43. Fakta sesungguhnya

3.8K 331 10
                                    

Sudah tiga hari hubungan Radhit dan Oci merenggang. Untuk pertama kalinya Radhit tidak mengalah. Ia tidak mengajak Oci bicara selama tiga hari yang mampu membuat Oci uring-uringan. Namun, selayaknya wanita pada umumnya, rasa gengsi di diri Oci begitu besar.

Seperti yang sudah direncanakan, hari ini seluruh karyawan divisi editor mengadakan makan malam bersama dalam rangka melepas karyawan magang yaitu Pandu dan Namira. Mereka berdua harus kembali ke kampus dan menyelesaikan skripsi untuk memperoleh gelar sarjana.

"Intinya terima kasih kakak-kakak yang sudah membimbing kami sampai akhirnya kami bisa menyelesaikan magang ini dengan baik." Pandu menyelesaikan ucapannya yang disambut tepuk tangan oleh kelima orang yang ada di sana.

"Selanjutnya, Mas Radhit silakan kasih wejangan," ujar Jessica mempersilakan Radhit.

"Lah, gue juga?" Jessica mengangguk. "Oke, sebelumnya gue juga berterima kasih sama kalian berdua. Kalian berdua udah melakukan semua kerjaan dengan baik. Gue berharap semua ilmu yang dikasih sama temen-temen bisa berguna. Gue tunggu kalian di sini habis lulus." Ucapan Radhit mendapat respon heboh oleh semuanya.

"Kita bisa pake jalur orang dalem, mas?" tanya Namira excited.

Radhit terkekeh, "Ya, enggak lah, tapi kalian pasti dipertimbangkan kalau lamar kerja di sini."

Mereka melanjutkan percakapan sesekali bergurau. Percakapan random mereka terputus ketika sura Azka terdengar.

"Gue ke smoking area dulu, ya," ujar Azka yang diangguki oleh seluruhnya.

Tak lama setelah Azka pergi, kini giliran Radhit yang berpamitan, "Gue nyusul Azka dulu."

"Mas Radhit ngerokok juga?" tanya Pandu.

Radhit terkekeh lalu mengangguk, "Sekali-kali."

"Nanti kalau udah selesai telepon aja." Kini Radhit berucap kepada Oci. Ya, Radhit hanya berbicara dengan Oci saat mereka berada di kantor dan hanya dikondisi tertentu.

Radhit melangkah menuju rooftop restoran tersebut yang didesain khusus untuk smoking area. Ia melihat Azka yang duduk menghadap gedung-gedung tinggi yang ada di depannya.

"Nggak pesen kopi? Enak ini nyebat sambil ngopi," ujar Radhit sambil menyalakan rokoknya.

"Gue kira lo nggak nyebat, mas."

"Sekali-kali aja."

Azka mengangguk. Mereka terdiam. Fokus pada pikiran masing-masing. Hingga suara Radhit terdengar.

"Lo pacaran sama Oci berapa lama, Ka?" tanya Radhit tiba-tiba.

Azka terdiam sejenak sebelum menjawab, "Dua tahun? Gue nggak tau bisa disebut dua tahun apa enggak karena setahunnya gue selingkuh."

Radhit mengangguk, "Lo tau kalau istri lo ke kantor waktu lo nggak masuk?"

Azka menatap bingung ke atah Radhit, "Istri gue?"

Radhit mengangguk, "Gue nggak tau istri lo kenapa tapi dia marah sama Oci."

"Kenapa?"

Radhit terkekeh, "Kok malah lo yang tanya sama gue, emang lo nggak ngobrol sama istri lo?"

Azka terdiam, "Sebenernya gue udah dua minggu nggak pulang." Azka menghela napas pelan setelah mengatakan hal tersebut.

Radhit melirik Azka sejenak, ia hanya terdiam menunggu Azka melanjutkan ucapannya.

"Gue ngaku ke istri gue kalau gue masih suka sama Oci."

Mendengar ucapan Azka, Radhit langsung menoleh ke arah Azka.

Our Traumas [End]Where stories live. Discover now