2

51 8 0
                                    

"Bisakah kau memperlambat langkahmu? Apa kau lupa ada seorang wanita yang mengikutimu dibelakang?" Tanya mengeluh sebab dari matahari terbit hingga kini berada tepat diatas ubun-ubun mereka, Gora tidak memberinya kesempatan untuk mengistirahatkan kaki.

Gora memutar tubuhnya menghadap Tanya. Gadis itu menumpukan tangan di kedua lututnya. Nafasnya memburu, peluh bercucuran dari dahinya.

"Maaf. Mari istirahat"

Gora menuntun Tanya untuk duduk dibawah pohon rindang. Gadis itu mendengus. Selama perjalanan mereka, Tanya selalu mengusahakan langkah besar Gora agar tak tertinggal. Namun hal itu membuatnya sangat lelah. Walau memiliki kaki jenjang pun tak akan cukup untuk menyetarakan langkahnya dengan Gora.

"Tunggu disini" Gora beranjak dari duduknya.

"Kau mau kemana?" Tanya menarik tangan Gora.

"Aku mendengar suara sungai disana. Apa kau tidak haus?"

"Jangan tinggalkan aku..." Tanya menggelengkan kepalanya dengan masih menatap Gora.

"Tidak akan. Kau istirahat saja dulu. Aku akan segera kembali" Gora meyakinkan Tanya.

Tanya melepas tangan Gora. Matanya masih menatap lekat punggung laki-laki itu hingga hilang dibalik semak. Ada rasa takut dihatinya. Apa Gora akan meninggalkannya? Bagaimana jika tiba-tiba ada Canisian? Pikiran tanya tak bisa berhenti berasumsi. Ketakutan terus menerus muncul setelah tragedi pembantaian klan-nya.

"Ssst! Psstt!"

Tanya siaga. Matanya mengedar ke sekeliling hutan mencari sumber suara yang seakan menggoda ketakutannya. Jantungnya berdebar kencang. Tanya sudah berdiri, memasang kuda-kuda, bersiap melawan bila saja ada musuh walau ia tak tahu pasti bagaimana cara mengepalkan tangan dengan benar.

"Hei, jangan takut. Aku bukan orang jahat"

Seorang gadis berjubah putih dengan penutup kepala keluar dari semak-semak yang 'menelan' tubuh Gora tadi. Tangannya menjinjing keranjang berisi berbagai macam akar-akaran dan tanaman obat. Ia membawa langkahnya mendekati Tanya sambil sesekali menoleh kiri dan kanan.

"Siapa kau?" tanya Tanya.

"Perkenalkan, aku Jesenice. Aku yakin kau tahu dari klan mana diriku. Begitu pun aku, yang 100% yakin bahwa kau berasal dari klan Ursa"

Jesenice mengulurkan tangannya dengan wajah ceria. Tanya menyambut uluran tangan itu ragu. Dari penampilan, sudah pasti gadis dihadapannya ini dari klan Lyra. Namun kepribadiannya...

"Kau pasti bingung dengan sifatku, 'kan?" tanya Jesenice seolah tahu apa yang dipikirkan oleh Tanya.

"Kau terlalu ceria untuk seukuran Lyrasian yang dikenal kaku" ucap Tanya.

"Hem, aku sudah sering mendengar itu. Jika pakaianku berwarna hijau, orang-orang pasti percaya bahwa aku adalah seorang Ursanian"

"Maksudmu Ursanian itu cerewet?!" suara Tanya sedikit meninggi.

"Hah? Apa aku cerewet? Tadi kau bilang aku ceria. Yang ku tahu Ursanian itu ceria-ceria"

"Huft. Kau tidak salah sih... Kaumku juga bilang aku cerewet. Aku terlalu berisik di antara para Lyrasian, jadi mereka tidak ada yang tahan berteman denganku" wajah Jesenice berubah cemberut.

"Maaf, aku tidak bermaksud" Tanya tak enak hati. Tapi kepribadian gadis ini sangat berbanding terbalik dengan sebagaimana citra klan-nya.

"Tidak masalah! Mereka saja yang terlalu membosankan. Aku juga tidak tahan berada disekitar mereka" Jesenice mendengus.

"Oh iya, siapa namamu?" ia teringat belum menanyakan nama teman bicaranya.

"Tanya"

"Apa kau sendiri disini?"

MythicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang