnya di barisan ke dua di belakang orang-orang penting.

"Ngelihat ke sini dong, ngelihat ke sini," ucapnya pelan.

"Tante, Tante". Sam mengode-ngode sang Tante yang sedang bercerita dengan teman wanita yang di sebelahnya.

Cukup lama akhirnya sang Tante yang dimaksut Sam melihatnya dari jarah jauh. Tepatnya di tenda seberang tempat Sam berdiri. Tampak wajahnya heran dan matanya melotot. Mulutnya seolah sedang menyebut nama Sam tanpa suara. "Sam."

Sam mengangguk dan senyum pun tersungging untuk wanita yang membebaskannya dari penjara.

Dari kejauahan tampak wanita itu berbisik dengan temannya dan dibalas mengangguk temannya lalu kembali menatap Sam dengan meninggikan telapak tangannya. Dia seperti mengucapkan, "tunggu di situ."

Sam tersenyum lagi dengan manis lalu mengangguk.

Beberapa saat kemudian, wanita yang dimaksud Sam dan temannya keluar dari barisan duduknya dan melewati belakang tendanya dengan langkah terburu-buru. Matanya memastikan agar Sam tidak hilang.

Sam langsung menngikuti arah wanita itu agar jarak mereka makin dekat. Begitu mereka berada di belakang tenda. Sam langsung memanggil wanita itu. "Tante."

Wanita itu semenringah lalu mempercepat langkahnya diikuti temannya di belakang. "Sam."

Sam berlari kecil dan terburu-buru lalu saat hampir sampai Sam justru terjatuh karena tersandung batu.

"Sam! Hati-hati!" pekik wanita itu seraya berlari mendatangi Sam.

"Aduh," ucap Sam malu dan meringis.

Wanita yang dia panggil Tante pun menghampirinya. Wanita itu berjongkok di dekat Sam yang posisinya terduduk dan memastikan Sam baik baik saja.

"Kamu enggak apa-apa, Sam?" tanya wanita itu khawatir. Tangannya menggenggam lembut kedua lengan Sam.

Sam mengangguk dengan wajah manja seolah benar-benar sakit. Padahal dia tidak merasa sakit sama sekali.

"Hati-hati, Sam. Kamu enggak usah lari segala," ucapnya menatap Sam lembut.

"Sam enggak apa-apa. Aman kok, Tante," ucapnya.

"Ya udah, ayok duduk di kursi itu. Bisa berdiri kan?" tanya wanita itu.

Sam justru tidak menjawab dia justru terfokus pada dada wanita itu.

"Sam."

"Sam, kamu ngapain lihat dada saya," protesnya.

"Ni-co-le, As-tri-a," eja Sam masih dengan mata yang menatap dada wanita itu. Lebih tepatnya Sam membaca nama wanita itu yang tertera di kokarde.

"Apaan sih, Sam. Ayo berdiri," ucap wanita yang baru Sam ketahui namanya Nicole.

Nicole mecoba membantu Sam berdiri dan Sam mencoba bangkit dari duduknya.

"Maaf Tante, ini Sam baru tahu nama Tante tu Nicole, ya. Namanya bagus kayak artis barat," ucap Sam.

"Ya udah, terserah kamu aja," ucap Nicole.

"Kak Nic, adek ini enggak apa-apa, Kak?" tanya teman Nicole yang sejak tadi berada di sebelah Nicole.

"Enggak apa-apa, Fan. Cuma kesandung aja kayaknya."

Mendengar pertanyaan Fanny, Sam baru tahu kalau tante yang dia maksud namanya Nicole panggilannya adalah Nic. Kesempatan bagi Sam melihat nama Fanny di kokarde yang melingkari leher Fanny dan terjuntai hingga dadanya.

Sam dan Nic duduk bersebelahan di kursi plastik di barisan belakang tenda. Sementara Fanny duduk di sebelah nic. Fanny masih sesekali menyimak rangkaian Acara. Sementara Sam matanya masih menerawang. Ingin ngobrol dengan Nic tapi tak tahu mau mulai di mana.

"Kamu enggak sekolah, Sam?" tanya Nic basa basi.

Pertanyaan Nic mengundang perhatian Fanny gadis itu mwngikuti pembicaraan Nic dan Sam.

"Sam izin," ucap Sam santai.

Setelah menjawab Sam melihat fanny berbisik dengan Nic. Lalu fanny tersenyum setelah Nic mengangguk. Entah mengapa Sam merasa dia sedang dibicarakan Fanny dan Nic.

"Emangnya kamu enggak ada ulangan, gitu?"

"Enggak, Tante. Sekali sekali Sam izin. Sam gak pernah bolos kok," tukas Sam sambil menggeleng.

"Ya udah, kalau gitu kamu sama siapa ke sini?"

"Sama Mas Ari. Tadi katanya dia diundang Mbak Fanny ke sini buat ngeramal masa depan Mbak fanny sama dia," ucap Sam polos.

Fanny langsung memalingkan wajahnya pada Sam sesaat setelah Sam menybut namanya. "Eh, gimana-gimana? Mas Ari yang bisa ilmu melihat masa lalu?"

"Enggak, tadi katanya masa depan mbak Fanny sama dia, bukan masa lalu."

"Sam, jangan bercanda, dong. Kita lagi nungguin mas Ari Sukoco," protes Nic.

"Nah, iya. Sam tadi nganterin dia ke sini. Motornya rusak, jadi dia pake motor Sam."

"Jadi, mana orangnya," ucap Nic dan Fanny bersaman.

"Sam tinggalin, dia semedi di parkiran," timpalnya dengan wajah tanpa dosa.

"Sam!!!" geram Nica dan Fanny bersamaan.

"Pancene bocah sableng kowe, Sam," tiba-tiba suara seorang pria dengan bahasa jawa membuat Sam, Nic, dan fanny refleks menoleh kebelakang. Mendadak ari dengan penampilan seperti biasanya membuat Nic dan Fanny menganga.

Ari berpakaian kaos putih yang dilapisi jaket kulit dan celana jeans doker. Rambutnya yang memutih gondrong diikatnya. Dengan tatapan melongo seperti itu Nic dan fanny seperti tidak percaya kalau Ari ternyata pria masih muda, hanya saja karena faktor genetik rambutnya beruban.

"Eh, Mas Ari. Sori, Mas. Tadi kutinggalin, soalnya aku kebelet pipis," ucap Sam bohong dengan senyum cengengesan dan menggaruk-garuk kepala.

Fanny dan Nic masih menatap Ari. Mereka tidak ingin ikut campur perdebatan Sam dan Ari.

"Kowe tadi jatuh kesandung, kan?" tanya Ari datar.

"Loh, kok tau?" jawab Sam cengengesan lagi.

"Itu yang namanya kualat," gerutu Ari.

Kamar SuteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang