4. See You at Seven!

132 28 6
                                    

"Lo pokoknya harus bantuin gue, Jan." Jo meletakkan tas kerjanya di atas meja rias di kamar Janu.

Dari atas tempat tidur, Janu yang sedang rebahan sambil mengutak-atik ponsel mendadak menghentikan aktivitasnya. Wanita berwajah manis itu memperhatikan sikap dan rona wajah Jo yang tidak biasa. Jo tampak seperti kesal dan setengah frustrasi.

"Kenapa lo?" tanyanya.

"Gue ketemu cowok yang beli virginity gue dan dia tahu gue—"

"What?!" keterkejutan Janu memotong ucapan Jo. Dia langsung mengubah posisinya menjadi duduk bersila sementara mata bulatnya menatap lurus ke arah Jo. "Kenapa bisa begitu?"

"Gara-gara lo bilang, 'Awas ketemu Pak Lelang!'. Gue jadi ketemu dia beneran." Jo menjatuhkan bokong seksinya di samping Janu. Sedikit menunduk dan mengerucutkan bibir, Jo melontarkan kekesalannya. "Ucapan itu doa, Jan. Elo sih kalau ngomong sembarangan."

"Lha, kenapa jadi gue yang salah?" tepis Janu, "kan elo yang ninggalin dia sebelum kalian wik-wik-an."

"Apes banget sih hidup gue." Jo menangkup wajah dengan kedua tangan. "Selamat dari ancaman rentenir, sekarang hidup gue terancam sama tuh cowok. Parahnya lagi, dia adeknya Aiden."

"Wow! What a coincidence!" Janu menggeleng-gelengkan kepala. Keterkejutan membuat matanya secara otomatis kian melebar. "Luar binasa!" imbuhnya dengan memplesetkan kata 'biasa' menjadi 'binasa'.

"Eh, Jan." Jo menggeser posisi duduknya hingga berhadapan dengan Janu. "Gue penasaran sama itu cowok. Dia nggak tinggal bareng sama Aiden dan keluarganya lho. Dia malah tinggal di apartemen. Dia sebenarnya adek benerannya Aiden atau bukan, ya?"

"Yaelah, gitu doang diribetin," sambar Janu cepat. "Zaman sekarang informasi tentang seseorang itu ada di mana-mana."

Janu meletakkan ponsel di samping bantal, lalu meraih laptop yang berada di sisi lain tempat tidur dan menyimpan di atas pangkuannya. Jari-jari lentik Janu kemudian menari di atas keyboard. Dalam hitungan detik setelah berselancar di jejaring situs pencarian, mata Janu tampak melebar. "WOW!!!"

"Kenapa lo?" Melihat ekspresi Janu yang seperti baru saja menemukan bongkahan berlian, Kekepoan Jo langsung meningkat.

"Holy sh*t!" umpat Janu sambil terbengong-bengong menekuri layar laptop. "Namanya Ansel Irawan."

"Iya. Gue tau," tandas Jo.

"Penghasilannya pertahun sekitar 1,6 juta dolar US dan dia masih muda, Jo. Baru 29 tahun."

Penasaran dengan pengumuman Janu, Jo menggeser laptop sedikit lebih dekat ke hadapannya agar bisa melihat lebih jelas. "Gila. Cowok itu ternyata seorang Senior Software Engineer di Bestla. Bestla gitu lho, Jan. Perusahaan pembuat mobil listrik terbesar di dunia. Gaji customer service-nya saja 53 dolar per jam."

"Terus, kenapa lo mesti takut?" Janu memandangi Jo. "Elo seharusnya seneng dia jadi yang pertama buat lo. Menurut gue, si Ansel ini cowok berkelas yang punya prinsip dan cerdas. Meskipun di negerinya sendiri dia anak sultan, tapi dia memilih mandiri dengan bekerja di perusahaan orang lain. Dan kalau menurut gue juga nih, kayaknya dia bukan player."

"Kalau dia bukan player, dia nggak mungkin datang ke Star Nite dan sengaja nyari perawan buat jadi teman tidurnya," tepis Jo, "zaman now mana ada cowok berkocek tebal yang bukan player, apalagi dia juga punya modal ganteng."

"Terus, sekarang mau lo apa?" Janu mulai bingung dengan kemauan Jo. Sobatnya ini labil. Beberapa hari kemarin Jo semangat empat lima untuk menjual keperawanannya. Giliran sudah mendapatkan uang, Jo mangkir. Haduh!

EnmeshedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang