Chapter 8.

391 45 5
                                    

Dua hari berlalu semenjak kejadian Albert membunuh dua orang penagih hutang tersebut. Beberapa hal terjadi, seperti ibunya meninggal dibunuh oleh penagih hutang karena ketidaksengajaan, Albert mengamuk dan membunuhnya secara brutal, dan yang terakhir anak usia 7 tahun ini menjadi buronan.

Ya, kurang lebih begitu.

Kenapa anak dibawah umur menjadi buronan, katamu?

Jadi sebenarnya begini, penagih hutang itu adalah utusan dari salah satu bangsawan terkenal, aku lupa pangkatnya tapi namanya ada Gazam, keluarga yang membangun bank, pegadaian. Ibunya Albert mengutang dari bank tersebut.

Karena mereka adalah keluarga yang cukup berpengaruh. Mereka memanfaatkan kekuasaannya dan membayar beberapa orang terkait untuk membuatnya seolah keluarga Albert yang salah.

Ya, sebenarnya aku juga tidak yakin sih siapa yang salah disini.

Aku memandangi Albert yang sedang mengagumi foto-foto yang terpajang di dinding kantor.

Semenjak dia menjadi buronan, dia terus dikejar-kejar oleh penegak keadilan Kerajaan.

Aku yang baik hati-sebenarnya ini sesuai dengan rencana ku, menyelamatkannya dengan membawa dia ke kediaman ku.

Tok! Tok!

Raiyen masuk dengan membawa teh hangat dan beberapa camilan, dia lalu menaruhnya di atas meja ruang tamu.

Albert teralihkan dengan camilan itu. Dia terus memandanginya dengan intens.

"Ini, nikmatilah," ucapku mempersilahkan dia menikmati camilan yang disuguhkan.

Senyumnya sumringah ketika aku mempersilahkannya. Dia segera mengambil satu camilan dan menikmatinya dengan begitu bahagia.

Baiklah, saatnya memulai kesepakatan dengannya. "Jadi, kita mulai saja."

"Namaku Erin."

"Ya?"

Dia menelan camilan yang sudah masuk ke mulutnya dan melanjutkan. "Namaku Erin. Kata ibu, jika kita bertemu seseorang kita harus memperkenalkan diri," jelasnya.

Aku hanya memandanginya sekilas sebelum menjawabnya. "Jadi begini," Aku bangkit dan bejalan lamban memutari ruangan kantor. Kemudian aku melanjutkan, "karena kamu sekarang menjadi seorang buronan, maka dari itu kau tidak akan bisa terus berada diluar. Aku punya penawaran untukmu."

"Aku tidak punya hal lain lagi untuk diperjuangkan," ungkap Albert.

Aku menatapnya intens, menuntutnya untuk menjelaskan maksud dari perkataannya.

"Ibuku telah tiada, tidak ada hal lagi yang membuatku harus tetap hidup. Tidak ada orang yang harus aku lindungi lagi sekarang. Tidak ada orang yang harus membuatnya bangga. Aku sudah tidak punya tujuan hidup lagi," ucapnya dalam keputusasaan.

Apaan coba, lebay sekali jadi orang. Tinggal jalanin aja hidup. Orang lain mau hidup atau tidak itu sudah takdir-Nya, hanya perlu jalani saja apa yang sudah diberikan.

Aduh, aku pusing seketika mengingat prialaku laki-laki yang kelak akan menjadi seorang pembunuh berdarah dingin.

"Tapi sekarang ada."

Dia menoleh kepadaku, memintaku agar memberikan penjelasan.

"Aku akan membuatmu menjadi harus menjalani hidup ini."

"Bagaimana caranya? Ibuku-

"Ini bukan soal ibumu," aku menyela, "sesudah aku melunasi hutang orang tuamu, membersihkan namamu, aku akan membuatmu menyadari kalau kau patut hidup. Ikuti aku, lindungi aku, dan tetaplah bersamaku sampai kapanpun. Itulah imbalan yang harus kamu berikan," jelasku kepadanya.

Dia termangu sejenak hingga tiba-tiba dia bangkit dan bersujud kepadaku.

"Aku Erin-

"Oh iya, karena sekarang kau masih buronan, jadi kurasa kamu membutuhkan nama baru. Bagaimana dengan... Itharva?" Ya, aku akui selera penamaanku jelek, tapi setidaknya itu memiliki arti yang tidak buruk.

"Aku Itharva, dengan membawa nama Dewa sang penjaga Anqa, saya bersumpah akan setia kepada anda, setidaknya sampai saya menemukan arti dari hidup ini."

Ini sakral, saking aku terkejutnya sampai-sampai aku terdiam sejenak ditempat tanpa mengatakan sepatah katapun.

"Sekarang aku akan memanggil diri sendiri menjadi saya. Tuanku(?),"

꧁ঔৣ☬𝐊𝐞𝐝𝐢𝐫𝐚𝐣𝐚𝐚𝐧 𝐀𝐛𝐚𝐝𝐢☬ঔৣ꧂

4 tahun kemudian.

Gorden dibuka oleh Raiyen yang tampak lebih dewasa dan semakin tampan. Dia tersenyum sumringah menatap ke balik jendela kamar yang sudah mengalun merdu suara burung dari sangkarnya di pohon terdekat.

Dia berbalik, melihat majikannya masih tertidur di kasurnya tanpa terganggu.

"Yang Mulia, ayo bangun! Ap anda tahu sekarang hari apa?" ucap Raiyen mengingatkan tuannya kalau hari ini sangat istimewa.

"Huahh... Ya, tentu saja aku tahu," Alz mengusap-usap matanya yang masih terdapat kotoran mata, "hari ini adalah hari pertamaku masuk sekolah," dia melanjutkan.

'Atau juga merupakan awal dari kisah ini dimulai.' dalam batinnya.

Selama empat tahun ini Alz sudah mempersiapkan segala yang dia butuhkan. Meski belum saatnya dia merasa puas dengan apa yang telah dia lakukan ini, karena tidak menutup kemungkinan ini belum berpengaruh besar terhadap kematiannya tujuh tahun mendatang.

"Yang Mulia saya membawakan anda camilan yang anda minta." Raiyen menaruh semua camilan dan teh hangat di meja makan.

Aku memandangi keseluruhan makanan yang tersaji, semuanya adalah camilan. Tidak ada yang namanya makanan berat, ataupun makanan yang tinggi kalori.

Menurut penelitian yang aku dapatkan, memakan makanan manis di pagi hari merupakan sesuatu yang bagus. Karena manisan bisa membuat gen kesenangan kita muncul dan dapat membuat kita bahagia.

"Itharva, kau tidak perlu malu jika ingin. Ambilah," ucapku mempersilahkan.

"Te-terimakasih, Yang Mulia," balasnya malu-malu. Dia maju dan mengambil salah satu makanan yang paling ia sukai, donat.

Raiyen menuangkan teh hangat di cangkir hadapanku.

"Kamu juga, Raiyen, jika kamu ingin ambil saja," tawarku.

Dia hanya mengangguk sopan dan menjawab, "terimakasih atas kebaikan anda, saya sangat senang, namun saya lebih senang lagi jika anda menikmatinya."

Ya sudah, itu adalah jawaban yang sering dia lontarkan.

Sesuai pesanan, hanya da suguhan yang tidak terasa manis disini. Benar, tehnya. Sebagaimana pun makanan dan minuman, aku paling tidak menyukai teh manis. Maksudku, bukankah seharusnya teh itu pahit, kenapa manusia ingin membuatnya manis. Ini sama seperti tindakan kejahatan yang orang ubah menjadi kebaikan.

"Yang Mulia, penata busana telah sampai."

Aku mengangguk kala Raiyen memberitahuku perihal itu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku mengangguk kala Raiyen memberitahuku perihal itu. Aku langsung bangit dan menuju tempat pakaian akademi disimpan.

Di kamar yang khusus berisikan pakaian resmiku, aku berdiri dibalik pintu.

"Dan aku harapkan, semua upayaku mengubah takdir masa depan berhasil."

Kedirajaan AbadiWhere stories live. Discover now