Hari pertama yang sial

1 0 0
                                    

Cukup lama Marina mengobrol dengan abangnya, hingga akhirnya kantuk membawa mata bening itu terpejam, ia tertidur dengan pulas, dengkuran halus terdengar merdu di telinga Aidan, membuat laki-laki 28 tahun itu tersenyum

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cukup lama Marina mengobrol dengan abangnya, hingga akhirnya kantuk membawa mata bening itu terpejam, ia tertidur dengan pulas, dengkuran halus terdengar merdu di telinga Aidan, membuat laki-laki 28 tahun itu tersenyum. Setelah mengirim satu pesan ke adiknya, ia mematikan telepon sepihak dan mulai bersiap tidur.

***

Pagi harinya Marina disibukkan dengan kaus kakinya yang lupa ia letakkan di mana, Bi Ara turut kerepotan mencari. “Bi, udah dapat belum, kaus kaki Arin?” tanyanya sembari memakai seragam dengan terburu-buru.

Setelah mencari susah payah, akhirnya kaus kaki miliknya ketemu juga, setelah memakai sepatu ia lantas berlari menuruni tangga. “Neng, bekalnya jangan lupa dibawa!” Bi Ara berseru mengingatkan. Ia yang terlanjur sampai di ruang tamu berbalik kembali ke dapur, mengambil kotak makan yang tertinggal lalu berlari lagi menuju garasi.

Sepanjang jalan ia terus mengoceh tak karuan, bibirnya terus mengulang perintah agar sang supir melajukan kecepatan mobil, sesekali matanya menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan penuh gelisah. “Ah, sial! pake macet segala lagi,” ucapnya kesal.

Sejam berlalu dan mereka masih terjebak macet, rasanya Marina ingin menangis melihat situasi yang tidak berpihak padanya. Setelah bergelut dengan waktu, akhirnya mereka berhasil menerobos kemacetan. Mobil hitam itu memelankan laju mobil, lalu benar-benar berhenti di depan pintu gerbang yang telah ditutup.

Marina mendengus, hari pertama yang sial pikir Marina, padahal ia sudah tidur lebih awal, tapi ternyata itu tidak berhasil membuatnya bangun lebih pagi. Setelah menghela napas sejenak, ia membuka pintu mobil dan turun dengan perasaan sebal.

Dengan menghentakkan kaki ia berjalan mendekati pos satpam, bibirnya terus cemberut; kesal pada dirinya sendiri yang menyebabkan masalah di hari pertama pindah.

“Pak, izinkan saya masuk,” pintanya pada Satpam yang berjaga dengan wajah memelas.

Sejenak pria paruh baya itu terdiam, keningnya berkerut bingung melihat seragam SMU gadis di depannya yang berbeda dengan murid Nusa Bhakti. “Aduh, nggak bisa neng udah jam berapa ini, udah telat,” ucap pak satpam mencoba menjelaskan dengan ramah. “Lagi pula, kelihatannya kamu bukan Murid Nusa Bhakti,” sambungnya lagi.

“Iya pak, saya murid baru. Belum beli seragam,” ucap marina menjelaskan. “Ini hari pertama saya, tolong biarin saya masuk, ya,” sambungnya lagi dengan nada memohon.

“Aduh neng, baru masuk udah telat aja, yaudah sana masuk,” ucap pak satpam sembari membuka gerbang.

Marina mengucapkan terima kasih lalu memasuki lingkungan sekolah dengan setengah berlari. “Jangan terlambat lagi,” teriak pak satpam pada marina yang mulai berjalan menjauh. Marina sempat berbalik dan mengangkat kedua jempolnya ke arah satpam yang berjaga.

Daun TerakhirWhere stories live. Discover now