0.1

797 138 7
                                    

"Harusnya kamu gak usah nikahin aku, Mas. Umur aku udah gak lama lagi. Kamu bisa cari wani–" jari telunjuk Azizi menempel di bibir Chika agar Chika menghentikkan kalimatnya.

"Kenapa Mora ngomong gitu? Aku gasuka."

Chika menatap mata suaminya dalam, ketulusan terpancar disana. "Aku bahkan udah gabisa ngapa-ngapain, mas. Apa yang mau kamu harapkan dari aku?"

Azizi berjongkok di hadapan Chika, wanita yang seminggu lalu telah sah menjadi istrinya. Dia menggenggam kedua tangan Chika. "Aku sayang dan cinta sama kamu dengan tulus Moraa. Aku gak mengharapkan apa-apa dari kamu selain cinta dan kasih sayang. Aku akan berusaha rawat dan nemenin kamu semampu yang aku bisa."

"Aku bakal ngerepotin kamu terus, mas. Aku gamau."

Azizi mendongak, menatap sebentar wajah Chika sebelum berkata. "Moraaa, aku ini suami kamu. Kamu gak merepotkan aku, aku seneng bisa rawat kamu."

"Kalo aku udah gak ada–"

Lagi-lagi Azizi membungkam bibir Chika dengan telunjuknya. "Moraa akan selalu ada sama aku."

Azizi beranjak, lalu kemudian memeluk tubuh Chika dengan erat. Kecelakaan itu merenggut banyak hal di tubuh Chika. Chika sudah tidak bisa lagi berjalan, Chika sudah tidak bisa lagi menggerakkan tubuhnya dengan bebas. Chika benci keadaannya saat ini.

"Aku sayang sama kamu melebihi apapun, Moraa."

"Aku juga sayang sama mas Esta melebihi apapun."

'Mas Esta' adalah panggilan khusus dari Chika untuk Azizi. Dan 'Amora' juga adalah panggilan khusus dari Azizi untuk Chika.

Azizi mengecup puncak kepala Chika beberapa kali. Jika saja Azizi bisa memilih, ia lebih memilih kehilangan seluruh hartanya, ketimbang harus kehilangan Chika di hidupnya.


•••°°•••


"Moraa malam ini mau mam apa?" tanya Azizi dengan begitu lembut, tangannya yang halus mengusap pipi mulus istrinya.

"Sayur bening tadi sore masih ada kan mas? Aku mau makan itu aja. Biar mas gak perlu masak lagi."

"Itu aja? Engga mau yang lain? Mas masakin telur balado ya? Mau?" tawarnya.

Chika menggeleng pelan. "Udah itu aja. Mas Esta capek pulang kerja. Harusnya aku yang masakin mas, bukan malah sebaliknya."

"Mas malah seneng masakin Moraa." jawabnya sambil puk-puk kepala Chika.

"Tunggu yaa, mas masak dulu." Azizi hendak beranjak, namun seruan Chika membuatnya urung.

"Aku mau nemenin mas Esta masak."

"Tapi sebentar ya? Moraa gak boleh duduk terlalu lama."

Chika mengangguk paham. Ia mengamati setiap gerakan Azizi yang beranjak mengambil kursi roda untuknya.

Beberapa saat kemudian, Azizi kembali dengan membawa kursi roda, tak lupa dengan senyum nya yang tak pernah luntur.

Azizi menggendong Chika untuk di pindahkan ke kursi roda. Kemudian mendorongnya menuju dapur.

"Moraaa tunggu disini, liatin mas masak."

Chika lagi-lagi mengangguk, matanya terpejam sesaat ketika Azizi mengecup singkat keningnya.

365 HariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang