01 | Retak

88 20 1
                                    

"Mas, bahkan dia tidak lebih cantik dariku," ujar Hanum dengan tatapan sinisnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Mas, bahkan dia tidak lebih cantik dariku," ujar Hanum dengan tatapan sinisnya. Sebelah alisnya yang lancip terangkat naik bersamaan dengan dagunya yang sedikit naik beberapa derajat. Dia menolak bersikap lemah dan kalah. Jelas itu bukan dirinya. Saat ini harga dirinya sedang dipertaruhkan. Di sini dirinyalah yang korban. Dia menyandang status istri sah dan harus keluar sebagai pemenang.

Beberapa menit yang lalu, hidupnya seakan dijungkirbalikkan secara mengejutkan. Hidupnya yang damai dan bahagia berubah mendung dengan hati yang lara. Pelaku yang tak lain adalah sang suamilah yang membuat keadaan sedemikian hancur. Lelaki yang lima tahun ini menjalin bahtera rumah tangga dengannya ternyata tega merusak semua impian yang mereka susun dengan indah.

Hanum tidak mengerti bagaimana sang suami tega melemparkan kotoran tepat di mukanya. Lelaki yang setiap malam selalu berkata cinta padanya, bersikap lembut seakan dirinya adalah permata yang paling berharga. Siapa sangka, sang suami adalah orang pertama yang membuatnya hancur berkeping-keping. Seperti terjatuh, tertimpa tangga pula, bukan hanya hatinya yang hancur, harga dirinya seakan diinjak-injak.

Hanum masih memasang wajah tanpa ekspresinya. Dia memindai penampilan wanita di depannya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Sebelah bibirnya terangkat naik membentuk seringai sinisnya. "Aku yakin pakaian yang dipakai adalah pemberianmu yang berasal dari uangku," lanjut Hanum yang semakin merendahkan dua manusia itu.

Wanita yang menjadi pihak ketiga itu memelototkan matanya. Ayu Anggraeni, wanita berparas manis dengan kulit sawo matangnya. Dia yang sejak tadi diam, tidak bisa lagi membendung perasaan kesalnya. Apalagi mendengar kalimat yang terus merendahkannya. Kakinya maju selangkah lebih dekat. "Jangan sembarangan kalo ngomong! Mas Igo gak mungkin minta uang kamu!"

Hanum terkekeh geli, merasa lucu mendengar jawaban tersebut. "Oh, ya? Kamu bisa menjamin jika itu bukan uangku? Sedangkan Mas Igo selama ini bekerja di bawahku, yang secara otomatis akulah yang memberinya upah."

Hanum tahu ucapannya sangat kasar. Meski hal itu adalah kenyataan, dia sudah merendahkan Igo yang masih berstatus suaminya. Hanya saja rasa marah di dada membuat lidahnya lebih tajam. Dia sudah berusaha menjadi istri versi terbaik menurutnya. Dia menaati lelaki itu sebagai kepala keluarga. Bahkan dari dulu, dia selalu menyanjung lelaki itu di depan orang-orang. Tidak ada yang tahu kekurangan lelaki itu. Semua orang hanya tahu jika Igo adalah suami idaman, semua wanita ingin berada di posisinya.

Namun lelaki itu membalasnya dengan air tuba. Igo bersikap tak tahu diri dan menghianatinya. Entah di mana letak salahnya sampai Igo bersikap jahat padanya. Perasaan yang Hanum rawat dengan subur berubah layu dalam sekejab. Hatinya mendadak gersang.

"Setidaknya Mas Igo berkerja. Dia tidak meminta uangmu dengan cuma-cuma."

"Heleh, masih saja membelanya. Kalian berdua memang sama-sama tidak tahu diri, benalu dalam kehidupan orang," hina Hanum dengan lidah tajamnya, tak lupa dengan tatapannya yang merendahkan dua benalu tersebut.

Air Mata Terakhir Where stories live. Discover now