Chapter 18.

179 18 0
                                    

Bau anyir menguasai ruangan kedap udara. Mayat dari prajurit berserakan dimana-mana, serta darah yang mewarnai dinding dan lantai.

Dua orang, wanita—Elia, dan Pria—Keith berdiri tanpa luka goresan sedikitpun setelah menghadapi belasan prajurit bersenjata.

"Hebat. Aku bahkan sampai terkejut, lho."

Ucap seorang pria dengan seragam kebanggaan Kerajaan, dia adalah orang ketiga yang masih tetap berdiri di ruangan kedap tersebut. Dia berada tepat didepan kedua laki-laki dan perempuan itu. Kemudian Arien menatap halus mereka.

"Katakan, kamu mendapatkan informasi baru kan?!" delik Elia datar.

Mendengar apa yang barusan dikatakan oleh orang yang ia kenal, membuatnya tersenyum tipis dengan perubahan besar pada orang terdekatnya itu.

"Tunggulah, kita belum selesai bermainnya, bagaimana kita main satu ronde lagi?" ucap Arien  menggodanya.

"Oh. benar, kah?" Elia kemudian mengangkat sabitnya dan menodongkan ke arah Arien. "Kalau begitu menyingkirlah!" lanjutnya.

Arien tersenyum puas, dia terpancing dengan wanita bergaun hitam itu dan mengeluarkan pedang kehormatan yang mengisyaratkan bahwa dia ingin berduel.

"Menodongkan senjata kepada aparatur Kerajaan merupakan tindakan pemberontakan. Kitab undang-undang hukum pidana pasal 212. Pelaku akan dikenakan sanksi 4 tahun penjara dan paling berat adalah hukum pancung."

Sret!

Trank!

Serangan tiba-tiba melesat oleh Elia, beruntung Arien dapat dengan sigap menahan serangannya. Bilah pedang beradu keras hingga menghasilkan percikan api.

"Sayang sekali, aku sudah memiliki titel buronan di seantero Kekaisaran. Titel 'pemberontak' yang akan kamu berikan kepadaku terlalu rendah tahu," ejek Elia. Dia lalu mundur beberapa langkah kebelakang.

Dari belakangnya, Keith maju gantian menyerang Arien. Dia melesat cepat bagai petir, namun begitu Arien dapat menandingi kecepatan serangannya.

"Kamu lengah." Elia muncul. Dia melayangkan sabitnya ke arah pria itu.

Membuat Arien sontak menghindari dengan melompat. Sayang, dibelakangnya adalah dinding membuatnya malah menabraknya.

"Uhuk! Uhuk!" Arien terbatuk. Tanpa dapat dia sangka ia terkalahkan oleh kecerobohannya sendiri.

Keith maju menghampirinya. Dia lalu menodongkan pedang tepat sepersekian milimeter didepan leher Arien.

"Sialan," umpatan keluar dari mulutnya. Tanpa dia  sangka dirinya akan terhinakan oleh ras rendah seperti Keith.

Elia juga menghampirinya.

Arien mendongak menatap Wanita itu dengan wajah datar.

"Sekarang kamu mau mengatakannya?" ucap Elia tenang namun mengintimidasi.

Arien hanya tersenyum kecil sambil bergumam. Bagaimanapun posisinya kini sudah tidak menguntungkan. Dia tersenyum "... Kamu tidak pernah berubah sejak di kehidupan pertama kita, namun dalam banyak hal lain kamu telah berubah, ya."

Elia memandanginya datar tanpa sepatah kata apapun.

Pria itu lalu memasukkan tangannya kedalam seragam kebanggaannya, mengambil sesuatu dan  memberikannya kepada Elia. Secarik kertas dengan tulisan aksara sambung.

Wanita itu menerimanya, lalu mulai membaca isi dari secarik kertas itu. Namun, ketika dia membacanya, wajahnya menjadi gelap.

Elia langsung menarik kerah Arien setelah dia membaca seluruhnya. Mengangkatnya cukup tinggi sampai kaki si pria itu tidak bisa menapak dilantai.

Kedirajaan AbadiWhere stories live. Discover now