A (kind of) date [IND]

705 15 0
                                    

"Henry." William melangkah masuk ke kantornya dengan beberapa kertas di tangan, sahabatnya telah duduk di salah satu kursi, mengerjakan sesuatu di laptop—dia menyuruh Henry untuk memperhatikan kembali laporan keuangan agar tidak terjadi hal yang sama seperti Beckham dan Jones saat itu. "Besok tidak ada event apa pun di sini? Atau CBPW? Fazbear's Fright dan lokasi kedua?"

Henry membuka sebuah berkas dan ber-'hmm' kecil. "Tidak ada, kenapa memangnya?" tanyanya penasaran.

Dia duduk di samping lelaki itu dan menaruh kertas-kertas tersebut di atas meja. "Aku takkan datang ke kantor kalau begitu," dia berujar dengan santai, meraih cangkir kopinya yang sudah dingin, bersebelahan dengan gelas teh milik Henry. "Kau tahu lah, besok hari jadiku bersama Vincent jadi aku menyusun jadwal kencan, hah."

"Sekalian saja bikin proposal PPT." Henry tergelak pelan, dia mendengkus geli. "Bersenang-senanglah kalau begitu, aku akan mengambil alih pekerjaanmu."

"I owe you one." Sang Afton memukul bahu Henry main-main, Henry memutar matanya malas walau dia tersenyum. "Omong-omong, bagaimana dengan laporannya? Sudah benar, bukan?" Dia menggeser laptop tersebut ke depannya, Henry mengangguk dan menyandarkan punggung ke sandaran sofa, dia meregangkan badan. "Oh dan ada kegiatan yang diselenggarakan universitas minggu depan, mereka meminta kita untuk datang menghadirinya. Haruskah kita setuju atau kita tolak saja?"

"Jaga gambaran publikmu, kita akan datang, berikan padaku berkasnya nanti."

"Mhmm oke." William beranjak lagi, Henry kembali fokus ke layar laptop. "Aku akan pulang sekarang, ini sudah malam jadi jangan menjadi diriku di masa lalu dan cepat kembali ke rumahmu." Dia memukul kepala belakang Henry main-main, Henry memprotes jengkel dan menendang kakinya, William kembali mendengkus.

Dia pun memejamkan matanya dan berniat untuk berteleportasi, tubuhnya terasa diserap oleh udara lalu dimuntahkan ke tempat lain. Kakinya memijak lantai, hal pertama yang dia cium adalah wangi masakan. William menoleh ke arah samping, menemukan suaminya sedang memasak untuk makan malam, ujung bibirnya tertarik ke atas dan dia pun segera memeluk lelaki berambut hitam tersebut dari belakang erat-erat.

"Selamat datang," Vincent berujar kepadanya, takkan bosan dia mendengar suaranya. "Kau lapar?"

"Sekali."

William akan mengambil satu potongan ayam yang telah digoreng, tapi dia mengaduh ketika Vincent memukul tangannya menggunakan sendok sayur dan menajamkan mata. "Cuci tangan dulu sana," dia berkata, dengan gampangnya menggeser William ke arah wastafel.

Kali ini dia tidak memprotes, memilih menuruti apa yang suaminya katakan. Setelah itu dia menunjukkan tangan basah dan bersihnya kepada Vincent, Vincent mengangguk setuju lantas mengambil potongan ayam itu dan menyuapkannya ke mulut William. Senyumannya kembali timbul melihat ekspresi William saat memakan potongan makanan tersebut, dia mengecup dahi William sebentar—di mana William balik mengecup pipinya sebelum meninggalkan dapur dengan riang.

Dia menuju ke kamar si sulung, mengetuk pintunya sebentar hingga ada sahutan dari dalam menyuruhnya masuk. Dia pun membuka pintu, lantas menemukan Ennard sedang menuliskan sesuatu di meja belajarnya sementara Michael rebahan santai di ranjang.

"Kau butuh sesuatu, Father?" Michael bertanya tanpa mengalihkan tatapannya dari novel yang dia baca.

"Tidak juga, hanya ingin mengecek keadaanmu." William bersender ke kusen pintu kamar, Michael mengacungkan jempol kepadanya dan perhatiannya pun teralihkan pada putra menantunya. "Esai?"

"Ya."

"Deadline?"

"Dua minggu lagi."

William berdecak kagum. "Kenapa kau rajin sekali?" dia berujar tak mengerti. "Jika itu aku, aku akan mengerjakannya dua jam sebelum deadline."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 13 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Anniversary [VinLiam]Where stories live. Discover now