Akhir Perjalanan

1.3K 141 76
                                    

"El, bertahanlah..." bisik Kak Altan.

Aku terlentang dengan lemah tak bertenaga. Mataku menatap langit-langit ruang singga sana raja.

Tubuhku terasa sakit bukan main. Bak ribuan jarum menusuki tubuhku hingga tulang. Bahkan sekedar menggerakan jari saja aku tak kuasa.

Aku hanya bisa memejamkan mata setelah mengalami kejadian besar tadi.

Bagaimana pedangku dan Ravendra saling beradu satu sama lain. Saling menyerang untuk membuktikan siapa yang paling kuat.

Namun naasnya, amarah yang kupedam dalam hatiku menjadi bumerang untuk diriku sendiri.

Bersama amarah yang tak bisa kubendung lagi aku menyerang Ravendra dengan membabi buta setelah aku menyaksikan betapa kejamnya dia menyiksa adik-adik dan kakak-kakakku.

Setelah penyerangan di hutan itu, rupanya Ravendra membawa tiga tubuh saudaraku yang sudah tak bergerak dan menyeret Altan dan Ishan yang babak belur ke istana ini, ke ruangan ini, ke hadapanku secara langsung.

Tak sampai di situ, amaraku semakin besar kala Ravendra dengan sengaja menendang keras perut Ishan hingga pangeran kedua itu memuntahkan cairan merah dari mulutnya dan mencengkram rambut Kak Altan hingga pangeran ketiga itu mendongak kesakitan.

"Brengsek! Lepaskan dia!" Kataku geram saat itu.

Dua orang prajurit menghadangku dengan pedangnya saat aku akan menyelamatkan kedua kakakku yang sudah berlutut lemah dengan kedua tangan terikat kebelakang di hadapan Ravendra.

"Kau ingin aku melepaskan mereka?"

Aku hanya menatapnya tajam tanpa sepatah kata jawaban.

"Menyerahlah,"

"Biarkan aku menduduki kursi itu lagi,"

Cuih! Aku meludah.

"Aku tak akan pernah membiarkan itu terjadi, Pram!"

"Kau tak layak duduk di kirsi itu, bahkan kau tak pantas menginjakan kakimu di istana ini!"

"Aish! Sialan!"

"Beraninya kau berbicara seperti itu padaku! Ingat El, TAK ADA YANG PANTAS MENDUDUKI KURSI RAJA ARSAKHA SELAIN AKU!"

Sebuah serangan energi hitam dari kedua tangan Ravendra berhasil buatku terjungkal ke belakang, bahkan menewaskan dua perajuritnya yang menghadangku tadi.

Cepat-cepat aku berdiri mengambil pedangku yang tergeletak tak jauh dari posisiku terjatuh dan membukanya.

Hingga pertarungan dua pangeran Arsakha itu tak dapat dihindari. Bak membuktikan ramalan kuno tanah Jingga, setiap dentingan keras pedang yang beradu itu seakan-akan menjadi jawaban jika pertarungan satu darah itu benar adanya.

Setiap serangannya mampu kutangkis, begitupun sebaliknya. Tak ada yang mau mengalah, kami berdua sudah tak lagi melihat siapa yang menjadi lawan, hanya amarah dan dendam yang menjadikan alasan bagi kami melakukan ini.

TANG!

Ravendra berhasil mengenyahkan pedang ditanganku hanya dengan satu pukulan keras. Namun tak sampai di situ, sekan tak cukup puas, Ravendra kembali membabi buata menyerangku dengan tangan kosong.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Beberapa pukulan berhasil mendarat di wajahku. Juga tendanganya yang tak luput mengenai perut dan dadaku hingga untuk kedua kalinya aku terjungkal kebelakang, terlentang tak jauh dari posisi Kak Altan dan tubuh Al.

Pangeran KelimaWhere stories live. Discover now