04 | Kebimbangan

116 11 0
                                    

"Mbak gak nyangka dia bisa berbuat sejahat itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Mbak gak nyangka dia bisa berbuat sejahat itu." Wanita berambut cokelat gelap itu tampak geram setelah mendengar seluruh cerita masalah yang Hanum hadapi. Tangan kanannya tak berhenti mengelus lengan Hanum yang sejak tadi menangis lirih. Sebagai seorang kakak, dia jelas tidak terima seseorang melukai perasaan adiknya. Apalagi Hanum yang dikenalnya adalah perempuan tegar dan jarang terlihat menangis.

Mereka berasal dari keluarga yang penuh dengan kasih sayang. Bahkan kedua orang tuanya tidak pernah bermain fisik atau menyakiti perasaan anak-anaknya sekalipun. Baik Wati dan Hanum tumbuh dengan penuh kasih sayang dan kelembutan. Wati jelas tidak terima jika sang adik disakiti oleh seseorang yang masih tergolong baru.

Hanum menghapus air matanya dengan tisu yang entah sudah berapa banyak dipakainya. Keadaan lantai sampai tak berbentuk lantaran tisu yang berserakan di bawah. Untungnya kali ini sang kakak tidak memarahinya karena sikap joroknya. Hanum yang bersedih adalah kelemahan bagi Wati. "Aku gak tahu lagi, Mbak. Apa salahku sampek Mas Igo sejahat itu. Aku sudah berusaha menjadi istri yang baik dan melayaninya dengan segenap hati. Namun apa yang aku dapat? Dia berselingkuh, Mbak. Parahnya lagi wanita itu sudah hamil. Mereka sedang berbahagia di atas kesedihanku." Hanum kembali terisak. Kali ini dia menyembunyikan wajahnya di kedua telapak tangannya. Bahunya sampai bergetar karena terlalu kuatnya dia menangis.

Wati semakin mendekap erat sang adik. Tangis wanita itu semakin membuat ulu hatinya nyeri. Dia tidak sanggup melihat Hanum yang serapuh ini. "Kamu tidak memiliki kekurangan apa pun. Igo saja yang selalu merasa kurang. Dia terlalu serakah dan tidak bersyukur telah memiliki kamu."

Hanum mendongak, menatap sang kakak dengan tatapan basahnya. Ingusnya tampak mengintip dari lubang hidung. Wanita itu bisa melampiaskan semua kesedihannya saat ini. Dia tidak perlu memakai topeng kuat dan tegarnya. Kali ini dia membiarkan kerapuhan menguasai perasaannya. Dia sudah lelah semalaman berpikir tanpa henti. Mencari-cari muasal semua musibah ini. Apa yang membuat sang suami tega mencari wanita lain sedangkan Hanum merasa selalu menjadikan Igo sebagai prioritas utamanya.

"Jangan terlalu dipikirkan." Wati segera menyadarkan Hanum yang tampak termenung. Dia menepuk lengan sang adik sebelum melepaskan rangkulannya. Kali ini tatapannya tampak tegas. Dia menyimpan rasa ibanya agar sang adik tak semakin bersedih. "Lalu apa rencanamu setelah ini?"

Ditanya seperti itu, Hanum menggeleng pelan. Dia masih bingung. Otaknya belum bisa berpikir jernih. "Aku nggak tahu, Mbak. Aku bingung."

"Kamu mau memaafkan Igo dan bertahan dengannya?"

Hanum menggeleng ragu. Dua pertanyaan yang hampir memiliki jawaban yang sama.

Wati menarik napas panjang, tampaknya kesabaran wanita itu mulai menipis. Rasa marahnya pada Igo, kini berubah kesal pada Hanum. "Kamu masih mencintai lelaki bajingan itu?"

Hanum semakin bingung. Dia menatap sang kakak dengan lugu. Wajahnya kuyuh seperti tidak mandi berbulan-bulan. Penampilannya pun tak serapi saat pertama kali datang. Baju depannya tampak basah oleh air mata. Siapapun yang melihat kondisi Hanum saat ini pasti langsung menaruh rasa prihatin. "Perasaan ini jelas gak bisa dirubah secepat membalik tangan, Mbak. Bagaimanapun kami sudah sangat lama bersama, perasaan itu seperti tanaman yang tumbuh dengan subur."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 09 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Air Mata Terakhir Where stories live. Discover now