chapter 44

17.7K 556 2
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
.
.
.
.
.

Setelah beberapa saat menunggu suaminya berganti pakaian, pasangan baru yang masih hangat-hangatnya itu mulai menuju ruang tamu untuk melaksanakan kegiatan selanjutnya. sesampainya disana, seluruh atensi adik-adik dari Gus Varo dan Ning Ziya langsung mengarah kepada mereka berdua. sontak Gus Zaidan yang pada dasarnya suka menggoda kakaknya pun mulai gencar untuk melancarkan aksinya.

" Darimana saja mas? kenapa lama sekali? pasti ada apa-apa, " ucap Gus Zaidan sesaat setelah kakaknya sampai di ruangan tersebut.

" Apa? lebih baik kamu diam sebelum mas kirim kamu Kairo, " ancam Gus Varo mulai kesal dengan tingkah adiknya. malas sekali rasanya jika harus meladeni adiknya yang minim akhlak itu.

" Tidak boleh marah-marah mas! harus jadi panutan yang baik untuk istri. dan itu juga, tumben mas Varo pakai celana tidak seperti biasanya sarungan mulu, " cecar Gus Zaidan mengomentari penampilan Gus Varo.

Gus Varo hanya diam tak mempedulikan ocehan adiknya yang tidak bermutu itu sembari mencari posisi duduk yang nyaman untuk dia dan istrinya.

" Itu aku yang siapkan. sesekali memakai celana tidak masalah bukan? bagus tidak pilihan aku? " jawab Ning Ziya dengan meminta pendapat dari adik-adiknya.

" Bagus, cocok dipakai Gus Varo, " sahut Gus Arsha menanggapi kakaknya.

" Ternyata Ning Ziya, aku kira inisiatif mas Varo sendiri, " ujar Gus Zaidan dengan sedikit menganggukkan kepalanya.

" Jangan pedulikan Zaidan! lebih baik kita langsung sarapan saja, " ujar Gus Varo menginterupsi.

" Ambil satu piring saja sayang, " sambung Gus Varo seperkian detik sesaat melihat istrinya hendak mengambil piring diseberang sana.

Tapi tanpa disadari oleh sang empu, rona merah muncul di kedua sisi pipi mulus istrinya akibat perkataan yang barusan dilontarkan olehnya.

Tak sampai disitu, ketiga adik-adiknya juga tak kalah terkejut dengan ucapan sayang Gus Varo kepada Ning Ziya secara terang-terangan.

" Mas, " bisik Ning Ziya merasa malu karena diperhatikan oleh ketiga adiknya.

" Kenapa sayang? jangan pedulikan mereka! " balas Gus Varo yang mengerti akan maksud istrinya.

Tanpa banyak bicara pun, mereka langsung tergerak untuk mengambil lauk pauk yang tersedia didepan mereka. masing-masing dari mereka menyantap sarapan itu dengan hikmat. dan sesekali terlihat jika kedua pria muda itu menambah karena merasa bahwa masakan pagi ini begitu menggoyangkan lidah mereka.

Dua puluh menit berlalu, acara sarapan hari itu telah selesai. sekarang beberapa dari mereka terlihat berkumpul dan duduk santai di ruang tamu dengan teh hijau dan beberapa biskuit almond sebagai sandingan nya. terkecuali pasangan ini. sesuai apa yang diucapkan beberapa menit yang lalu, mereka memutuskan untuk mengisolasi diri dari keluarga yang lain untuk mengobrol berdua.

" Sini duduk! ingin belajar apa hm? ada yang masih belum kamu pahami? katakan ada mas, nanti mas ajari, " ucap Gus Varo setelah mereka memutuskan untuk duduk lesehan di karpet bulu yang tersedia di kamar tersebut.

" Sebenarnya banyak yang ingin aku tanyakan ke kamu. hanya saja aku lupa, " jawab Ning Ziya dengan mimik mukanya yang memperlihatkan bahwa gadis itu sedang memikirkan sesuatu.

" Yang kamu ingat saja, " gumam Gus Varo sembari memainkan jari-jari lentik istrinya itu.

" Mas, " panggil Ning Ziya mengalihkan perhatian suaminya dari kegiatannya itu.

Guliran Tasbih Aldevaro [Open PO]Where stories live. Discover now