1. Trick or Truth

133K 5.1K 162
                                    

Selamat datang! Tahu ceritaku dari mana nih?

*

"Love is the ultimate lead magnet—drawing you in effortlessly, captivating your heart, and making you want to stay forever."

*

Iklan: feel free to follow me on Instagram & X for some extras chat & stuff!

*

Lia membereskan barang-barangnya dengan senyum lebar yang tercetak. Hari ini hari Jumat dan sebuah pesan yang masuk ke ponselnya membuat perempuan itu tak berhenti tersenyum.

"Senyam-senyum mulu mentang-mentang baru kelar campaign 10.10!" Seorang perempuan lain yang duduk di depannya mengejek dengan canda. "Udah mau balik lo?"

Lia lagi-lagi tak bisa menyembunyikan kesenangannya. "Iya, dong, Na! Setelah segala penderitaan dan lembur tiada henti ini, gue harus merayakannya dengan gilang gemilang!" Dengan nada pura-pura sombong, Lia berucap.

"By merayakan tuh maksudnya, clubbing?" Perempuan yang bernama Rana itu memutar bola mata.

"Bisa, tapi hari ini, gue mau nyantai di hotel sambil hot tub and wine!" Ia berucap bangga. "Badan udah remuk, jangan makin ditambah remuk sama clubbing."

Mendengar itu, Rana mendengkus. "Dasar! Bilang aja mau get laid sama laki lo!"

Cengiran lebar terlihat dari wajah Lia. Ia membuka sleting tasnya sambil mengambil make up pouch warna merah muda neon yang menyilaukan mata.

"Nanti, naik Grab lagi?" tebak Rana.

Tangan Lia mengambil kaca kecil yang berada di atas meja. "Hari ini, supirnya cowok gue bisa jemput. Lo mau nebeng?" tawarnya seraya memulas lipstick sambil bercermin.

Rana menggeleng cepat sebelum selanjutnya mengerutkan dahi. "Supir lagi? Cowok lo nggak jemput?"

"Dia sibuk, Darling." Lia berucap sambil menyemprot parfum ke tubuhnya. "Ini aja untung banget dia bisa nyempetin waktu buat gue setelah kemarin ada business trip ke Korea."

"Buset, cowok lo emang jabatannya apa sampai bisa pergi ke Korea segala?" cibir Rana. "Kemarin, berapa umurnya lo bilang?"

"Tiga puluh. Beda empat tahun sama gue. Kaki meja, lah!" Lia mengangkat bahu. "Hoki kalau kata orang."

Rana memiringkan kepala. Ia bergumam tak jelas. Yang Rana tahu, Lia sudah punya pacar selama setengah tahun terakhir ini. Tetapi, sekalipun juga pacarnya tidak pernah muncul batang hidungnya bahkan untuk sekadar menjemput pulang kantor.

"Tapi, gue penasaran deh. Laki lo kayak apa sih bentukannya? Nggak pernah lo publish di mana-mana." Rana memangku dagu dengan mimik penasaran. "Dia anak pejabat? Atau artis? Atau anak pengusaha terkenal banget? Atau apa sih? Sekretif banget."

Lagi, cengiran tampak dari wajah Lia yang sudah siap bertemu dengan kekasihnya. "Nanti ya, kapan-kapan. Kalau udah settle baru gue publish. Soalnya, kita sepakat nggak go public dulu."

Rana hanya mendesis begitu mendengar jawaban Lia yang selalu diulang-ulang. Kalimatnya selalu sama dan itu menambah kecurigaan semua orang.

Lia berdiri dari kursinya setelah semua barang selesai ia kemas. Dengan anggun, ia berjalan ke luar kantor menuju lift dan tak lama, tubuh ramping itu sudah masuk ke dalam mobil hitam yang menunggunya di depan lobi.

Jantung Lia berdegup tak karuan. Setelah seminggu berjibaku dengan segala tuntutan pekerjaannya sebagai tim campaign & promotion di salah satu e-commerce terbesar di Indonesia dalam rangka Harbolnas bulan Oktober, ia berharap bisa bersantai malam ini tanpa gangguan notifikasi chat subuh-subuh.

"Terima kasih ya, Pak," kata Lia tepat ketika supir tersebut memarkirkan mobil di depan lobi Langham.

Kaki Lia turun begitu saja, ia melangkah menuju resepsionis. Dengan senyum merekah, perempuan itu mendatangi lelaki yang berjaga di balik konter untuk mengambil kunci kamarnya.

"Aku kangen. Kamu di mana?"

Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel Lia tak lama setelah Lia menanyakan keberadaan lelaki yang katanya sudah mempersiapkan kejutan untuknya itu. Lia masih menerka-nerka apa yang disiapkan di dalam kamar hotel tersebut. Hot tub and wine biasanya jadi hal paling standar yang bisa disiapkan.

Lia menahan napasnya begitu menempelkan kartu akses di pintu. Siap menerima kejutan apapun di depannya. Namun, tepat ketika ia membuka pintu matanya membelalak.

Di hadapannya, tampak seorang wanita berusia akhir dua puluhan dalam dandanan begitu cantik. Sekali lihat saja, Lia tahu, total harga barang-barang yang dikenakan wanita tersebut berharga puluhan hingga ratusan juta. Di belakangnya, tampak seorang perempuan lain yang Lia yakini sebagai asisten pribadinya.

Yang Lia tak sangka-sangka, tepat di ujung ruangan, tampak seorang lelaki berusia tiga puluh yang berdiri dengan wajah berpaling. Sepertinya, ada masalah besar dalam ruangan itu.

Kini, Lia menegang. Napasnya benar-benar tertahan bukan karena mengantisipasi kejutan, tetapi mendapatkan kejutan itu sendiri.

"Rupanya, jalang ini benar-benar muncul." Kalimat menusuk terdengar dari wanita tersebut.

Lia menelan ludah. Ia mengetahui wanita itu dengan cukup baik.

Lidya Kani Melatika, anak dari Galang Daniswara, politikus dan pebisnis yang sering wara-wiri di televisi. Punya backing-an sebesar itu, Lidya termasuk orang yang memanfaatkannya dengan baik. Perempuan ini punya sederet perusahaan kecil yang ia jalankan. Media sosialnya juga dikelola dengan baik. Memberikan citra seorang putri pebisnis yang terkenal tangguh dan elegan bersamaan.

Banyak gadis yang menjadikan Lidya sebagai idolanya. Lia, salah satunya. Bahkan, ia begitu gembira ketika tahu bahwa Bryan bekerja langsung di bawah Lidya. Rasanya, ia ingin diperkenalkan dan belajar satu dua hal dari bos kekasihnya itu.

Sayang, sepertinya... ada yang salah saat ini. Karena, tatapan Lidya seperti akan membunuh Lia saat itu juga. Dan Bryan yang berada di pojokan hanya bisa menunduk pasrah.

"Apa yang kamu lihat dari cewek rendahan seperti dia?" Kalimat tudingan itu kembali datang.

Lia menghela napas. Ia mengulum bibir. Tak bisa membuka mulutnya. Matanya menatap nyalang ke arah Bryan, menunggu penjelasan. Sial, Bryan juga ikut bungkam.

"Bry... apa-apaan—" Lia tak bisa berucap lebih lanjut saat melihat Lidya berjalan mendekat.

Suara langkah dari stiletto yang dikenakan perempuan itu terdengar seperti hitung mundur sebelum suara tamparan menyusul berikutnya.

Lia limbung. Ia memegangi pipinya yang panas. Telinganya berdengung.

"What a fucking bitch!" Ketenangan yang tampak dalam beberapa puluh menit pertama itu luruh sudah. Secara membabi buta, Lidya menarik rambut Lia. Menjambaknya seperti orang gila. "Dasar wanita murahan! Nggak tahu diri! Kegatelan, ya?"

Lia berusaha melepaskan dirinya. Tetapi, cengkraman Lidya jauh lebih kuat.

"Lepas! Gue nggak tahu ada apa semua ini, lepas!" ronta Lia. Ia menggeliat sebisanya.

"Alasan! Lo pasti bersekongkol sama Bryan, kan?" teriak Lidya makin menjadi.

Lia mendorong perempuan yang sedang tantrum itu. Bersengkongkol apanya? Rasanya, Lia ingin menghabisi Bryan saat itu juga.

"Bu, hentikan, Bu. Nanti, kita bisa kena tuntutan." Suara seorang wanita yang lebih muda terdengar. Wanita itu melepaskan Lia dari amukan Lidya yang makin tak terkendali.

Lia meringis. Kepalanya sakit. Tak tahu berapa banyak helai rambutnya yang rontok karena ditarik paksa. Ia mengatur napasnya.

"Maaf nih, tapi gue di sini juga korban," kata Lia sambil merapikan rambutnya. Ia melihat Lidya akan kembali mengamuk tetapi tidak menyurutkan keberaniannya. Malah sebaliknya, Lia menatap Lidya tepat di matanya dengan nyalang. "Lo kayaknya salah sasaran, deh. Harusnya..." Ia kemudian mengarahkan pandangannya ke arah Bryan. "Yang lo gamparin ya dia, bukan gue."  

Lead MagnetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang