Enkripsi 2 - Vindicasurper

10 0 6
                                    

Aku membuka mata tepat setelah kesadaranku kembali bagaikan angin yang dihisap. Posisiku melayang, berbaring di tempat tidur kamarku. Kepalaku bergerak sendiri, berbunyi gemerincing dari kedua telingaku. Tak ada suara maupun boneka dalam kamarku. Ventilasi tempat datangnya boneka-bonekaku masih tertutup, tidak bersuara sedikit pun. Semuanya damai, seakan kekacauan barusan tak pernah ada. Bahkan gantungan bintang yang melayang di atas langit-langit kamarku tidak bergerak separah sebelumnya.

Memejamkan mata boneka yang kumiliki, utaian benang panjang menjulur keluar dari ujung jemariku. Benang putih itu tertempel di atas langit-langit, menarik tubuhku agar bisa berdiri mantap di atas kasur. Sambil menepuk gaun boneka yang kukenakan, jemariku memutuskan benang tersebut.

Kali ini, ada sensasi dingin yang berbisik di sekujur tubuhku. Kedua bahuku seperti membeku akibat suhu rendah yang ada di ruangan ini. Semenjak aku bisa mengingat, tubuh boneka ini tidak bisa merasakan dingin ataupun panah, lantas mengapa?

Pakaian gaun ini tidak sepenuhnya menutupi bahu, apalagi kedua lututku. Tanpa menggerakkan mata, tanganku meraba-raba badanku. Rasanya kenyal, tidak seperti yang kuingat di mana rasanya keras seperti keramik.

Perlahan kulangkahkan kaki menuruni ranjang, lantai yang dingin menyentuh telapak kakiku yang telanjang. Sensasi itu terasa begitu nyata, membuatku sedikit limbung saat mencapai lantai. Kaos kaki hitam panjang yang kukenakan saja tidak bisa menutupi hawa sejuk ini.

Kupejamkan mata sejenak, lalu membukanya kembali untuk memandang sekeliling kamar. Masih senyap, tak ada tanda-tanda kekacauan ataupun boneka yang terdistorsi. Apakah yang barusan kualami hanyalah mimpi belaka?

Dari pojokan, aku melihat sebuah benda yang seketika menegakkan badanku. Tongkat kerajaan yang baru saja kulihat, dengan permata ungu yang dimilikinya, berdiri tegak di samping lemari pakaian kamar ini.

Aku menghampiri, meraih tongkat itu. Akan tetapi, jemari yang memegangnya langsung menjatuhkannya. Sebuah kejutan dari aliran listrik seolah baru saja menyambar, tetapi aku tidak menjerit. Dalam diam, aku melirik tongkat itu.

Tongkat kerajaan ini adalah simbol kepemilikan seorang Vindicasurper, aku. Pikiranku tidak separah sebelumnya sehingga aku masih bisa mengatakannya kepada diriku sendiri.

Tubuh kaku ini menunduk dalam kedua lutut yang jatuh menyentuh karpet dekat tongkat itu jatuh. Ketika tanganku hendak meraih tongkat itu lagi, "Yang sekarang ada di dalam tubuh ini adalah Luna, benar?"

Gemanya mengejutkanku, tubuhku langsung bereaksi gemetar untuk sesaat. Perlahan kuangkat wajahku yang tertunduk. Tongkat Vindicasurper masih tergeletak di lantai. Ragu-ragu, kuraih benda itu sekali lagi. Kali ini tak ada sengatan yang kurasakan.

Sekumpulan kabel hitam tebal menyembul keluar dari lubang ventilasi, melilit dan menyatu membentuk gumpalan besar. Dari tengah kabel itu, sebuah bola mata jingga menyala terang menatap ke arahku. Sebagian orang pasti akan terkejut ketika ada semacam entitas berbentuk seperti mahluk dalam mimpi buruk tiba di hadapanmu, tetapi bagiku sudah tidak asing lagi. Setidaknya, otakku mengingat siapa yang ada di hadapanku.

"Runfig ... kau seharusnya tidak berada di sini?" Pipiku mendadak basah, sesuatu turun mengalir dari wajah boneka ini.

Air mata, aku tidak mengingat bagian ini dalam struktur tubuhku.

"Seperti itukah caramu berterima kasih kepada orang yang telah menyelamatkan hidupmu? Mungkin aku harus berterima kasih kepada orang yang membelahmu menjadi dua," ujar Runfig. Suara yang dikeluarkan bola mata jingga itu serak dan terdengar tidak seperti manusia, sudah jelas sekali.

"Menjadi dua? Apa yang kau katakan?" Aku mengangkat sebelah alis yang dapat kurasakan.

"Ternyata benar." Runfig memejamkan bola matanya. "Kau tidak mengingatnya sama sekali? Mengenai tiga bulan yang lalu?"

Setelah mendengar perkataan dari Runfig, sebuah pancaran panas memanggil kepalaku untuk menunduk terhadap tongkat Vindicasurperku. Aku terdiam, mengangkat bagian permata ungu agar dapat menempel keningku.

Aku memejamkan mata, membiarkan panas tongkat itu menyebar ke seluruh tubuh.

Jaring putih, berjumlah banyak, satu buah kristal piramida raksasa, melayang di sebuah aula luas di dunia gelap yang hanya terpancar oleh satu buah cahaya dari atas. Ruangan itu mengangkat sebuah ingatan, tempat di mana aku selalu berada untuk berjaga. Rantai-rantai mengikat dan mengelilingi kristal tersebut. Aku berdiri di salah satunya, merasakan gemerincing dari angin yang selalu berada di tempat itu.

Mataku terbuka sendiri, melirik bola mata jingga di hadapnku. "Bagaimana keadaan Prismacore?"

"Kau bisa melihatnya sendiri." Mata robot jingga itu ditarik ke atas oleh kabel yang menjulurkannya, masuk ke dalam ventilasi.

"Senang melihatmu bisa bergabung dengan kami lagi," ucap Runfig terakhir kali sebelum meninggalkanku bersama bunyi kipas ventilasi yang bergerak dan kekosongan di kamarku.

Seraya melirik lubang ventilasi, aku bergumam sendiri. Beberapa kilas balik kembali memancarkan rupa seorang gadis berambut pendek di dekat jendela yang menampilkan wajahku. Kami selaras, tetapi mata bonekaku yang ada di pantulan kaca adalah sebuah mata yang ada pada boneka-bonekaku. Titik putih, bersinar terang di tengah kegelapan yaitu bola mataku. Aku tersenyum lebar di kaca itu, tetapi aku saat ini yakin sekali tidak menyeringai dan melebarkan mulutku untuk berpose mengerikan seperti itu. Tangan yang memegang tongkat Vindicasurper di pantulan itu juga sama sekali bukanlah pergelangan tangan boneka melainkan cakar tajam, melilit tongkat tersebut. Telingaku berdenging membunyikan suara mesin rusak seolah aku adalah bonekaku sendiri. Mereka adalah aku, memang, tetapi aku bukan makhluk tidak berotak seperti mereka.

Ketika aku memejamkan mata dan membukanya lagi, semua penglihatan mengenai rupa mengerikan itu menghilang, memperlihatkan wajahku yang seolah menjadi seorang boneka manusia. Jika aku adalah orang lain, aku mungkin tidak percaya bahwa gadis secantik di hadapanku adalah aku.

Namun kepalaku geleng-geleng cepat memicu setiap poros pada leherku untuk berbunyi. Tanganku berusaha menahan dadaku.

Bagaimanapun juga, penampilanku tidak cocok dengan tugas yang kuemban, tidak sama sekali. Siapa yang mengira kalau seorang sipir Prismaltopia akan memiliki penampilan menawan. Aku tersenyum tipis, yakin kalau aku bisa menggunakan itu sebagai celah.

Mata unguku menoleh pada sebuah pintu di ujung ruangan. Berlapis besi halus dan tidak bergagang, aku melangkah dekat sehingga pintu tersebut terbuka secara sendirinya. Kakiku yang tidak mengenakan apa-apa menyentuh permukaan besi Prismaltopia, mengemetarkan sekujur tubuhku untuk sesaat.

Bau ini, aku masih mengingatnya sejak terakhir kali aku bisa mengingat. Di hadapanku adalah lorong gelap, tetapi cahaya dari kipas ventilasi raksasa dan suara dengungnya mengisi penghubung kamarku dengan Prismaltopia. Sesekali, bunyi dentuman dapat kudengar bergema dari ujung ke ujung, sesekali ada suara kikisan logam tempat mesin bekerja.

Sambil memegang tongkatku, tubuhku lepas dari lantai, melayang rendah dengan teratur. Tanganku yang tidak memegang apa-apa mengeluarkan banyak benang putih; bergerak dengan sendirinya mundur menuju kamarku, mengambil sepasang sepatu, mengenakannya pada kakiku. Beruntungnya, alas kaki ini muat dan cocok denganku.

Bola mata boneka ini melihat ke sana kemari, lorong ini mempunyai sisi kiri dan kanan, dan aku berada di tengah-tengahnya, sulit untuk menentukan arah yang pasti menuju Prismacore. Hanya saja, aku menemui sebuah papan tulisan yang menunjukkan arah di mana Prismacore berada, tepat di kanan.

Di dekatku, suara bergemerincing menyamai langkahku yang bergerak ke kanan. Pandanganku melirik setiap sisi lorong ventilasi dengan bayangan kipasnya yang besar, mata ini merasakan hembusan hangat dari angin kencang tempat baling-baling itu berputar. Bisikan tidak jelas terdengar di kedua telingaku, membuatku sejenak menutupnya.

"Entah mengapa ...." Aku geleng-geleng, rambut panjangku bergoyang-goyang tertiup dan ditahan lenganku. "Ada yang hilang ... dari tubuh ini." Tongkat Vindicasurper kuremas erat di jemari kananku yang masih menempel pada telinga. Kakiku melangkah cepat sambil tatapanku tertuju ke bawah.

Prismatic XMASWhere stories live. Discover now