01. PAGIKU CERAHKU

14 7 1
                                    

VOTE, KOMEN, DAN SHARE KE TEMAN-TEMAN KALIAN, YA!🩵
.
.
.
HAPPY READING 🌷
______________________________

Suatu pagi di 11 September 2021.

"ROMPI GUE ITU, GI!"

"SAMA AJA. UDAH, AYO! KEBURU DI TUTUP GERBANGNYA!"

"SEBENTAR! KAOS KAKI GUE ILANG SATU."

"LAN, CEPETAN MANDINYA. CEWEK GUE KEBURU DIJEMPUT YANG LAIN!"

"INFO YANG TAHU MAS RADEN DI MANA?"

"KAMAR MANDI SIAPA YANG AIRNYA BELUM DIMATIIN?!"

"RAME BENER. MUTUALAN, NGGAK, NIH?"

Mungkin, sebagian orang sudah tak asing dengan keributan di pagi hari. Apalagi, jika sudah berumah tangga. Pasti ada saja hal yang memicu keributan.

Berbeda dari kubu lantai atas, kubu lantai bawah terlihat sangat damai. Orang-orang yang ada di sana bersikap biasa saja, seolah tidak ada keributan yang terjadi lantai dua. Entah mencoba untuk tidak peduli, atau memang sudah terbiasa akan hal itu.

Mirna yang berada di dapur hanya bisa menggeleng pelan mendengar keributan—yang minimal satu hari sekali—ia dengarkan. Berisik, sangat berisik. Seperti berada di pasar burung. Tapi, jika tak ada, rasanya hampa dan seperti ada yang kurang kalau tak mendengar keributan tersebut.

Di meja makan, Danilan serta dua adiknya, Arghani dan Arsen tengah menikmati sarapan yang sudah disiapkan Mirna. Ada roti tawar yang di lapisi selai, susu, dan kopi untuk tim yang tidak bisa sarapan dengan nasi itu.

"Sekarang?" Arghani menoleh pada Arsen yang memasukkan gigitan terakhir rotinya ke dalam mulut.

Arsen mengangguk sembari mengunyah. Tangannya meraih gelas berisi susu yang tersisa setengah. "Lewat depan Zahra, ya. Mau foto kopi dulu," katanya, lalu meminum susu yang tersisa hingga habis.

"Mau berangkat sekarang?" tanya Mirna sembari memasukkan sayuran ke dalam kulkas. Setelah itu, menghampiri kedua anaknya yang paling rajin dari saudara-saudaranya yang lain.

"Iya, Bun," balas Arghani. Ia merapikan kembali tampilannya sembari mengingat apakah ada barang yang tertinggal atau tidak.

Arsen mendekat pada sang ibu untuk berpamitan. "Bunbun, nanti minta tolong air aquarium diganti, ya. Tadi lupa mau ganti," pintanya, lalu mencium pipi Mirna.

"Iya, nanti Bunda ganti airnya. Kalian hati-hati, ya. Yang semangat belajarnya." Mirna menyentuh pundak anak-anaknya. Ada tatapan haru tiap kali melihat si bungsu kini mulai beranjak dewasa.

Arghani melakukan hal serupa seperti Arsen, mencium tangan dan pipi ibunya. Kemudian, ia dan sang adik menyalami Danilan yang masih tampak lusuh. Setelah itu menghampiri Wira yang duduk sendirian di sofa di temani secangkir kopi.

"Ini hari apa, sih? Rabu, kan?" Wira jadi bingung melihat kedua adiknya yang memakai baju pramuka. Harusnya dia sudah terbiasa, namun terkadang masih bingung juga.

"Iya, Rabu." Arsen meraih tangan Wira yang yang tetap diam meski ia sudah menyodorkan tangan. "Nanti jadi beli temannya Bibble, kan?"

"Kalau pulang cepat, ya. Kalau nggak biar diantar Ayah aja." Wira mengelus kepala adiknya satu persatu.

Arsen mengangguk, lalu dua pemuda yang bersekolah di tempat yang sama itu segera pergi ke garasi untuk mengambil sepeda yang menjadi alat transportasi ke sekolah tiap hari.

Sedangkan itu, di sisi lain ada Argian yang menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Tangannya sibuk mengancingkan rompi yang sempat tertukar dengan milik Arbian sembari terus meminta saudaranya itu untuk segera turun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SWEET HOME | TREASURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang