Chapter 20

51 31 149
                                    

⚠️ Sebelum baca alangkah baiknya vote terlebih dahulu, sudah? Kalau mau lebih baik lagi jangan lupa ramein di setiap paragraf dengan komenan kalian yaa...

Makasiii🤍🤍

Seperti biasa salam bahagia semuanya!!

SEMOGA Di TAHUN INI RASA SENANG, AMAN DAN DAMAI SELALU MENYERTAI KALIAN🤍

Sebelum baca aku ingatkan ya buat kalian. Ambil yang baik-baiknya dan buang yang buruk-buruknya okee??

Happy reading 🍇




Motor yang ditumpangi Hersan dan Zalva berhenti di depan pagar rumah berwarna putih. Zalva turun dari motor tersebut. menghela napas serta menghapus sisa-sisa air mata yang tertinggal di pelupuk matanya.

Hersan memandang Zalva yang masih diam dan hanya menatap pintu rumahnya dengan ekspresi ragu.

Hersan menyenggol lengan Zalva. Mengangkat dagunya menyuruh Zalva agar segera masuk ke dalam rumahnya.

"Mau sampe kapan berdiri disini?" tanya Hersan prihatin. Ia ikut merasakan apa yang cewek ini rasakan. Karena, Hersan juga pernah menyaksikan Ayahnya dekat dengan wanita lain. Walau tidak secara langsung melihat, tapi mendengar Ayahnya yang sering bertelfonan dengan Alvira Hersan kesal sekaligus sedih. Apalagi Zalva yang melihatnya secara langsung.

Zalva menoleh ke arah Hersan dengan mencebikan bibirnya. "Gue takut nangis di depan Mamah..." ucapnya dengan nada bergetar.

Hersan dengan segera turun dari motornya dan mendekati cewek itu.

"Kenapa takut? Bukannya sedari kecil kita sering nangis di depan Mamah kita ya? Kalau ada yang buat jahat sama kita, kita ngadunya ke siapa? Ya jelas, masih Mamah jawabannya, seorang ibu udah biasa denger anaknya nangis, bahkan selalu punya cara  ampuh buat ngeredain tangisan kita. Lalu, apa yang lo takutin kalo nangis di depan Mamah lo?" tanya Hersan.

Zalva menggeleng. "Mamah gue dari dulu banyak sedihnya, kasian dia. Mungkin, dari dulu juga Mamah udah tau kalo Papah selingkuh sama Bu Ana, tapi Mamah tetap ngerahasiain itu dari gue dan nyimpan rasa sakitnya sendirian," ujar Zalva melihat ke arah rumahnya dengan tatapan kosong.

"Gue gak mau Mamah liat gue nangis karna liat Papah peluk wanita lain. Mamah aja yang tau dari dulu bisa kuat, masa gue anaknya ngingetin dia ke masa lalu yang buat dia jadi ngerasain sedihnya lagi," lanjutnya seraya menghapus air matanya.

"Yaudah, liat gue." Hersan menaikan dagu Zalva agar melihat ke arahnya. "Hapus dulu air mata lo, gue gak berani usap pake tangan gue, karna gue tau seribet apa cewek-cewek kalo mukanya di pegang sembarangan sama orang lain."

Zalva terkekeh seraya mendengus. Namun masih tetap nurut mengusap air matanya walaupun dengan gerakan kasar.

"Gue gak selebay itu kali." Zalva mendelik sebal kemudian terkekeh.

Hersan tertawa pelan melihat tingkah Zalva. "Gitu dong senyum," ucapnya. Membuat Zalva menatapnya datar. "Nurut! Senyum yang lebar..." titah Hersan. Melebarkan pipi Zalva sehingga bibirnya membentuk bulan sabit.

"Nah, gitu!"

"Sakit tau!" Zalva menghempaskan tangan Hersan dari pipinya.

STORY HERZATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang